Dret…dret…dret…
Panggilan di ponsel Angel berbunyi, mengganggu tidur lelapnya
“Halo…” Angel mengangkat panggilan itu dengan suara serak, matanya masih setengah terpejam.
“Cyin, gue punya kabar buruk,” Angel tahu suara siapa di balik panggilan itu. Jojo asistennya. Pria gemulai yang selalu menemani aktivitasnya kemana pun.
“Apa sih. Pagi-pagi tuh ngasih kabar baik,” tegur Angel.
“Lo kena tipu Benjamin! Dia manfaatin lo. Tagihan kartu kredit lo bahkan membengkak tiga kali lipat, siapa lagi yang gunain selain Benjamin,” jelaskan Jojo.
“What!?” Angel yang berbaring sontak terbangun, mendengar informasi dari Jojo. “Dimana lo? gue butuh penjelasan lebih dari ini.”
“Gue akan ke apartemen lo cyin.”
“Oke gue tunggu,” Angel menganggukan kepala beberapa kali.
Tepat setelah Angel mandi dan berpakaian, Jojo dan asistennya Asri tiba di Apartemen milik Angel. Kedua orang ini mempunyai kesabaran di luar batas. Mereka sangat maklum dengan sikap Angel yang semaunya, angkuh, sombong dan juga pemarah. Keinginannya harus segera diwujudkan, jika tidak nama ‘Angel’ yang tersematkan untuknya akan berubah menjadi ‘devil’, benar-benar menakutkan.
Namun ketika ditanya mengapa mereka bertahan hingga kini, tentu saja alasan uang. Angel membayar mereka dengan harga setimpal. Jika mereka bisa mengambil hati Angel, keduanya akan mendapatkan bonus yang tidak segan-segan dikeluarkan oleh Angel.
Bagi Vanessa Angelica, kemewahan adalah hal biasa baginya. Orang tuanya kaya raya bahkan dirinya juga menghasilkan banyak uang dari membintangi brand lokal maupun internasional.
“Jadi bener yang gue denger tadi,” ucap Angel dan Jojo mengangguk bibirnya takut. Dia khawatir Angel murka. Mereka sudah saling melirik dan meremas tangannya. Mereka tahu ada yang tidak beres dari kelakuan Benjamin yang terkesan ‘palsu’ tetapi apakah mereka akan diberi kesempatan bicara oleh Angel, tentu saja tidak.
Kepala Angel berdenyut, melihat semua informasi yang diberikan Jojo. Selama ini pemberian Benjamin berasal dari kartu kredit miliknya. Dia bahkan melupakan kartu kredit yang pernah dipinjamkannya kepada Benjamin saat pria itu beralasan melupakan dompet miliknya. Belum lagi Benjamin menggunakan nama Angel untuk menjalin kerja sama demi membantu perusahaannya yang terancam bangkrut. Dia hanya tau latar belakang Benjamin sebagai pengusaha kerajinan lokal Bali dan mengimpornya ke luar negeri.
“Brengsekkk!!!” umpat Angel. Dia memijat pelipisnya kemudian tertawa remeh lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri yang begitu bodoh terjebak bujuk rayu Benjamin. Tidak tahukah Benjamin, bahwa dia salah berurusan dengan orang saat ini. Tawa Angel juga dinilai oleh Jojo dan Asri sebagai tawa yang paling menakutkan sejauh ini.
Dret…dret…dret…
Panggilan masuk di ponsel milik Angel, tertera nama papanya di layar.
“Lo ngasih tau papa gue,” tuduh Angel Jojo dengan tatapan menyelidik. Jojo tentu saja menggeleng cepat karena merasa tidak melakukan hal yang dituduhkan Angel.
“Haloo…iy-iya pi,” jawab Angel takut-takut sembari mengigit bibirnya. Papinya selalu saja cepat mendapatkan informasi.
“Halo princess. Gimana? Kamu salah lagi kan, kali ini,” Angel tenu tahu arah pembicaraan Marcell papinya. Marcell berkali-kali mengingatkan Angel agar jangan salah memilih pria. Dia tahu papinya hanya mengawasi dari jauh namun tidak melarang. Lebih tepatnya melihat hingga Angel menemui jalan buntu kemudian sadar dan berbalik.
“Pi…” lirih Angel.
“Gak. Papi gak mungkin marah sama kamu. Tapi pria itu telalu meremehkan keluarga kita.”
“Iya Pi. Jangan biarkan dia lolos. Aku gak terima diginiin,” geram Angel.
“Pasti itu sayang. Sekarang kamu gak usah mikir yang lain. Biar papi urus,” yakinkan Marcell.
“Iya pi. Thank you. I love you so much,” balas Angel tersenyum layaknya Marcell berdiri di hadapannya.
“I love you too dear,”
“Mami?” tanya Angel.
“Gak. Mami gak tau ini. Kamu tau mamimu pasti akan panik,” dibalas helaan napas lega Angel.
“Iya Pi.”
Angel saat ini bisa sedikit tenang. Orang tuanya selalu saja membereskan semua masalahnya sedari dulu. Pernah saat di sekolah menengah pertama, dia berkelahi dan menjambak rambut teman sekelasnya. Tetapi karena kekuasaan orang tuanya, malah temannya itu yang meminta maaf kepadanya.
***
Di sebuah rumah sederhana, seorang pria yang sedang duduk menatap sebuah majalah bisnis. Tampak potret keluarga bahagia di halaman terdepan sampul majalah itu.
“Tunggu saja, kebahagiaanmu akan segera berakhir,” gumam pria itu membakar majalah itu hingga habis tak tersisa. Sorot matanya tajam dan penuh amarah.
“Woi bro! Lo mau rumah kita kebakaran,” tegur seorang pria dan segera membawa sebuah tempat untuk membersihkan kertas sisa pembakaran yang berjatuhan di lantai.
Matthew Adelio, pria berusia 27 tahun, tinggi 180 cm, pria dengan bermata abu-abu, wajahnya dipenuhi jambang. Badannya kekar dengan otot yang terbentuk sempurna. Seorang bodyguard professional dan terlatih. Tangannya bahkan telah banyak berlumuran darah demi menghabisi musuhnya. Dia akan melakukan apa pun selama dia dibayar dengan harga yang setimpal.
Sedangkan pria di sampingnya bernama Ray. Seorang hacker yang membantu Matthew saat harus memalsukan identitas atau melacak jejak seseorang. Namun satu hal yang masih sulit dipecahkan Ray, keberadaan adik Matthew. Kurangnya bukti dan juga kejadian yang terjadi bertahun-tahun lalu membuatnya sulit untuk mencari adiknya yang telah lama terpisah dengan dirinya.
Matthew dan Sheila, ditinggalkan oleh ibunya Selma demi menikahi pria kaya raya. Matthew dan Sheila kemudian harus hidup di panti asuhan. Sayangnya seorang pasangan suami istri menawarkan diri untuk mengadopsi Sheila sehingga Matthew harus berpisah dengan adiknya itu. Awalnya Matthew senang bahwa adiknya akan mempunyai kehidupan yang lebih baik tetapi nyatanya pasangan suami istri itu adalah penipu. Mereka menjual adiknya hingga Matthew kehilangan jejak.
Alasan itulah yang membuat Matthew berlatih bela diri dan senjata. Dia berharap dengan kemampuannya itu dia mampu melindungi dirinya dan mencari adiknya. Dia ingin menjadi pria kuat dan juga bisa diandalkan.
“Bro, jadi lo belom bisa melancarkan aksi lo,” tanya Ray sembari menghisap rokok. Tidak dengan Matthew, pria itu membenci asap rokok.
“Iya. Saya tidak punya akses untuk menembus pengamanan keluarga mereka,” jawab Matthew.
“Apa lo lupain aja dendam lo,” ucap Ray lagi langsung dibalas sorot tajam Matthew. Ray meneguk ludahnya takut, dia yakin telah salah ucap. Dia kemudian meringis membuat Matthew menggeleng dengan tingkah sahabatnya itu.
“Iy-iya maksud gue. Lupain dulu beberapa saat. Lo nyari kerjaan kek,” saran Ray lagi dan meremas bahu Matthew.
“Kenapa? Beras habis? Listrik nunggak,” cecar Matthew. Ray tentu saja terbahak-bahak memegang perutnya. Pembicaraan mereka layaknya suami istri yang mengeluh kondisi rumah tangganya.
“Gak lah. Duit di rekening kita kan banyak bro. Maksud gue tuh biar lo liat kondisi di luaran sana. Jangan mendem aja di rumah kayak anak perawan,” cibir Ray.
Matthew berlalu, meninggalkan Ray yang melongo melihat Matthew tanpa berkomentar. Kebiasaan Matthew yang tidak menyukai seseorang membicarakan kebiasaannya.