6 - Gombalan Faras

1486 Words
6-Gombalan Faras Muka Faras sampai merah padam menahan malu. “Nggak usah malu, lagian kegantenganmu tak berkurang hanya karena kentutmu itu,” dengan masih tersisa tawanya si gemuk Sofika berkata. Faras meringis malu, dengan senyuman kecut. “Maaf ya, tadi nggak sengaja,” suara Faras sangat pelan sehingga terdengar seperti cicitan tikus di got saja. “Tak masalah,” rasa cinta Sofika yang besar tak akan membuat gadis itu peduli dan jadi ilfil hanya dengan suara, maupun bau kentut Faras. Faras segera melajukan mobil kembali dengan menahan rasa malu, sebisa mungkin pria itu bersikap biasa saja dan datar. Padahal sesungguhnya, dia sampai merutuki dirinya sendiri, bahkan sampai memaki-maki diri sendiri dalam hati saking malunya. Sial! Sungguh memalukan! Teriak Faras, yang rasanya ingin menangis meraung-raung karena malu. “Tak usah malu, Ali bahkan hampir setiap hari kentut di depanku. Dia biasa aja tuh,” ujar Sofika yang menyadari, pria tampan di sampingnya itu sedang menahan malu. “Tapi, ini kali pertamaku kentut di depan orang secara langsung. Apalagi di depan perempuan,” desah Faras dengan nada prustasi, dia takut Sofika mengatakannya kepada orang lain. “Tenang aja, aku nggak akan bilang siapa-siapa kok,” sahut gadis itu dengan serius. Wah, gadis ini sepertinya benar-benar bisa membaca pikirannya! Faras semakin bergidik, dengan apa yang sedang dia pikirkan saat ini. Tanpa mengungkit tentang bunyi dan bau kentut Faras lagi, mereka pun melanjutkan perjalanan. Dengan Sofika yang terus mengoceh, sampai pria itu merasa jengah dan jengkel. “Apa perlu ya kusumpal mulutnya dengan tisu,” dalam hati, Faras terus saja misuh-misuh, karena sudah bosan seakan telinganya berdenging mendengar semua ocehan gadis bertubuh super duper montok itu. Sampailah mereka di rumah Sofika. Faras bisa bernapas lega, karena Sofika katanya mau mandi dulu. Sementara, dia bisa duduk santai di ruang tamu sambil menikmati keripik kentang yang disuguhkan gadis itu. “Keripik kentang adalah camilan favorit Fika,” suara ibu dari Sofika yang tiba-tiba sungguh mengejutkan Faras. “Uhuk, uhuk,” dengan cepat Faras meraih gelas berisi air bening dingin dan meneguknya sampai tandas. “Pantas saja tubuhnya menyaingi gajah,” dalam hati, Faras kembali mengatai Sofika. “Bu, apa kabar?“ Faras berdiri, tersenyum manis, lalu mengulurkan tangannya. Ibu Sofika menyambut senang uluran tangan calon menantu gantengnya. Tak lupa, Faras mencium punggung tangan calon mertuanya itu. Mereka pun mengobrol berbasa-basi, kemudian obrolan berubah mengarah ke perjodohan. “Bagaimana? Kamu setuju dengan perjodohan ini kan?“ tanya Ibu Sofika dengan antusias. Faras menghela napas dalam dan sangat pelan, kemudian tersenyum yang ia buat-buat. Lalu mulai mengatakan sesuatu, “iya saya setuju,” jawab Faras dengan yakin. “Alhamdulillah,” lega hati sang ibu dari gadis gemuk itu. “Tapi, anak kami banyak kekurangannya. Apa tidak masalah?“ dengan tatapan lekat, sang calon mertua bertanya. “Ekhm, ibu bilang apa sih? Sofika itu kan banyak sekali kelebihannya,” sahut Faras. ‘Salah satunya kelebihan bobot tubuh, jadi mana mungkin dia kekurangan, tentu saja kalimat ini hanya Faras katakan dalam hati, diiringi nada sinis dan penuh ejekan. “Ah, kamu sungguh baik. Tapi kelebihan apa yang kamu sadari dari diri anak itu?