“Apa ayah kucing mendapatkan penolakan dari ibu kucing?” Bian menggoda Dine sambil mencoba bercanda.
Ia pun memaksakan diri untuk tersenyum.
“Ada ada saja,” Dine tergelak.
“Oww.. Kucingku sepertinya akan patah hati,” Bian ikut tergelak.
“Bercanda dok..” Ia mencoba mengalihkan pembicaraan agar tidak terlalu serius.
Tidak enak juga menggoda perempuan yang sudah bertunangan, tapi dokter Adine berhasil memesonaku.
Aku sungguh kecewa. Siapa lelaki beruntung itu? Ingin rasanya mengajak lelaki itu adu tinju di sasana. Tidak kenal tapi kesal. I hate him!
Bian akhirnya keluar dari ruangan pemeriksaan untuk mengurus administrasi pemeriksaan kucing kecil tadi dan membayar jasa perawatannya. Sedangkan Dine berjalan memasuki ruangan dengan plat nama di pintunya dr. Adine Edrea.
Nama yang cantik, secantik orangnya. Sayangnya, kamu sudah ada yang punya. Kalau lelaki mengesalkan itu ada di sini, aku akan.. Mmm.. Aku akan.. Aku akan apakan dia?
Ia melamun di depan meja kasir. Setelah selesai membayar semuanya, Bian melongok ke ruangan Dine yang terbuka pintunya, “Saya pamit dulu dokter.”
“Iya,” Dine mengangguk.
Berat rasanya berpamitan, tapi tidak ada lagi alasan untuk berdiam diri di sini. Tapi setidaknya aku tahu kalau dokter cantik itu praktek di sini.
Aku akan membawa semua binatang peliharaanku ke tempat prakteknya.
Bian menahan senyum membayangkan setiap hari datang ke sini dengan hewan yang berbeda beda.
Why not?
Hari ini kucing, besok bisa saja kucing lainnya, lalu anjing, kemudian kelinci, Bahkan ikan koi pun bisa saja aku bawa ke sini.
Ia mengatupkan bibirnya agar tawa tidak keluar dari mulutnya ketika membayangkan si ikan koi miliknya dibawa ke dokter hewan.
I'm crazy! Really!
“Oh ya, siapa nama kucingnya?” Dine melangkah ke arah Bian.
“Mmm.. Dre,” Bian asal menyebut.
“Oww.. Itu sama seperti nama kecilku dulu..” Dine terkaget kaget.
“Oh ya..” Bian langsung senang. “Dre juniorr bertemu Dre seniorr.”
Dokter Adine lagi lagi tertawa.
Tiba tiba, sesosok lelaki tiba tiba muncul. Tubuhnya tinggi dan tegap. Bian sekilas melirik kalau lelaki ini lumayan tampan. Apalagi dengan setelan baju kerja yang membuatnya terlihat rapi. Berbeda dengannya yang masih mengenakan celana pendek dan kaos basah penuh keringat.
Lelaki itu menunjukkan rasa tidak suka saat menatapnya. Bian langsung bisa menebak kalau lelaki ini adalah tunangan Dine.
Ini dia lelaki yang ingin aku ajak tinju. Atau aku tinju di sini saja?
Tiba tiba saja Bian merasa kesal tanpa sebab jelas.
“Hai,” Dine dengan cueknya menarik tangan lelaki itu di hadapan Bian.
Bian tahu kalau jantungnya langsung berdetak tidak menentu. Ada rasa cemburu menggunung di hatinya. Dadanya seperti mau meledak.
Baru juga sekali ketemu, kenapa aku seperti ini?
Lelaki itu dan Dine langsung masuk ke dalam ruangan, meninggalkan Bian sendirian. Ia lalu menatap pada staf klinik yang sedang merapikan dokumen dokumen.
“Maaf, saya mau melihat kucing tadi sekali lagi sebelum pulang,” Bian beralasan padahal sesungguhnya ia hanya ingin bertanya pada staf itu soal lelaki tersebut.
“Baik pak,” staf itu melangkah ke sebuah ruangan yang cukup luas, ada beberapa tempat tidur untuk perawatan hewan hewan yang sakit.
Bian mendekat ke kucing kecil yang menjadi miliknya itu. Ia tersenyum sendiri sambil berbicara pada kucingnya, “Hello kitten, little cat, help me ok? I like your doctor!"
Setelahnya ia menoleh pada staf klinik, “Lelaki tadi yang bersama dokter Adine, mmm.. Tunangannya?”
“Iya. Itu tunangan dokter Dine,” jawab staf tersebut.
“Siapa dia?” tanya Bian penasaran. “Maksud saya, namanya dan pekerjaannya?”
“Namanya Banan Aleric, dia bekerja di perusahaan ternama Emery Food sebagai Marketing Manager,” jawab staf klinik tersebut dengan rinci.
“Oh ya..” Bian tersenyum. “Thanks infonya.”
Mudah sekali mendapatkan informasinya dengan sekali tanya saja.
“Sama sama pak,” ucap staf tersebut.
“Bye Dre! Besok aku kembali,” Bian mengusap puncak kepala Dre dengan lembut. “Titip kucing saya.”
“Iya pak,” jawab staf tersebut.
Bian berjalan keluar dari klinik tersebut. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan meminta ada seseorang menjemputnya. Ini terlalu siang untuk berlari kembali ke apartemen.
Sebuah mobil mewah Bentley Flying Spur terbaru berhenti di sebuah pojok jalan sepi. Bian pun naik ke dalamnya.
“Ke apartemen,” ucapnya.
***
“Siapa lelaki barusan?” tanya Banan.
“Ayah pasienku,” Dine tergelak. "Dia ayah dari kucingnya."
Entah kenapa pikirannya terus mengingat lelaki barusan yang tidak ia ketahui namanya.
Siapa dia? Orangnya lucu. Terlihat sekali kalau dia penyayang binatang. Caranya memperlakukan kucing kecil yang ia temukan di jalan sungguh mengharukan.
Jarang jarang ada orang seperti dia…
"Kenapa kamu tersenyum senang begitu?” Banan mengerutkan keningnya.
“Ya lucu saja, mendengar kata katanya kalau dia ayah dari kucingnya,” Dine menjawab apa adanya.
Banan mengerutkan keningnya, “Jangn dekat dekat. Dia bisa jadi menggodamu.”
Dine tertawa, “Aku memiliki cincin ini. Senjata andalan kalau ada yang menggodaku.”
“Tapi, tidak.. Lagipula lelaki itu baik baik saja. Tidak apa apa. Dia hanya membawa kucingnya yang sakit,” jelas Dine berbohong. Ia ingin menghindari konflik keributan dengan Banan.
"Aneh juga. Jam segini, di hari kerja, masih berolah raga. Lelaki itu sepertinya pengangguran," Banan menjelekkan Bian.
Dina mengerucutkan bibirnya, "Belum tentu juga pengangguran. Bisa saja dia lagi off atau cuti. Kita tidak tahu."
Tanpa sadar Dine membela Bian.
“Kenapa kamu membelanya? Ah, sudah,” ucap Banan. “Ini. Aku membawakan kopi dan sarapan, makan dulu.”
“Thanks!” Dine membuka jas dokternya dan mulai mencuci tangan.
Keduanya kemudian sarapan bersama.
Tiba tiba ponsel Banan berbunyi. Ada pesan masuk entah dari siapa.
Dine memperhatikan gerak gerik Banan yang menurutnya mencurigakan. Ekspresinya ketika membaca pesan itu terlihat berbeda. tak lama Banan berdiri, lalu keluar dari ruangannya untuk menelepon seseorang.
Ia menarik nafas panjang ketika merasakan kalau perutnya berdesir tidak enak. Dine pun menatap makanan di hadapannya tanpa selera. Setelah beberapa saat, Banan kembali duduk di hadapannya tanpa berkata kata. Tidak ada penjelasan soal si pengirim pesan ataupun sosok yang diteleponnya.
Banan melanjutkan menikmati sarapannya.
Dine kemudian menatap lelaki di hadapannya. Ia dan Banan sudah bertunangan setengah tahun terakhir ini dan sekarang sedang mempersiapkan pernikahan.
Banan memang baik dan perhatian. Ia juga mapan dan memiliki jabatan di perusahaan tempatnya bekerja. Tak hanya itu, wajah tampannya jadi bonus yang membuatnya semakin menarik di matanya.
Tapi… Ada yang mengganggunya akhir akhir ini..