5-Ngiik, Bunyi Apa Itu?
Ali mengembuskan napas kesal, meski tak suka kepada Faras. Tapi, dia ikut bahagia untuk Sofika sahabatnya.
Apalagi temannya itu, tampak jelas begitu mencintai Faras. Meski sebenarnya, Ali merasa Faras tidak mencintai Sofika.
Baiklah, mungkin setelah menikah, Faras akan mulai mencintai sahabatnya itu.
“Apa, aku masih dibutuhkan sekarang?“ tanya Ali, yang merasa seperti obat nyamuk.
“Ih, kok bilang begitu sih,” dengan mendelikkan mata, Sofika berkata.
“Ya sudah, kamu pulang saja. Sofika biar aku yang antar, sekalian aku juga mau mampir ke rumahnya, mau ketemu ekhm calon mertua,” ucap Faras, susah payah dia mengatakan kata calon mertua.
Sofika begitu berbunga-bunga hatinya, mendengar perkataan dari mulut calon suami tampannya itu.
Matanya berkilauan bagai cahaya bintang, bibir mungil yang terimpit pipi cabinya itu tampak menyunggingkan senyuman penuh kebahagiaan.
Ali bisa melihat semua itu, sahabatnya benar-benar jatuh cinta kepada Faras.
“Biasa aja kali,” cibir Ali pelan, tapi masih bisa di dengar oleh Sofika maupun Faras.
Sofika manyun.
Sementara, Faras tersenyum geli mendengar cibiran Ali.
“Fika, aku pulang dulu ya. Kamu kan udah ada dia,” menunjuk Faras dengan dagunya.
“Iya,” sahut Sofika diiringi anggukan kecil.
Ali mengembuskan napas pelan. Inginnya sih, Sofika menahannya untuk pulang bersama.
Eh, ternyata tidak sesuai ekspektasi. “Sepertinya, dengan cepat kamu akan mulai melupakan sahabatmu ini,” kekeh Ali, sangat pelan serupa gumaman.
Telinga Sofika memang tajam, setajam telinga serigala. Hingga, dia bisa mendengar jelas perkataan Ali.
Berbeda dengan Sofika, Faras tak mendengarnya. Karena, jarak mereka yang lumayan terhalang meja, sedangkan Sofika tepat di samping Ali.
“Al,” dengan tatapan kaget Sofika menyebut nama Ali.
“Aku pulang dulu ya,” dan Ali pun pergi, meninggalkan Sofika yang menatapnya dengan raut bingung.
“Ali sepertinya menyukai kamu,” dengan nada mengejek, Faras berkata.
Sofika beralih menatap Faras. “Tidak begitu, dia sudah menjadi temanku sejak balita,” jawab Sofika, berusaha menepis pernyataan Faras.
“Aku ini lelaki, bisa tau dari caranya menatap dan memperlakukan kamu,” ujar Faras, kali ini diiringi senyuman sinis.
Sofika mengembuskan napas pelan, coba memikirkan perkataan Faras. Ah, Faras pasti salah, pikirnya.
Atau mungkin, Faras cemburu kepada Ali? Tiba-tiba saja hal itu menyelusup masuk ke dalam pikirannya.
Sofika tersenyum dengan pipi merah merona. Membuat Faras merasa aneh melihatnya.
“Kamu kenapa?“ tanya Faras, dengan tatapan aneh.
Gadis gemuk ini menurutnya sangat aneh sekali. Dia sering melihatnya tersenyum sendiri, dengan pipi merah merona setiap kali bertemu dengan dirinya.
Faras bergidik, iih.
“Eh, enggak ada. Cuma berpikir, kalau kamu sepertinya sedang cemburu kepada Ali saja,” sahut Sofika keceplosan.
Setelah sadar dengan perkataannya barusan, pipinya semakin memerah karena malu.
“Hah, aku? Cemburu sama Ali?“ Faras langsung tertawa untuk sesaat.
Kemudian, dia berdehem beberapa kali untuk mengusir tawanya, meski sulit sekali.
“Kenapa? Kenapa tertawa?“ Sofika menatap heran Faras.
“Untung gadis ini bodoh,” cibir Faras dalam hati, karena Sofika sama sekali tidak mengerti arti tawanya.
Ya, dia menertawakan perkataan Sofika, yang mengatakan dirinya cemburu kepada Ali.
Mana mungkin cemburu untuk gadis segendut Sofika, kalau untuk gadis cantik, langsing nan seksi, ya ada kemungkinan dirinya cemburu.
Untuk Sofika? No, no, big, big, no!
“Ya ingin tertawa saja, karena kamu sungguh imut dan lucu,” ujar Faras untuk membohongi Sofika.
Sofika tersenyum malu-malu, menurutnya saat ini Faras sedang menggodanya.
“Ih so sweet banget sih,” ujarnya dengan senyuman secerah mentari pagi yang baru terbit.
“Huh, selamat,” ucap Faras dalam hati.
Setelahnya, Faras mengantarkan Sofika pulang ke rumahnya.
Di sepanjang jalan, Faras memutar lagu romantis kesukaannya. Yang disalah artikan Sofika.
Dia pikir, Faras sengaja memutar lagu itu karena ada dia. Semakin jatuhlah hatinya untuk Faras.
“Aku belum pernah pacaran,” ucap Sofika dengan pelan dan rona merah menyemburat di wajahnya.
“Hah, lalu?“ Faras bingung mendengar perkataan Sofika.
“Ya, kamu adalah cinta pertamaku,” jawab Sofika, malu-malu. Bahkan suaranya terdengar serupa cicitan tikus di telinga Faras.
“Hah, apa?“
Cekiiiit
Saking terkejutnya, Faras sampai menghentikan mobil mendadak. Untung saja, saat ini mereka sedang melewati jalanan sepi dan sedang tak ada mobil di belakang mobilnya.
Coba saja kalau ada, bisa terjadi kecelakaan beruntun dengan Faras penyebabnya.
Mendengar pernyataan cinta gadis itu, sungguh membuatnya sangat terkejut. Terkejut luar biasa, bukan karena senang, tapi terlalu syok ditembak gadis yang sama sekali bukan kriterianya.
Serasa kejatuhan bom atom, pikir Faras.
“Ish, hati-hati. Aku masih ingin hidup, kan belum nikah sama kamu!“ pekik Sofika saking kagetnya.
Lagi-lagi, dia keceplosan.
Dan setelahnya, sungguh rasa malu yang ia rasakan.
“Kenapa kamu selalu begitu setiap di depan Faras sih!“ raung Sofika dalam hati, rasanya dia ingin sekali membersihkan isi kepalanya.
Belum reda rasa terkejutnya dari kata cinta Sofika tadi, eh sudah ditambah lagi dengan kalimat lainnya yang membuat dia syok dan semakin merasa mual.
“Maaf, tapi aku tak bisa menyembunyikan perasaan ini,” ujar Sofika sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil, menatap pohon besar yang ada tepat di samping mobil.
Susah payah, Faras menelan salivanya. Kemudian, dia berusaha menetralkan degup jantungnya yang tak beraturan akibat rasa syok tadi.
‘Kamu memang ganteng Faras, jadi pantas saja si gendut ini jatuh cinta sama kamu,’ dalam hati, Faras bergumam sambil memuji diri sendiri, dan mengatai Sofika.
“Aku tau, aku ini gendut dan bukan tipemu,” tiba-tiba saja Sofika berkata sambil menoleh ke arah Faras.
Lelaki itu sampai terkejut luar biasa, karena Sofika bisa mengetahui isi hatinya.
‘Apa dia bisa membaca isi kepalaku?’ dalam hati, Faras kembali bergumam dengan raut keheranan.
Sofika tersenyum, mata mereka saling bertemu.
Untuk sesaat, Faras sempat terpana melihat mata Sofika yang indah berwarna coklat itu, tapi hanya sesaat.
Karena, saat melihat seluruh wajahnya, dia merasa ilfil kembali. Pipi cabi, hidung kecil yang mancung dan terimpit pipinya.
Ishh, Faras memaki dirinya sendiri dalam hati, karena sempat terpesona melihat mata indah itu.
Dia akui, mata Sofika sangatlah indah dan bersinar bagaikan bintang di langit.
Lagi-lagi, dia memaki dirinya sendiri yang telah memuji mata cantik milik gadis gendut di hadapannya ini.
Faras memutus duluan tatapan matanya, dan mulai kembali melajukan mobilnya.
“Tapi, aku yakin setelah kita menikah kamu pasti akan mencintaiku,” lanjut Sofika dengan rasa percaya dirinya yang kembali naik ke level seratus persen.
Faras berusaha menahan tawanya agar tidak pecah mendengar kepedean gadis itu.
“Benarkah?“ sahut Faras, yang ingin tau alasan gadis itu begitu percaya diri.
“Karena, aku ini sebenarnya cantik. Hanya saja, kecantikanku terperangkap dalam tubuh gemuk ini,” jawab Sofika penuh percaya diri.
Dia mengingat kalau ibunya pernah berkata seperti itu.
Faras berusaha menahan diri agar tidak pecah tawanya, tapi ternyata sungguh sulit sekali rasanya.
Akhirnya, dia berusaha menahan napas selama beberapa detik.
Ngiiik
‘Sial’ rutuk Faras dalam hati, mukanya sampai merah padam karena malu.
“Bunyi apa itu?“ ceplos Sofika. Sofika tak kalah terkejutnya, lalu gadis itu tertawa terbahak-bahak.
Sofika mana bisa menahan tawa, dia selalu tertawa lepas saat bersama dengan Ali.
Mendengar tawa Sofika, sungguh Faras semakin malu.
Dia hanya merutuki dirinya sendiri, karena demi menahan tawa dan menjaga perasaan Sofika, dia sampai kentut.
Yang akhirnya, dirinyalah yang ditertawakan gadis berbadan besar itu.
Malunya luar biasa!
Kasihan Faras! Wk wk wk!