“ dengan seulas senyuman antusias, Ibu dari Sofika bertanya. “Kelebihan…ekhm dia itu sangatlah ceria, lembut, dan baik hati,” hampir saja Faras mengatakan kalau gadis itu kelebihan berat badan, untungnya dia keburu sadar, dan mengatakan hal lainnya. “Iya, iya. Dia memang baik sekali,” dengan mata berkaca-kaca sang calon mertua menyahuti. “Tapi, badannya yang….apa kamu tak masalah?“ dengan tatapan menyelidik, Ibu dari Sofika bertanya. “Tak masalah, lagian saya bosan melihat gadis bertubuh rata seperti papan triplek. Lebih suka yang bertubuh gempal, kelihatan seksi gitu, hehehe.“ Faras meringis dalam hati dengan kebohongannya itu. Tentu saja dia suka gadis semok dan langsing, dengan wajah cantik. Siapa yang enggak mau sama gadis seperti itu! “Syukurlah,” dengan rasa bahagia sang calon mertua berkata. Tanpa mereka sadari, sejak tadi Sofika menguping. Tadinya hendak menghampiri, tapi tidak jadi. Karena ingin mendengar perkataan yang akan dikatakan oleh calon suami idamannya. Seketika hatinya serasa terbang, melayang dan begitu bahagia sekali. “Ah so sweet banget sih! Aku semakin jatuh cinta sama kamu,” dengan memeluk dirinya sendiri dan senyuman lebar, Sofika berkata. Obrolan antara Faras dan Ibu Sofika diakhiri dengan permintaan untuk Faras. “Nanti malam datang ya, kita harus membicarakan tentang tanggal pernikahan,” itu yang dikatakan ibu dari Sofika. Yang tentu saja membuat Faras terkejut, karena secepat ini. “Tentu,” dengan senyuman terpaksa, Faras menjawab dan menyetujui. Saat Faras sudah sampai ke mobilnya, Sofika menghampiri dengan setengah berlari. “Aduh maaf ya, tadi mandinya lama,” bohong Sofika, padahal sejak tadi dia menguping, dan terlalu bahagia setelah mendengar perkataan Faras kepada ibunya. Jadilah dia, hanya senyam-senyum sendiri, sampai sang asisten rumah tangga yang menegurnya dan mengatakan kalau Faras akan pulang. Dengan pontang panting, tubuh gemuknya diajak berlari, sampai keringatan dan napasnya ngos ngosan, demi untuk mengejar Faras. Faras mengerutkan dahi. “Tapi kamu seperti belum mandi?“ bukan tanpa alasan bertanya seperti itu, gadis ini masih memakai baju yang sama, dandanan yang sama, ditambah basah dengan keringat pula. Eh, hehehe. Sofika menggaruk pipinya malu, soalnya karena menguping, dia tidak jadi mandinya. “Duh malunya ketahuan bohong,” gumamnya dalam hati. “Enggak apa kok, kamu masih cantik,” gombal Faras, yang sebenarnya merasa ingin muntah. Kalau tidak mengingat perusahaannya yang terancam gulung tikar, mana mau dia dijodohkan apalagi sampai menikah dengan gadis yang jauh dari kriterianya ini. Dan sekarang terpaksa menggombal, sungguh mukanya seakan sudah terbang ke angkasa saat ini. Mendengar gombalan Faras, bibir Sofika tersenyum malu-malu dengan rasa bahagia memenuhi relung hatinya. “Aku memang secantik itu, syukurlah kalau kamu sadar,” bukannya berkata dengan malu-malu, eh Sofika malah narsis. Sungguh tidak sesuai dengan bibir dan raut wajahnya yang menunjukkan raut malu-malu. Faras sampai ternganga mulutnya, sungguh wanita ini ajaib. Wanita cantik saja tidak senarsis ini saat dipuji cantik, mereka akan tersenyum senang, tapi mengatakan ‘aku biasa aja, atau kamu bisa aja,’ tapi gadis ini sungguh menggelikan, pikirnya. “Hehehe, aku suka dengan tingkat kepercayaan dirimu ini,” dengan penuh nada sindiran sebenarnya Faras berkata. Tapi, pendengaran Sofika hanya fokus pada kata ‘aku suka’. Jadilah dia menanamkan dalam hatinya, bahwa Faras menyukai dirinya. Ya, Faras menyukainya. Menyukai dirinya, dan hal itu sungguh membuat bahagia hati Sofika. “Aku juga menyukaimu, kamu cinta pertamaku, aku sangat tak sabar ingin menjadi istrimu,” dengan semburat merah di wajahnya Sofika berkata. Mata indahnya berbinar tulus, yang mampu menghipnotis pria tampan sempurna itu, hingga menatapnya cukup lama dengan penuh keterpesonaan. Sayangnya, lagi-lagi dia kembali ilfil setelah melihat seluruh wajah apalagi tubuh sang calon istri. Sial sekali aku! Rutuknya dalam hati. Kemudian, Faras pamit dengan membawa hatinya yang tak karuan. “Apa benar, aku akan menjadi suaminya,” dengan mengusap wajahnya beberapa kali, dia bergumam. Beberapa hari kemudian, Faras dan keluarganya datang ke rumah Sofika untuk membicarakan tentang pernikahan. Dan ditentukanlah hari sakral itu. Hari yang membuat Sofika dan Faras melepas masa lajangnya. Hari yang akan membuat Faras begitu merasa berduka dan tak percaya dengan nasib yang dianggapnya buruk. Sementara, hari yang dianggap sebuah keberuntungan dan kebahagiaan untuk Sofika. Malam ini, adalah malam sebelum hari yang akan mengubah hidup mereka. Sofika sengaja menghubungi Faras hanya untuk memastikan sesuatu. “Halo,” terdengar suara Faras menyapa, setelah selama seminggu mereka menjalani ritual pingitan, yang begitu membuat Sofika menderita, karena harus menahan rindu tak melihat si tampan Faras. “Kenapa suaramu lemas begitu? Ah aku tau, kamu pasti sangat merindukanku bukan?“ Pikir Sofika, suara lemah itu di dapat dari rasa rindu pria itu untuk dirinya. Ya, sama halnya dengan dirinya, Faras pun pasti sangat merindukan dan ingin bertemu. Rasa cinta Sofika semakin membara kepada Faras. Sementara itu, di rumahnya, Faras menahan tawa mendengar perkataan gadis itu. Enak saja, dia lemas bukan karena rindu. Tapi, karena menyesali nasib yang dianggapnya buruk itu. “Apa kamu merindukanku? Sama seperti aku merindukanmu?“ suara Sofika begitu lembut dan merdu, andai belum bertemu orangnya, Faras pasti akan tertipu dan menganggap pemilik suara itu gadis yang sangat cantik. Sofika menunggu jawaban Faras dengan hati berdebar keras. Tangannya menggenggam erat ponsel, dengan telapak tangan yang sudah basah oleh keringat. Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya terdengar jawaban dari Faras. Jawaban yang diinginkan oleh Sofika. “Iya,” singkat, padat dan jelas, Faras berkata. Tentu saja sebuah jawaban yang penuh kebohongan. Tentu saja tak ada rindu apa pun untuk calon istri yang tidak dia inginkan sama sekali. Eh ralat, dia menginginkan Sofika, ya hanya ingin uang orang tuanya saja. Untuk tambahan modal usaha, agar bisnisnya tidak bangkrut. Tapi, tentu saja dia tidak menyukai gadis itu. Menikahinya seolah mendapatkan musibah, itu menurutnya. Sofika tersenyum lebar di rumahnya, bahagia, sangat bahagia rasanya. “Apa kamu tidak akan menyesal menikah denganku?“ lagi-lagi hati Sofika berdebar keras menunggu jawaban Faras. Kali ini Faras menjawab dengan cepat. ‘Tentu saja aku menyesal! Aku bahkan merasa musibah! Kamu bukan tipeku! Sudah kita tidak usah menikah saja!’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD