Hana tak tega meninggalkan hani sendiri. Dia akhirnya memutuskan mengizinkan hani untuk ikut kerja sip malam di sebuah restoran.
"Dek, kamu gak akan ke siangan besok?" tanya hana yang masih ragu mengajak hani.
Hani sedang mengemasi beberapa barang. Dia membawa beberapa buku pelajaran yang dia masukan kedalam tas gendong berwarna hitamnya.
"Enggak kak. Hani janji."
Hana akhirnya membiatkan hani ikut. Mereka mencari angkutan umum menuju restoran tempat kerja hana malam ini. Mereka naik bus umum.
"Kakak, cariin tempat buat bermalam didekat tempat kerja mau?" tanya hana yang kini sudah didalam bus. Dia melirik adiknya yang sesekali membaca buku diperjalanan.
Hani melirik kakaknya. Dia mengakhiri membaca bukunya. "Gak usah kak." hani menggelang, hani tau kalau seperti itu, uangnya sayang, nanti kepakai, mending buat yang lain.
"Hani gak apa-apa kak."
"Ya udah, nanti kakak pikirin di restoran." kata hana mengakhiri pembicaraan.
Butuh beberapa menit untuk sampai ke restoran tempat hana bekerja. Mungkin sekitat setengah jam kalau jalanan lancar tanpa macet. Setelah lama didalam bus, duduk dengan kesibukan masing-masing, hani yang membaca bukunya dan hana yang diam-diam memperhatikan hani. Hana senyum-senyum melihat adiknya yang sangat serius membaca buku.
Bus mereka sampai tak jauh dari restoran. Hana membayar beberapa lembar uang pada supirnya. Dia menggandeng hani untuk selalu ada didekatnya, mereka turun dari bus bersama.
Sebuah restoran dengan interior barat yang sangat indah. Dengan banyaknya pelanggan yang memenuhi kursi-kursi didalam. Hana menarik hani untuk ikut dengannya, masuk lewat pintu belakang.
"Wow, restorannya keren ya kak. Kakak kan dulu pengen punya restoran sendiri." kata hani tak sengaja mengingat impian kakaknya yang jago masak dan membuat menu-menu makanan baru. Hana hanya tersenyum.
Apalah arti mimpi tinggi jika dia tak punya uang untuk mewujudkanya. Biar mimpinya tak dapat dia raih asal mimpi sang adik juga tak boleh menjadi seperti mimpinya. Tak tercapai. Hana bertekad untuk membuat hidup adiknya jauh lebih baik dari dia dan mimpinya terwujud.
"Yuk masukk.." kata hana menarik hani yang berdiri terpaku melihat restoran yang sangat megah itu.
Hana dan hani masuk kedalam restoran. Mereka ada dibagian belakang restoran, ada di dapur restoran. Hana menggunakan pakaian pelayannya lalu dia meminta hani untuk tinggal ditempat istirahat pelayan dan tidur disana kalau dia mengantuk.
"Jangan kemana-mana. Jangan ngerepotin kakak ya? Jangan bikin masalah." kata hana pada hani. Hani suka sekali mencaritahu hal-hal baru. Entah apa saja. Hani bisa hilang kendali kalau ingin mengetahui atau mempelajari hal-hal baru. Hana takut tiba-tiba hani keliling atau yang lain tanpa izin orang-orang di dapur.
"Iya kak. Hani ada banyak tugas. Nanti kalau capek hani bakalan tidur aja." kata hani yang sudah memilih tempat istirahat disebuah sudut dan mengeluarkan buku dan bolpoinnya.
"Sip."
Hana mengacungkan jempolnya. Dia bisa meninggalkan hani di ruang istirahat karyawan. Tadinya hana nanti ingin meminta izin pada kepala pelayan tapi ketika sampai diluar, di area restoran, banyak orderan dan semua orang sibuk. Hana juga tak punya kesempatan untuk berbicara pada kepala pelayan.
"Na, bawa ini ke meja 8 ya." kata kepala pelayannya.
"Iya pak."
Hana tak sempat mengatakannya. Dia harus bergegas membawakan pesanan pelanggan, kalau tidak dia bisa kena marah, diprotes pelanggan atau paling fatal dipecat. Hana tak mau itu terjadi, dia butuh uang banyak untuk masa depan hani. Hana langsung mengantar pesanannya kepelanggan.
"Ini silakan nona tuann.." kata hana menaruh satu persatu pesanan dimeja itu.
Seorang laki-laki tampan, dengan setelan jas dan tuxedo yang tapi. Parasnya sangat sempurna, dari sudut mana pun dilihat sangat menawan. Seperti seorang pangeran dari sebuah kerajaan. Hana dapat menebak, pasti pikirannya benar. Seorang pangeran dari keluarga kaya tentunya.
Hana tak perduli. Itu bukan urusannya. Tapi hana baru sadar, ketika dia melihat disisi lainnya, didepan laki-laki itu, sang wanitanya juga sangat cantik, bak seorang putri. Hana kagum, keduanya memang sangat cocok.
"Permisi." kata hana pamit undur diri dari meja pemesannya. Mereka hanya mengangguk dengan anggun.
"Ahh.. Benar-benar pasangan yang sangat cocok. Cantik dan tampan." puji hana yang bahkan sudah jauh dari meja itu. Hana kembali menerima pesanan untuk dia antar ke meja yang lain.
-
"Kamu tau, i really love you. And then, will you marry me, airin?" pinta laki-laki yang dimeja delapan. Dia mengeluarkan sebuah kotak merah berbentuk hati yang sudah terbuka. Disana terlihat sebuah cicin emas yang mengkilat dengan berlian cantik ditengahnya. Dia melamar gadinya yang dipanggil airin.
Wanita didepannya tersenyum simpul. Dia tereksan, lamaran yang romantis dan klasik, dia suka. Dengan tangan kanan yang dipegang laki-lakinya.
"I will.." kata sang wanita itu pada kekasihnya.
Laki-lakinya sudah sangat senang. Tapi ucapan wanitanya itu belum selesai. Namanya vino, anak sulung keluarga pratama yang terkenal dengan usaha batu bara, properti dan minyak, dimana-mana. Belum toko mobil, motor yang cabangnya dimana-mana. Sangat kaya, sultan.
Vino sangat antusias dan senang mendengar jawaban dari airin. Dia segera mengambil cincinnya dan akan memasangkannya pada jari manis airin. Tapi airin menarik tangannya dari pegangan vino. Vino terkejut, kenapa?
"Ada masalah? You will marry with me, right?" tanya vino sekali lagi.
"I will, but... Vin. Sorry." airin melepaskan tangannya dan menaruh tangan Vino diatas meja.
"Kamu tau impian aku sebelum menikah kan? Aku mau jadi model international vin. Model majalah yang terkenal. Itu impian aku."
"Terus?" vino sama sekali tak tau apa masalahnya dengan dia melamar.
"Aku gak bisa nikah dulu sama kamu. Kamu mau nunggu aku sampai aku siap nikah sama kamu?" tanya airin yang kini menyentuh punggung tangan vino yang masih diatas meja.
Vino tak percaya? Selama hampir delapan tahun lebih mereka pacaran dan sekarang ketika dia melamar, artinya airin menolaknya kan?
"Sampai kapan?" tanya vino tak yakin. Memulai modeling diluar itu tak mudah dan butuh waktu lama.
"I don't know." airin menggeleng. Vino sudah tau.
"Kamu gak bisa nikah sama aku dulu baru kita bisa wujudtin mimpi kamu sama-sama. Aku janji akan menemani kamu." kata vino kembali menyentuh tangan airin. Dia ingin meyakinkan airin.
"Gak bisa." airin kembali melepaskan genggaman Vino.
"Aku mau aku sukses sebelum aku menikah. Aku mau puas-puasin dulu vin sama diri aku. Kalau aku nikah sama kamu, kita berhubungan. Aku hamil gimana? Badan aku bisa rusak vin?"
"Ok."
Vino menyerah. Dia benci perdebatan ditempat umum. Terutama restoran yang ramai. No! Vino gak akan menentang keinginan kekasihnya. Tak akan melarang. Vino hanya meminta kekasihnya untuk lebih memahami dirinya. Tapi sepertinya airin masih sangat egois dan vino juga sama.
"Kalau kamu mau nungguin aku, silakan. Tapi kalau kamu gak bisa, kabarin kalau kamu nikah ya?" kata airin pergi meninggalkan vino sendirian di restoran.