BAB 11. Ciuman pertama Vino dan Hanna

1364 Words
“Makan malam di sini ya nanti?” tanya Sinta kepada Hanna. Hanna melirik Vino, bagaimana dia bisa makan malam enak di sini. Sementara adiknya ada di rumah sendirian nanti, Hanny itu penakut kalau di rumah sendiri. Tak ada juga yang memasak untuk dia. Hanna menatap Vino, seakan protes untuk kali ini. “Iya ma.” Ujar Vino malah menjawabkan untuk Hanna. “Maaf ma, tapi aku ada adik di rumah. Aku gak bisa makan malam di sini. Nanti dia gak ada yang nemenin, sama masakin makan malam.” Hanna nekat. Demi Hanny. Dia bisa melakukan apapun. “Aku jemput Hanny di rumah. Aku ajak dia makan sama-sama di sini. Selesai kan.” Kalau itu lebih baik. Hanna lebih tenang. Sinta dan Donita juga setuju dengan ide Vino, Tama juga, jadi mereka bisa lebih mengenal kekasih Vino itu. Vino akan pergi untuk menjemput Hanny yang harusnya sudah pulang sekolah. Tapi hanna menahan tangan Vino. “manis banget gini. Kenapa gak dari dulu sih Vin.” Sinta yang baper melihat keduanya. “kenapa?” tanya Vino berbalik kembali dan menatap Hanna. Suara Tuan Vino, entah kenapa detik itu sangat manis kepada Hanna. “Aku ikut jemput Hanny. Nanti dia bingung kalau tidak dijelaskan.” Hanna seakan memberikan kode yang lain untuk Vino. “Aku yang jelaskan nanti.” kata Vino kepada Hanna. Vino melepaskan perlahan tangan Hanna yang menggenggam tangannya. “iya sayang. Kamu kan lagi hamil juga. Jadi jangan capek-capek bolak-balik. Bahaya buat kandungan kamu yang masih muda. Biar Vino saja yang jemput adik kamu.” ujar sinta kepada Hanna. Sinta suka sekali mengusap perut Hanna. Bahkan sekarang Sinta sesekali mengusapnya. Donita juga sesekali tadi. Hanna yang risih sendiri. Hanna tak bisa berkutat lagi. Dia pun hanya mengangguk memenuhi permintaan mama dan adiknya Vino itu. Hanna tak habis pikir kenapa dia bisa terjebak dengan keadaan seperti ini, berbohong kalau dia hamil anak Vino, padahal tidak. Vino naik mobil sendiri, dia ke sekolah Hanny, Hanny sudah keluar dari sekolah, sudah waktunya jam pulang. Biasanya dia akan menunggu angkot, bus atau ojek, dia bahkan sudah di depan, baru keluar dari gerbang sekolah. Memikirkan mau naik apa. Ada mobil yang berhenti tepat di depannya. Ketika si pemilik mobil membuka pintunya. Hanny kaget melihat dia. Bagaimana pun Hanny yang hampir dua tahun ini tak melihat Vino, Hanny masih ingat benar wajah tampan Vino. “masuk ke mobil.” kata Vino kepada Hanny. “Hah?” Hannya loading otaknya. Dia gak salah dengar “Masuk, saya ceritakan. Ini tentang saya sama kakak kamu dan bayi yang dia kandung.” “Hah?” Hanny makin bingung dibuat Vino. Dia pun masuk ke dalam mobil Vino, hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hanny membuka pintu mobil mewah Vino itu. Duduk di dalam mobil mewah. Wah... Hanny takjub dengan isi dalamnya mobil Vino. Dia melihat-lihat mobil Vino. “pakai sabuk pengamannya. Nanti saja ceritakan sambil jalan ke rumah.” “ke rumah?” Asli hanny makin tak tau dengan maksud Vino. “Rumah siapa?” “Rumah saya. Eh, lebih tepatnya rumah papa saya deh.” Katanya meralat ucapannya sendiri. Hanny mengenakan sabuk pengaman mobilnya Vino. Vino menjalankan mobilnya kembali, pergi dari depan halaman sekolah Vino dan menuju ke rumah papanya. Hannya tak henti memandang Vino yang sedang konsen menyetir, yang diperhatikan merasa sedikit aneh dan risih. “kenapa?” tanya Vino kepada Hanny, dengan pandangan matanya yang masih konsen ke depan. Melihat ke jalanan. “Tadi katanya mau cerita soal kakak, tuan dan bayi? Maksudnya bayi apa?” “Oh iya. Jangan kaget ya, siapkan jantung kamu.” Hanny makin tak habis piki dengan bos kakaknya yang tampan dan muda ini. Kadang amarah, kadang perhatian dan ini, setengah gila kah membahas bayi, bayi siapa bayi apa? “jadi selama ini, secara diam-diam, kakak kamu dan saya dekat. Kita gak sengaja tidur bersama dan kakak kamu sekarang hamil anak saya.” “HAH!” “Duh telinga saya.” Hanny berteriak keras didalam mobil. Mana semua kaca mobil ditutup. Rasanya seperti suara Hanny yang keras menggema di dalam mobil, memeka telinga Vino. Vino meniup tangannya yang menggenggam dan menempel-nempelkan ke telinga di sisi Hanny. “Suara bisa dikecilkan gak. Dilembutkan.” Kata Vino kepada Hannya. “maaf, habisnya kan saya kaget. Gimana bisa, saya saja tidak pernah melihat tuan dengan kakak.” “memangnya kamu selalu bersama kakak kamu, dua kali dua puluh empat jam.” “Enggak sih.” “Kita mau ke rumah saya, untuk makan malam. Jadi kalau mau tanya-tanya ke kakak kamu, ketika kita sudah kembali ke rumah saja ya.” “He’em...” Setelahnya Vino menyetir dengan tenang dan nyaman. Hanny sibuk dengan pemikirannya sendiri, kok bisa kakaknya dan tuan vino. Tak lama mereka sampai di rumah mewah Vino. Hanny tak habis membuka lebar mulutnya, rumahnya sangat besar. bagi Hanny itu bisa satu kampung di rumahnya dulu mungkin. Gerbang rumah yang tinggi, lebar. Taman yang sangat luas dan jalan aspal untuk satu mobil. Gila gede banget itu untuk hanny. Vino menghentikan mobilnya tepat di depan rumahnya. Vino turun dan membukakan pintu kepada Hanny. Hanny makin terkejut dengan perlakukan Vino. Kenapa bisa seperti itu, manis sekali. Vino terbiasa melakukannya ketika bersama dengan Airin. “Keluar.” kata vino pada hanny, karena hanny tak juga turun dari mobilnya. “Iya.” Hanny bergegas menyudahi lamunannya. Dia melepaskan sabuk pengamannya dan ikut masuk dengan Vino. Hanny melangkah masuk ke rumah Vino, dia semakin takjub dengan isi di dalamnya. Vino mengajaknya masuk ke ruang tengah, dimana semua anggota keluarganya ada di sana. “kak.” Melihat ada kakaknya di sana. Hanny langsung memeluk sang kakak. Dia takut sekali kalau di tempat baru, takut dengan orang-orang yang tak dia kenal. Hanny memeluk Hanna. Donita kembali dengan biskuit dan minuman untuk Hanna. Donita itu kuliah, semester akhir. Sementara Hanny masih duduk di kelas dua SMA. “Ini adiknya kak Hanna?” tanya Donita yang duduk di sofa lain. Di samping Hanna. “Iya, namanya Hanny.” “namanya mirip ya.” Ujar sinta. Sinta mengulurkan tangannya. “Sinta, mamanya vino.” Hannya melirik Hanna, hanna meyakinkan hanny untuk berjabat tangan dengan Sinta. Hanny pun menjabat tangan Sinta. Lalu Donita juga memperkenalkan diri. Tama datang, dia memberikan ponselnya kepada Vino. Vino bingung menatapnya. “Klient papa. Gara-gara rumor kamu kan. Jelasin sendiri sekalian undang mereka.” kata tama pada Vino. Vino tau maksud papanya. “Halo, iya saya Vino....” Vino menjauh dari sana dan mengangkat telfonnya. Tama duduk dan ikut bergabung dengan Hanna. Tama juga memperkenalkan dirinya kepada Hanny. “papa kalian pengusaha apa?” tanya tama kepada Hanna. Hanna bingung mau jawab apa. “Pa.” Untung Vino cepat kembali. Dia mengembalikan ponsel papanya dan tak sengaja mendengar pertanyaan sang papa kepada Hanna. “Pa, jangan kecewa. Dia bukan airin yang dari keluarga kaya.” “Dia pelayan Vino di restoran.” “Hah?” tama kaget mendengarnya. Vino menceritakan semuanya latar belakang yang sama persis dengan keluarga Hanna, ibunya meninggal, ayahnya tukang mabuk dan mukul, hanna dan hanny harus survive berdua. Vino bilang dia jatuh cinta kepada Hanna yang merupakan wanita yang sangat survive hidup, kuat. “Gak apa-apa. Papa gak masalah. Asal rumor kamu terpecahkan.” “Dari pada papa selau mencarikan kamu wanita tapi kan kamunya menolak. Papa kira kamu kan beneran.” “Enggak. Vino buktikan ini.” Vino berjalan dan berhenti dibelakang Hanna. Dia memeluk Hanna dari sofa belakang, mengusap perut Hanna dan mencium bibir hanna di depan semua orang. Cup ... Hanna terkejut mendapat kecupan itu. “Ini buktinya kan pa.” Vino mengusap perut hanna. Tama mengangguk mengerti dan tersenyum dengan tingkah anak laki-laki semata wayangnya itu. “Hih, gak usah ditunjukin juga kali ciuman bibirnya depan kita.” Kata Donita, dia hampir melempar bantal kearah Vino, yang ada dibelakang Hanna. “Eh jangan sayang, ini kalau kena kakak ipar kamu, yang lagi hamil, kamu gak sengaja melempar dengan keras, bahaya buat kakak ipar kamu sama calon keponakan kamu.” Wlee.... Vino malah menjulurkan lidah dengan puas kepada donita. Donita makin kesal melihat kakak tirinya yang menyebalkan itu. Keduanya kadang suka berkelahi, tapi juga bisa manis kok. Hanna makin pusing dengan tingkah dan sikap pemilik restoran tempat dia bekerja. Tak tau akan bagaimana kedepannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD