BIAN PUN JATUH HATI

1027 Words
DUA BULAN LALU… Bian sedang lari pagi mengitari apartemennya. Ia berlari dan berlari. Cuaca pagi yang segar berhasil membuatnya bergerak cepat hingga lebih dari sepuluh kilo meter jauhnya. Beberapa pasang mata melirik ke arahnya. Hal yang biasa ia alami. Tubuhnya yang tinggi besar dan atletis dengan wajah tampan rupawan, tentu saja bisa menarik perhatian kaum hawa. Dan mungkin menjadi role model atau bahkan membuat iri para kaum adam. Apalagi pagi itu ia mengenakan kaos putih dan celana pendek hitam yang mempertontonkan kekencangan otot tangan dan juga otot kakinya. Keringat mengucur di sekujur tubuhnya setelah lari tanpa henti. Langkahnya tiba tiba terhenti ketika melihat seekor kucing tergeletak di jalanan. Apa mati? Bian mendekat dan memperhatikan kalau masih ada nafas yang berhembus, meski lemah. Dengan cepat ia mengangkat kucing itu dan bergerak mencari rumah sakit terdekat. Ia yang seorang penyayang binatang memang tidak mungkin membiarkan sesama mahluk hidup mati tanpa pertolongan. Dimana rumah sakit terdekat? Bian yang baru saja kembali ke tanah air sebulan lalu, memang belum terlalu familiar dengan kondisi jalanan di ibukota. Ia melirik kiri dan kanan untuk memilih arah berlari. Ketika ada seorang anak muda yang melintas, ia pun memutuskan untuk bertanya mengenai lokasi rumah sakit. “Maaf, dimana lokasi rumah sakit terdekat?” tanya Bian. “Agak jauh pak, mungkin lima kilo lagi dari sini,” jawabnya, “Terus jalan ke arah sana. Lurus saja. Ada di sebelah kanan, jadi tidak perlu menyeberang." “Ok. Terima kasih,” Bian pun bertekad untuk mencari taksi, tapi kondisi jalanan yang macet membuatnya memilih untuk berlari secepat kilat ke arah rumah sakit yang ditunjuk anak muda tadi. Namun, di tengah jalan, ia terhenti. Matanya menatap pada plang sebuah pet shop. ANIMALIA PET WORLD One stop service for your pet (Pet Shop, Pet Hotel & Pet Clinic) Bahkan ia melihat kalau ada praktek dokter hewan yang dimulai pagi hari. drh. Adine Edrea, jam praktik 07.00 wib – 16.00 wib Ini kebetulan! Bian pun masuk ke dalam pet shop tersebut. Ada seorang anak muda yang sedang membereskan stok makanan yang berderet di rak. “Kucing saya sakit, apa dokter sudah ada?” tanya Bian. “Oh, praktik dokter hewan di lantai dua,” jawabnya. “Di lantai satu ini pet shop dan pet hotel.” “Thanks,” Bian berlari menaiki tangga menuju lantai dua dengan cepat. Di area lantai dua, ada seorang staf yang menerimanya, “Bisa saya bantu pak?” “Saya mau daftar dokter hewan, kucing kecil ini sepertinya sekarat,” Bian memperlihatkan kucing di gendongannya. “Oh, baik pak, ikuti saya,” staf tersebut mengajaknya masuk ke sebuah ruangan yang memiliki tempat tidur dan beberapa alat kedokteran di sekelilingnya. Bian membaringkan kucing malang itu di atas tempat tidur. Ia pun berdiam diri menunggu dokter muncul. Tak berapa lama, pintu terbuka, seorang perempuan dengan rambut terurai dan mengenakan jas putih masuk ke dalam ruangan. Bian melirik sekilas dari sudut matanya kalau perempuan itu tinggi dan langsing. Tapi karena posisinya membelakangi, jadi Bian belum melihat wajahnya dengan jelas. “Kucingnya kenapa pak?” suara dokter itu terdengar lemah lembut di telinganya. “Saya…” Bian mengangkat kepalanya untuk melihat dokter tersebut. Namun, sesosok perempuan yang begitu menarik seperti menghipnotisnya. Dokter Hewan bernama Adine Edrea begitu cantik seperti bidadari. Ia terpesona. "Bagaimana pak?" Adine kembali bertanya. “Sa-saya menemukan kucing ini sekarat di jalan dok,” jawab Bian dengan gugup. “Dokter Adine.” Dine memeriksa kucing tersebut secara seksama, “Kucing ini dehidrasi. Untung bapak cepat membawanya.” “Lihat, gusinya kering, elastisitas kulit mulai hilang dan dia melemah,” jelas Dine dengan nada khawatir. “Apa ini kucing bapak?" tanya Dine menatapnya. Bian hanya terdiam membisu. Ia terpesona menatap mata indah Adine. "Pak, apa ini kucing bapak?" Dine kembali bertanya. "Ah euh... Saya menemukannya di jalanan, tapi saya akan mengadopsinya. Iya, ini kucingku," Bian akhirnya menjawab. "Saya meminta izin bapak untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Saat ini, harus memasukkan kateter agar bisa memberikan cairan langsung ke aliran darah kucing," jelas Dine. “Baik dok. Saya izinkan. Bagaimanapun saya yang menemukannya di jalan, dan tidak ada yang merawatnya. Otomatis saya adalah ayahnya yang akan bertanggung jawab sampai kucing ini sembuh,” Bian tersenyum. Ia mencoba tenang dan tidak lagi gugup. Dokter hewan ini keterlaluan cantiknya. Dia sukses membuatku grogi! Dine ikut tersenyum, “Saya izin pada ayah kucing untuk memasang kateter.” “Silahkan dokter..” Bian merasa senang melihat senyum Dine yang menawan hati. Dine mulai memberikan cairan pada kucing malang tersebut dengan memasang kateter, “Mungkin perlu beberapa hari bagi kucing kecil ini untuk mendapatkan kembali hidrasi yang tepat agar pulih seratus persen.” “Selain itu, saya juga harus melakukan pemeriksaan menyeluruh seperti pemeriksaan darah dan analisis urine untuk menentukan tingkat keparahan dehidrasi,” Dine kembali menjelaskan. “Iya lakukan semuanya dok, yang penting kucing ini sehat lagi,” Bian menyetujui. “Kucingnya harus saya pantau ketat untuk memastikan agar tetap terhidrasi dan berada di jalur pemulihan penuh. Jadi, kucing lucu ini harus rawat inap.” Dine memaparkan. "Baik," Bian mengusap usap puncak kepala kucing, “Kamu harus sehat lagi..” Dine melirik ke arah Bian dan tersenyum diam diam. Tak berapa lama, staf klinik masuk ke dalam ruangan. Ia lalu mendekat ke arah Bian. “Bapak maaf, belum isi form registrasi,” ucapnya sambil menyodorkan selembar kertas. Bian melihat kalau isinya adalah data alamat, nomor ponsel dan data data umum lainnya. Ia selalu ragu untuk memberikan informasinya pada siapapun, tapi.. Kali ini.. Dengan senang hati Bian memberikannya. Semoga dokter cantik ini mau mengenalku lebih jauh. Ia pun mengisi data yang ada dan menyerahkannya kembali pada staf klinik. “Dok, apa saya bisa setiap hari menengoknya?” tanya Bian penuh makna. “Bisa,” Dine mengangguk. “Silahkan saja.” Dine menatap staf klinik dan staf nya itu kemudian membawa si kucing kecil pergi. “Dia dibawa ke tempat rawat inapnya,” jelas Dine. “Iya,” Bian tersenyum lalu mendekat ke arah Dine, “Kalau saya juga sekalian menengok dokternya, apa boleh?” Dine hanya tergelak. Ia mengangkat tangannya dan memperlihatkan jari manisnya yang mengenakan cincin, “Saya bertunangan.” Jleb! Bian merasakan ada anak panah menembus jantungnya dan sesaat membuatnya berhenti berdetak. I'm dead!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD