“ZAFLAN! APA-APAAN KAU INI?!” teriak Lia marah, mendorongnya cepat, tapi tidak bergerak sedikit pun.
Pisau di tangan Jena ditekan kuat oleh sang pria, nada suaranya semakin dingin, “jika kau memang sebaik itu, lakukan sekarang tanpa ragu.”
“ZAFLAN!” murka Lia panik, mencoba meraih pisau di tangan Jena, tapi karena pergulatan ketiga tangan di sana, tidak sengaja tangan Lia terluka.
Lia menjerit tinggi, membuat jantung Zaflan seolah berhenti berdetak. Buru-buru pria ini meraih tangan Lia, menghisap darahnya dengan panik.
“Masih sakit?” tanyanya lembut sejurus kemudian, matanya memancarkan rasa kasih yang sangat hangat kepada wajah pucat sang mantan pacar.
Jena yang masih belum bisa mencerna semuanya, tercengang dalam kebisuan, hanya bisa menatap kemesraan kedua orang itu sekali lagi sep
