Seutas Benang Merah

1035 Words
Jam dinding berdentang delapan kali. Netycia melangkahkan Kakinya menuju kamar tidur, sudah waktunya istirahat setelah membereskan pekerjaan rumah. Namun, langkahnya terhenti karena dia mendengar tangisan sesegukan seorang anak perempuan. Suara itu berasal dari kamar sebelah, kamar anaknya, Monica. Dia mendekati kamar itu. Dia heran malam- malam begini kenapa Monica menangis. Dia belum pernah mendengar anaknya menangis sesugukan begitu. Tepat di depan pintu kamar, suara itu semakin jelas. Anak kecil itu menangis dan memohon di sela-sela tangisnya . "Ampun Pa.....jangan pukul lagi...sakit! Netycia tercekat, jantungnya berdebar - debar. Ada apa ini ? Kenapa...?? Siapa yang pukul? Mas Erwin? Ajar anak belajar sampai main pukul ? Astaga ...! Rasanya mustahil ! Erwin itu sayang anak, tak mungkin sampai memukul anak. Apa dia salah dengar ? Akh, tidak mungkin Mas Erwin sekasar itu sama anaknya sendiri. Dia menepis segala kecurigaan. Tapi rasa penasaran membuatnya membuka pintu kamar. Dia harus tahu apa yang telah terjadi. Sesaat Nety tertegun. Dia berdiri termangu. Dia bingung dengan apa yang terlihat di depan mata. Anak itu bukan ...Monica! Siapa dia ??! Netycia tidak bisa melihat wajah anak itu karena menelungkupkan kepalanya. Rambut anak itu panjang, jelas bukan Monica yang berambut sebahu. Tapi Lelaki yang dipanggil papa membalikkan badannya menghadap Netycia . Tatapan tajam penuh kemarahan menghujam mata Nety. Netycia terperanjat,"Papa ??!" Lututnya tiba- tiba lemas dan gemetaran. Dia mau lari tapi kaki tidak bisa digerakkan. Jantung Nety berdebar kencang! Laki- laki itu mengikis jarak, sekilas dia melihat ikat pinggang ada ditangannya. Nety menduga apa yang bakal terjadi dan benar saja laki - laki itu siap mengayunkan ikat pinggang ke tubuh Nety dengan penuh kemarahan. Nety berusaha menghindar. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan memohon dengan terbata-bata,"Am..ampun...ja...jangan pukul lagi..sa..sakit..sakit.." Tapi laki- laki itu tidak peduli dengan permohonannya.. Satu pukulan keras mengenai punggung Nety. Nety menjerit kesakitan, "Aaaaaaakkkq..!!" Nety kian gemetar, dadanya sesak menahan ketakutan luar biasa, karena laki- laki itu sudah siap dengan pukulan yang kedua kali. Dengan sisa tenaga dan suara yang serak dia memanggil suaminya,"Mas Erwin...to..tolong..saya..to ..long saya....sa..kit..sakit.." Dia menangis tersedu-sedu. Dan tiba- tiba pandangannya pun gelap. "Net..Astaga...Net.....kamu ini kenapa?!" Erwin menggoncangkan bahu Nety berkali-kali. Perlahan Nety membuka matanya dan menatap Erwin. "Mimpi apa sih .Net....sampai teriak-teriak begitu ??"tanya Erwin sedikit kesal karena tidurnya tergangu oleh teriakan Sang istri. Nety hanya diam. Dalam hati dia bersyukur ini hanya mimpi walaupun seperti benar-benar terjadi. "Ckkckckxkc! Kamu itu kebanyakan nonton Drakor jadi kebawa mimpi .." Erwin kembali membaringkan badannya membelakangi Nety. Namun tak lama dia kembali menghadap Nety. "Tidurlah Net...ini hanya mimpi buruk. Tak usah dipikirin ...' Katanya berusaha menenangkan istrinya. Nety tidak berkata apapun. Terlihat dari wajahnya yang tertekan. Seperti masih shock. Erwin menyentuh pipi Nety dan berkata, "Ini hanya mimpi buruk, tidur yah ..," Nety menganggukkan kepala. Dia berusaha tidur lagi dengan memejamkan matanya. Erwin tersenyum dan kembali tidur membelakangi Nety. Bayangan masa lalu itu melintas kembali di benak Nety. "Ah..mengapa aku dibayangi masa lalu itu lagi ? Aku sudah berusaha melupakannya bertahun - tahun ? Sudah lama tidak mimpi buruk tapi kenapa kini hadir lagi ?"Monolognya. Setiap malam yang diharapkan Nety adalah tidur berakhir mimpi indah dengan suaminya. Kemesraan sebagai pasangan suami istri Karena walaupun hanya mimpi itu sudah cukup membuatnya senang. Bagi Nety, hubungan mereka sudah tidak seperti dulu lagi, tidak semesra dulu lagi, Erwin tetap sebagai suami yang setia, bertanggung jawab dengan keluarga. Hanya satu saja kebutuhannya sebagai wanita kurang Erwin perhatikan. Bagi Erwin, mereka sudah tidak muda lagi, hal- hal sepele seperti itu jangan terlalu dibawa perasaan. Kehidupan drama Korea tidaklah perlu dimasukkan ke hati. "Kamu itu Nety terlalu banyak nonton Drakor jadi tingkahmu jadi aneh- aneh... Aku yah .ga main- main di lua, ga minum- minum, ga pulang malam? Aku kerja buat keluarga.fokus buat keluarga ...apa kamu pernah lihat aku gandeng wanita lain? Apa aku itu suami yang pelit? Apa aku suami yang suka mukul istri? Kok yah bisa..kamu itu berpikir aneh? Apa yang kamu lihat ini adalah bukti cintaku buat kamu dan anak-anak....kamu itu yah harusnya dukung suami, bukannya menambah beban pikiran dengan perkara - perkara sepele begitu ???!" Itulah omelan Erwin setiap kali Nety memberikan Signal bahwa dia butuh Erwin sebagai kekasihnya seperti dulu. Kebutuhannya sebagai seorang wanita, simple tapi bagi Erwin dia terlalu sensitif dan mencari- cari masalah saja. "Terus apa kamu tahu, Net? Yang kelihatan mesra lebay itu hanya luarnya aja ?? Mesra sama istri eh di luar sama wanita lain juga mesra ?? Apa yang kamu lihat di medsos itu hanya sandiwara saja .. kebanyakan begitu?! Terus Drakor itu real?? Terus...apa kamu mau suami romantis tapi malas- malasan di rumah ??" Itu jawaban Erwin kalau dia memberikan Signal bahwa kadang timbul iri hatinya pada tetangga, pasangan muda yang selalu mesra . "Kamu tau juga kan Nety..kalo pekerjaanku itu tak mudah, banyak yang harus ku urus. Aku capek ..dan aku mau di rumah saja. Kalau kita bisa menghabiskan waktu di rumah, kenapa harus tiap Minggu ke luar rumah ? Apa yang kamu bilang itu pacaran lagi ?? Yang penting kan aku ada di rumah..aku ga keluyuran di luar sana!" Omelan Erwin akan semakin panjang seperti kereta api bila Nety mengingatkan akan special time dengan pasangan. "Dan ..kamu kan tahu ?? Dari sejak pacaran aku memang tidak romantis ??" Itulah alasan Erwin membenarkan dirinya sekaligus secara tak langsung menyalahkannya telah memilih Erwin sebagai suami. Nety menghela nafas setiap mengingat kata- kata Erwin. Yah begitulah Erwin dalam menilai hubungan suami istri. Bagi Erwin asalkan dia menjadi kepala rumah tangga yang bertanggung jawab dan suami yang setia itu sudah cukup. Nety, si wanita melankolis harus memendam semua rasa menghadapi suaminya Si koleris yang keras kepala. Dia mau tak mau harus menerima Erwin apa adanya. Dia teringat akan nasehat sahabatnya saat dia mencurahkan isi hatinya. "Kalau suamimu jarang memelukmu? Mengapa bukan kamu saja yang memeluknya ? Lakukanlah bagianmu dulu..." Teringat nasehat sahabatnya, Nety pun memulai duluan memeluk Erwin. Dia berbisik dekat telinga suaminya," sayang banyak yang mau kuceritakan padamu tentang masa laluku. Mungkin akan membuatmu mengerti mengapa aku begitu merindukan belaian tanganmu sesering kamu bisa melakukannya untukku...." Entah Erwin dengar tidak di bawah alam sadarnya, Nety tak peduli, yang penting dia sudah mengeluarkan uneg-uneg. Nety memejamkan matanya lalu tangannya melingkar memeluk pinggang Erwin. Aku berharap aku akan bermimpi indah kali ini, katanya dalam hati. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD