LET'S PLAY

1097 Words
Seorang pria tampak terlelap di ranjang sebuah apartemen. Beberapa pakaian berhamburan di lantai. “Arrghhh!!!” ringis pria itu, tidak lain adalah Benjamin. Dia menghabiskan malam yang intim bersama dengan Clarissa. Niatnya untuk kabur segera ke luar negeri, tertunda sementara akibat panggilan Clarissa. Nalurinya sebagi pria tentu saja tidak akan membuang kesempatan emas yang nyata di depan matanya. Dia tahu mungkin saja Angel sudah mengetahui kabar mengenai kelakuannya. Bekalnya sudah lebih dari cukup untuk meninggalkan negara ini. Dia sebenarnya mencintai Vanessa Angelica, siapa yang tidak bangga memiliki kekasih yang cantik dan kaya raya, tetapi sayangnya sombong dan angkuh juga termasuk di dalamnya. Benjamin harus menahan diri selama lebih dua tahun menjalin hubungan dengan Angel. “Hai,” Benjamin memeluk Clarissa dari belakang, menghirup wangi leher milik wanita itu. “Hai, kamu udah bangun,” ucap Clarissa sembari melanjutkan membuat sarapan untuk dirinya dan Benjamin. “Hmm….” “Ayo, makanannya sudah siap. Kita makan,” Clarissa melepaskan rengkuhan Benjamin dan berjalan menuju meja makan yang hanya cukup untuk dua orang. “Gimana?” tanya Clarissa meminta pendapat. “Enak, semua tentang kamu itu enak,” puji Benjamin, Clarissa mendelik. Dia tahu Benjamin menggodanya. “Oh ya, bagaimana dengan Angel?” selidik Clarissa. Sebagai wanita dia kadang tidak sadar dijadikan pembanding. “Huffft!” kesal Benjamin mendengar nama wanita itu lagi. “Dia cantik tapi menyebalkan,” ucap Benjamin tersenyum remeh. “Kok kamu bisa tahan sih.” “Ya, soalnya gak ada pilihan lain,” jawab Benjamin merendahkan sosok Angel. Setelah sarapan, Benjamin bergegas membersihkan diri. Kopernya bahkan sudah siap untuk menemaninya menempuh perjalan jauh. “Kamu beneran akan ke luar negeri?” tanay Clarissa. “Iya. Tunggu kabar dariku. Kamu nyusul ya?” tawarn Benjamin. “Beneran?” tanya Clarissa dan Benjamin mengangguk sembari mencium kening Clarissa. Dia merasa nyaman bersama Clarissa, padahal mereka baru mengenal selama seminggu lebih. Tentu saja bermain belakang Angel. “Aku pamit ya. Penerbanganku gak lama lagi,” Benjamin beranjak meninggalkan apartemen milik Clarissa. Tidak lupa memakai kaca mata hitam dan topi. Tepat Benjamin mendorong gagang pintu, dirinya disambut beberap pria berbadan tegap dengan pakaian seragam kecoklatan, “Selamat pagi Tuan Benjamin, kami pihak kepolisian ingin meminta kesediaan anda untuk ke kantor guna penyelidikan tindakan penipuan kepada Nona Vanessa Angelica Adiwijaya,” “s**t!!!” batin Benjamin. Benjamin tidak bisa berkutik lagi. Di kantor polisi, dia diberondong berbagai pertanyaan yang mengarah hubungannya dengan Angel, hingga ke perusahaannya yang terancam bangkrut. Jika saja dia menolak tawaran Clarisaa, dia yakin saat ini dia akan hidup bebas di luar negeri. Dia menyesali itu. Tidak lama mendengar kabar penangkapan Benjamin, Angel mendatangi kantor polisi guna sebagai saksi. Dia didampingi oleh Marcell, Papinya dan seorang pengacara. Benjamin bangkit dan ingin menyentuh tangan Angel tetapi segera ditepisnya, “An…Angel. Beb, aku gak maksud nipu kamu, aku minta maaf,” mohon Benjamin. “Tcih! Lo masih punya muka buat minta maaf sama gue,” cibir Angel. Benjamin tahu itu sia-sia. Saat tidak melakukan kesalahan saja dia harus membujuk Angel apalagi kali ini, tentu saja itu hal yang mustahil. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Benjamin. Semua tuduhan itu benar adanya. Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Benjamin menjalani persidangan, hingga hakim memutuskan hukuman enam bulan penjara dengan alasan Benjamin baru kali ini melakukan kejahatan. Benjamin juga mengaku bersalah dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Di lain pihak, Angel terdengar tidak puas mendengar putusan hakim. Dia berharap Benjamin bisa mendekam lebih lama di jeruji besi. Namun tidak ada yang bisa dilakukannya selain menerima hal itu. Terlebih lagi menurut pengacaranya hukuman ini adalah hukuman maksimal yang bisa diberikan menurut kejahatan yang dilakukan Benjamin. “Tunggu pembalasanku Vanessa Angelica…Adiwijaya,” gumam Benjamin sembari meremas jeruji besi. Dia berbual di depan hakim mengenai penyesalannya. Nyatanya dendamnya tidak akan secepat itu terhapus. Dia hanya perlu bersabar menunggu selama enam bulan hingga bebas dan memikirkan rencana untuk menghancurkan Angel dan keluarganya. *** Vanessa Angelica kembali menjalani pemotretan produk pakaian brand luar negeri. Berganti pakaian beberapa kali, dengan pose berbeda tentu saja melelahkan. Jojo dan Asri selalu sigap di samping Angel, menyediakan apa yang dibutuhkan. “Kita makan dimana?” tanya Angel melirik jam di handphone-nya. Pemotretan itu telah selesai. Angel tidak lupa berterima kasih kepada fotografer yang mengarahkannya. Tentu saja keramahan Angel ini berlaku hanya pada orang tertentu. “Di restoran baru dibuka kemarin. Kata orang-orang yang berkunjung ke sana makanannya enak,” usul Jojo. “Oh ya?” Jojo mengangguk, Angel bangkit dari duduknya,“Boleh juga. Kita kesana sekarang” Jojo dan Asri kompak mengangguk kemudian mengekori Angel. Setelah berkendara selama 15 menit. Mereka tiba di sebuah restoran mewah, terlihat dari luar saja sudah menampilkan sisi kemewahan, begitu masuk ke dalam desain interior bertema klasik menyambut mereka. “Selamat siang,” sapa seorang pelayan menghampiri Angel. “Siang,” jawab Angel singkat sembari menelisik restoran. “Baiklah Nona, saya akan merekomendasikan anda tempat duduk dengan view yang paling bagus di restoran ini,” pelayan itu mengarahkan tangannya di sebuah meja tepat di tengah ruangan. Mungkin saja pelayan itu menebak bahwa Angel adalah orang yang sangat suka menjadi pusat perhatian. “Oh tentu saja.” Beberapa lama melihat buku menu, berdasarkan saran pelayan, Angel, Jojo dan Asri memutuskan memesan makanan yang berbeda. Asri mengerjapkan matanya berkali-kali melihat harga dari makanan yang tertera di buku menu. Jojo bahkan harus menyikut lengan Asri yang melongo. Berbeda dengan Angel yang tampak biasa saja. Selain tempat yang nyaman, penyajian mereka juga cukup bagus. Angel bahkan tidak menunggu telalu lama untuk menikmati hidangan makan siangnya. Angel tidak menyadari, di ujung sana seorang pria mengamati gerak geriknya. Sesekali tersenyum tipis melihat wanita cantik yang jarang menampilkan wajah tersenyumnya. Sebagai pria rasa penasarannya terusik. “Bill!” teriak Jojo setelah menghabiskan hidangan mereka, harga sesuai dengan rasa. Jojo patut bangga akan rekomendasi makan siang mereka kali ini. Pelayan datang menghampiri mereka, “Maaf pesanan anda sudah dibayarkan pak,” ucap pelayan itu, Jojo menghela napas saat orang memanggilnya ‘pak’, merasa tidak terima. “Siapa?” kali ini Angel yang bertanya penasaran. “Tuan Adrian Tanuwijaya,” tunjuk pelayan itu ke meja depan Angel. Pria itu tersenyum manis dan mengangkat gelasnya tinggi, seolah mengajak Angel untuk minum bersama. “Angel, jangan mau tergoda. Dia itu Adrian Tanuwijaya, terkenal playboy, dia buaya tulen,” bisik Jojo yang sempat mendengar rekam jejak Adrian Tanuwijaya, pengusaha papan atas tetapi juga penjaja cinta. “Oh ya?” Jojo mengangguk sedangkan Angel tersenyum ke arah Adrian, “Jika dia buaya, gue yang akan jadi penangkaran buaya,” ucapnya sembari beranjak pergi menuju meja Adrian. Aku tidak sabar menikmati permainan yang menyenangkan ini, batin Angel.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD