BAB 7. Semua tentang badan Hanna

1250 Words
Kalau Vino sedang kesal dan marah, atau bahkan sedih, hanya satu, dia butuh seseorang memeluknya. Vino tak perduli siapa saya yang ada di dekatnya, terlebih didepannya adalah pelayan, yang kalau sudah di dalam restoran dia, itu artinya pelayan itu milik dia. Anehnya ketika manager memanggil Hanna, Vino terkejut dengan bau parfum Hanna. Parfum dari tubuhnya mirip sekali dengan parfum yang mendiang mamanya kenakan dulu. Ditambah itu. Vino sangat suka bau parfum mamanya. Merasa ada mamanya didepan dia. Greb... Ketika akan mengobati Vino, ditariklah Hanna kepelukannya. Vino memeluk Hanna yang berdiri didepannya dengan begitu saja. Hah? Mata Hanna membelalak. Jujur dia tak pernah pacaran, tak pernah dekat dengan seorang laki-laki. Karena dia sibuk memberikan semua perhatiannya dan fokusnya dia untuk Hanny. Dan rasanya Hanna dipeluk Vino secara tiba-tiba. Jantung Hanna berdebat kencang. Hanna tak bisa mengontrol debaran jantungnya. Hampir meledak dan copot dirasa tuh jantung hanna. “tunggu sebentar. Biarkan sebentar seperti ini.” Katanya. Hanna hanya menelan ludahnya dengan susah payah dan mengangguk. Sebenarnya itu. Hampir dua jam ada kali. Sampai akhirnya Vino melepaskan Hanna. Dia kembali memberikan tangannya yang berdarah. “Tolong obati saya.” Katanya kepada Hanna. “Iya.” Hanna segera mewaraskan diri setelah pelukan yang membuatnya hampir tak waras itu. Hanna kembali membuka kotak obatnya. Dia mengobati luka ditelapak tangan Vino dengan perlahan. Vino sesekali meringis kesakitan. Hanna tak tega juga melihat bosnya, pemilik restoran itu kesakitan. Hanna meniupnya perlahan. Vino hanya diam dan berkomentar apapun. Dia bahkan mentapa Hanna. Semua yang ada pada Hanna, sejauh ini mengingatkan vino dengan sang mama. Dari mulai parfumnya sampai dengan cara mengobati lukanya. Hanna meniup-niup dengan lembut luka Vino. Persis dengan mama ya dulu. Masih terngiang dikepala Vino. Ingatan dia dengan sang mama. Ketika dia berlajar baik sepeda dan jatuh. Lututnya terluka dan berdarah. Mamanya persis sekali ketika mengobati lukanya dengan Hanna ketika ini sedang mengobati lukanya juga. Hanna sudah selesai mengobati luka Vino. Vino yang mengetahui itu langsung menarik tangannya dan pergi. “huh.” “gilak tadi. Jantung aku.” Antara takut salah, melakukan satu kesalah kecil saja di depan Vino dan antara gugup dipeluk. Hanna akhirnya lega walau orang kaya itu sedikit menyebalkan. Tak mengatakan terimakasih. “Hah. Hanna.” “Untung ada kamu.” Managet itu kembali. Dia sejak tadi mengawasi dari jauh. Setelah selesai dia mendekati Hanna lagi. Menepuk pundak Hanna untuk memuji kerja kerasnya malam ini, menghadapi taun Vino. “makasih ya.” “Nanti kalau sudah tuan Vino transfer uangnya. Akan saya transfer ke kamu.” Kata sang manager kepada Hanna. “Sekarang kamu boleh pulang sama adik kamu sana. Bangunin dia.” “iya pak. Saya juga makasih ya pak. Permisi.” Hanna pamit pada sang manager. Dia. Kebelakang lagi, ke ruang ganti karyawan, dimana Hanny ada disana dan masih tidur di sana. Hanna kembali mencoba membangunkan Hanny. “Sayang bangun. Pulang yuk.” Kata Hanna membisikkannya ditelinga Hanny. “Sayang, dek. Kita pulang yuk. Tidur di rumah.” Hanna mengusap kepala adiknya dan mengecup kening sang adik. “iya kak.” Hanny akhirnya bangun. “pulang yuk. Kita tidur di rumah.” Kata Hanna kepada Hanny. “kak, Hanny takut sama bapak. Hanny gak mau pulang kak.” Ujar Hanny masih saja ketakutan. “gak apa-apa. Kan ada kakak. Selama kamu sama kakak, kakak janji akan melindungi kamu. Mulai sekarang, kalau kakak gak di rumah, kamu jangan pulang dulu Main di rumah teman kamu atau kamu ke tempat kerja kakak saja. Ya, kita pulang.” Hanny percaya dengan kakaknya. Dia pasti akan melindungi dirinya. Hanny pun menggenggam tangan kakaknya erat-erat. Mereka pulang naik bus menuju ke rumah. Sepanjang jalan Hanny tak henti bersandar dan memeluk kakaknya. Hanna tau, sepertinya Hanny masih takut ke rumah. Tak lama mereka sampai didekat jalan menuju rumahnya. Keduanya turun di halte itu dan mereka masih harus berjalan masuk, ke rumahnya yang ada dijalan sempit, didalam gank. Hanna membuka pintu rumahnya perlahan. Dia sendiri juga sebenarnya sangat takut. Tapi tak mau menunjukkan itu depan Hanny. Rumah sepi. Bapak mereka sudah tidur sepertinya. Hanna dan Hanny berjalan masuk kedalam rumah. Ketika akan ke kamar mereka, kamarnya sebelahan dengan kamar sang bapak. Hanna lega, pintunya terbuka lebar dan bapaknya sepertinya tak ada di rumah setelah dia beri uang banyak. Mereka lebih tenang kalau bapak mereka gak ada di rumah. “Tidur sayang. Tenang saja bapak gak ada di rumah.” Kata Hanna dengan Hanny. “iya kak.” Hanny memang sudah sangat lelah. Badannya juga sakit-sakit karena dipukuli sang bapak. Tapi Hanny tak mengeluh kepada Hanna. Dia tak mau membuat kakaknya susah lagi. Hanny hanny hanya menidurkan dirinya. Hanna mengunci pintunya dan tidur dengan nyaman disana. Memeluk hanny-nya yang sangat menyedihkan. Hanna menangis sendiri ketika melihat sang adik yang babak belur ditampar bapaknya sendiri. Kenapa mereka punya banyak kandung seperti itu. Tega sekali. Walau pun Hanny penyebab mamanya meninggal. Tapi itu juga bukan semua salah Hanny. Tuhan saja sudah menulis takdir mamanya meninggal dengan cara seperti itu, ketika setelah melahirkan Hanny. Kadang juga Hanna marah kepada Tuhan. Maksudnya, kenapa alasannya itu harus Hanny. Jadi dia dibenci bapaknya kan. Dari kecil sampai dewasa. Hanna kasihan kepada Hanny. Dia berusaha keras hanya untuk membuat hidup Hanny bahagia, penuh kasih sayang dari dia. Walau pun dia juga butuh kasih sayang juga. Entah dari siapa? Tak ada! Kecualia teman-teman kerja. Hanna sama sekali tak ada waktu untuk kencan dengan cowok. *** ** * Hari sudah pagi. Hanna seperti biasa bangun lebih dulu dan akan mandi. Hanna membuka pintunya perlahan. Hanna memeriksa kamar bapaknya. Bapaknya belum pulang. Kali ini Hanna memutuskan untuk tidak memasak. Untuk menghindari bapaknya yang kapan pun bisa segera pulang. Dia akan sarapan diluar dengan Hanny. Hanny baru saja mandi. Sampai bapaknya tiba-tiba pulang. Bapaknya tak sengaja melihat rambut basah anaknya. Pulang dengan keadaan mabuk. Pak Toni tergoda sekali melihat Hanna yang cantik. Hanna juga cantik. “hai sayang, anak bapak. Baru mandi ya?” kata pak Toni menyapa Hanna. Hanna ingin membuatkan s**u untuk Hanny. Dia di dapur. Hanna kaget mendengar suara bapaknya sudah dibelakang dia. “pak. Bapak kok sudah pulanga?” tanya Hanna kepada sang bapak. Dia sedikit takut melihat tatapan bapaknya. “susunya enak. Bapak juga mau itu.” Pak Toni tak menjawab. Dia malah melihat ke tempat lain. Ke gelas s**u hanny. “Bapak mau. Hanna bikin satu ya.” Kata Hanna masih berusaha tenang. “punya kamu aja dua.” HAH? Hanna sudah tahu larinya kemana kalau seperti ini. Hanna lebih memilih tak melayani bapaknya lebih lanjut. Dia juga memilih meninggalkan gelas s**u untuk Hanny dan bergegas kembali ke kamar. Menghindari bapaknya. Tapi- “mau kemana anak bapak yang cantik.” Pak Toni dengan kurang ajarnya, menahan tangan Hanna dan menarik Hanna dalam pelukannya. Hanna mencoba meronta sekuat dia. Mencoba melepaskan diri dari pelukan gila bapaknya. Cup! Bapaknya bahkan mengecup pipinya tiba-tiba. Hanna tak habis pikir bapaknya melakukan ini. Pak Toni semakin memeluk Hanna dengan erat. “Pak, jangan macan-macam.” “jangan aneh-aneh pak.” “Aku anak bapak.” “gak apa-apa dong. Malahan gratis kalau mau naikin kamu. Gak mahal yang cewek-cewek malam di luaran sana. Jadi uang bapak utuh. Ngirit.” Hanna menggigit tangan bapaknya dan berlari darinya. Tapi pak Toni berusaha mengejar. Kali ini bahkan menarik paksa Hanna, membopong Hanna masuk ke kamarnya. “HANNY!” Hanna berusaha berteriak kencang. Dia tak cukup kuat untuk melawan bapaknya sendiri. Hanna berharap Hanny bangun dan dengar teriakannya. “HANNY!” Hanna berteriak berkali-kali. Didalam kamar bapaknya, Hanna mencoba untuk menahan sang bapak yang hampir menidurinya. Bahkan gilanya dia mau melepaskan celananya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD