Percikan Bag. 1

967 Words
Terbangun karena sinar matahari pagi yang menyeruak masuk ke kamar menyilaukan mata, Nety kaget mendapati dirinya bangun kesiangan. Jam menunjukkan tujuh tepat. Astaga! Tak pernah dia sesiang ini bangun tidur . Dilihatnya Erwin sudah tidak ada di sampingnya . "Waduh! Mas Erwin kok ga bangunin siih?" gerutunya sambil segera beranjak dari ranjang. Dia mengambil ikat rambut di meja rias dan mengikat rambutnya. Wajahnya masih sembab, tidak sempat lagi mencuci muka. Dia tak punya banyak waktu lagi untuk menyiapkan sarapan . Kalau bekal sekolah bisa beli di kantin sekolah jika terpaksa. Tapi Nety lebih suka menyiapkan bekal dari rumah daripada jajan di luar. "Monica entah sudah bangun belum, sarapan belum siap lagi..aduuh !"keluhnya. Bergegas dia ke dapur kemudian terhenti langkahnya, berdiri tak jauh dari meja makan. Dia tertegun memandang suaminya. Erwin sudah rapi sedang minum kopi sambil mengecek pesan wa masuk di Hp nya, tidak kelihatan Monica di situ, di ruang makan. "Mas Erwin...sudah lama nih bangun? Kok aku ga dibangunin sih?" protes Nety sambil melangkahkan kaki menghampiri suaminya. Erwin karena fokus mengecek pesan wa masuk tidak mendengar panggilan Nety. Nety sekali lagi memanggil Erwin, kali ini suaranya kedengaran sedang kesal. Volumenya naik satu oktaf. "Mas Erwin.....??! " Yang dipanggil kaget,"Yah? Kamu udah bangun, Nety??" Erwin menoleh sejenak kemudian sibuk kembali. "Bukan...tubuhnya masih tidur..rohnya yang bangun" Dongkol Nety melihat suaminya sibuk dengan ponselnya. "Oh gitu.. gentayangan dong." Santai saja Erwin menjawab Nety.. "Monica belum bangun nih?? Kok ga dibangunin sih , Mas??" tanya Nety sedkit gusar. "Udah, biarin aja..." Erwin menjawab santai membuat Nety tambah kesal. Dia sudah siap-siap mau ngomel panjang lebar tapi diurungkan niatnya karena sekilas dia lihat di atas meja sudah ada roti panggang , telur rebus dan s**u dua gelas. "Mas Erwin yang siapkan ini semua ?'" Suaranya lebih lembut, mungkin karena merasa bersalah berprasangka buruk di awal. "Ooh itu...iya, lihat kamu nyenyak sekali tidur jadi aku yang siapkan semua.." Erwin tersenyum . "Semuanya aku siapkan karena cintaku pada istriku tersayang" Erwin kali ini memandang istrinya lebih menggoda. "Makasih ..sayang..." Nety sumringah. "Hmmm." Erwin berdehem. Matanya memandang Nety dari atas sampai bawah . Nety merasa canggung dipandang seperti itu bertanya,"Ada apa ??" "Bau Iler sampe ke sini," ledek Erwin sambil pura- pura menutup hidung. "Iiiiih...mentang-mentang udah mandi.." Nety memonyongkan mulutnya . "Biar ileran tetap cantik kok," puji Erwin membuat wajah Nety bersemu merah "Kamu juga ganteng kok, Mas..udah rapi gini." puji Netycia balik. "Duduk dekat sini dehh..aku mau bahas sesuatu sama kamu..." Erwin menggeser duduknya memberi tempat pada Nety. Nety mendekat penasaran,"Bahas apaan....nih..??" Nety mendekat ingin baca pesan wa suaminya. Erwin meletakkan hp nya di meja dan berkata,"Jangan penasaran gitu dong kalo mau tahu mandi dulu...ntar Iler nya netes lagi.." "Aaakh ..tadi disuruh mendekat sekarang disuruh mandi ??!" Nety pura - pura ngambek, membalikkan badannya. Erwin berdiri kemudian menarik tangan Nety sekejap Nety ada di pelukan Erwin. Erwin merangkul pinggang Nety, membuat Nety kaget. Dia membalikkan tubuhnya menghadap Erwin lalu tangannya segera merangkul leher Erwin. Pagi-pagi gini Mas Erwin ngakaak dansa, hm momen yang tak boleh dilewatkan,dia berkata dalam hati. Erwin memeluk istrinya lebih erat, merapatkan tubuhnya ke tubuh Nety, kehangatan menjalar tubuh keduanya. "I love you, Netycia, forever..kamu selalu membuat aku tergila - gila.." Erwin membisikkan kalimat yang memabukkan Nety. Diciumnya leher jenjang Netycia penuh gairah. Nety memejamkan matanya merasakan kenikmatan dicunbui suaminya..ahhh sudah berapa lama mereka tidak semesra ini di pagi hari? "Aku selalu merindukanmu, mas Erwin,"desah Nety. Tiba-tiba. "Ma,mama..!" panggil Monica sambil menarik baju tidur Nety. Nety kaget. Astaga! Sudah berapa lama dia berdiri bengong begitu? Adegan mesra tadi cuman khayalannya saja ? Wajahnya bersemu merah, malu rasanya . Dipandangnya Erwin yang masih duduk di kursi makan. Erwin menyeruput kopi sambil membaca pesan wa di ponselnya. Nety menoleh ke arah Monica," Sudah lama bangun Monica ?" "Belum lama Ma...Monic lihat mama bengong aja dari tadi . Lagi liatin papa ?" Monica senyum- senyum. Nety mencubit pipi Monica yang gembul..."Hmmm...tau aja,mama telat nih. Kesiangan.,jadi bingung mau siapin sarapan.." "Santai aja..Ma..ini kan weekend.." "O iya.? Sabtu yah hari nih ?" Nety baru sadar kalau hari ini libur . Ah, untung saja Erwin terlalu sibuk dengan ponselnya sehingga tidak tahu kehadirannya di situ. Kalau tidak, dia akan seperti orang linglung di hadapan Erwin. Kalau saja Erwin tahu apa yang dilamunkannya, dia pasti akan mengejeknya kebanyakan nonton drama Korea. Tapi Nety punya harapan yang lebih dari itu. "Hari ini mau jalan ke mana Monica ?" tanya Erwin pada putri bungsunya. Nety menghela nafas sepertinya dia makhluk invisible atau tidak nyata di mata Erwin. Yang disapa anaknya...istrinya dicuekin! Gerutunya dalam hati . Nety berjalan masuk ke kamar lagi, dia mau mandi dulu baru sarapan sama- sama. Setidaknya dia dandan tipis dan mungkin dengan begitu Erwin lebih meliriknya. Biasanya kalau weekend, Erwin hanya masuk kantor sebentar , mengontrol saja. Dia adalah seorang kepala cabang perusahaan penyediaan spare part komputer. Samar- samar dia mendengar percakapan Monica dan Erwin membahas rencana jalan- jalan weekend. Hmmm...semoga tidak berkunjung ke rumah mertua lagi, katanya dalam hati. Kali terakhir dia dongkol dengan mertua lakinya. Hampir saja dia adu argumen sengit dengan Sang mertua kalau saja dia tidak melihat kode dari mertua perempuannya untuk menambah kesabaran. Yah...mertua laki dan suaminya punya pendapat yang sama. Mereka hanya memikirkan bagaimana istrinya harus tunduk pada suami tapi tidak memikirkan bagian mereka dulu yaitu mengasihi istrinya. Mengasihi di sini bukan soal tanggung jawab saja tapi memperhatikan bahasa kasih yang diidamkan para istri. Nety berasumsi mertua perempuannya pasti tertekan hidup dengan suaminya yang otoriter, keras kepala, mau menang sendiri, dan selalu menuntut ketaatan tapi kurang memperdulikan perasaan istrinya. Memberi pendapatpun kurang dihargai. Tapi mami, begitu dia memanggil mertua perempuannya, pintar menyembunyikan perasaannya. Mami dan aku mirip, tapi aku tak mau hidup dengan perasaan begitu, pura -pura, mas Erwin tidak boleh hanya menuntut saja tapi dia harus belajar memberi, sudah cukup hidup bertahun- tahun seperti itu, katanya dalam.hati. .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD