Secret Marriage 4

783 Words
BI SUMI tiba di rumah dan segera menemui majikannya yang sepertinya juga mau keluar. “Loh, Bi, kok, pulang? Rini sama siapa di rumah sakit?” tanya Mila dengan dahi berkerut. “Sendirian, Nyah. Saya bereskan pekerjaan rumah dulu, baru kembali lagi ke rumah sakit.” Bi Sumi berucap santun pada majikan yang sudah teramat baik padanya. “Aduh … kasihan Rini kalau sendiri di rumah sakit. Ayo, balik lagi ke rumah sakit! Nanti urusan rumah biar diurus sama yang lain!” Perintah Mila tentu saja tidak bisa dibantah Bi Sumi. Ia akhirnya menyiapkan baju seadanya dan kembali ke rumah sakit. Dikarenakan suaminya sedang mengantar tuannya, akhirnya Bi Sumi pergi ke rumah sakit bersama Devan yang kebetulan hendak ke kantor. Setelah mengantar Bi Sumi, Devan segera menuju kantor tanpa menjenguk Rini terlebih dahulu. Rini hanya sehari di rumah sakit karena keesokan harinya iakembali merengek minta pulang. Bagi Rini, rumah sakit menyisakan trauma tersendiri baginya. Rumah sakit mengingatkan ia pada kasih sayang ayah yang telah pergi meninggalkandirinya untuk selama-lamanya. Beruntung ia memiliki Bi Sumiyang menjadi keluarganya saat ini. Malam hari di rumah, Rini yang malas menggunakan alat bantu berjalan tertatih menuju dapur untuk mengambil air minum. Kebetulan Devan juga sedang berada di dapur. Mereka saling menatap sebentar, tapi tidak berkata apa pun. Selesai membuat kopi, Devan berjalan pergi meninggalkan Rini yang mengambil air minumnya. Saat hendak kembali ke kamar, kaki Rini tiba-tiba kram dan gelas pun terjatuh dari tangannya. Suara gelas yang pecah tentu saja membuat Devan refleks membalikkan badannya untuk kembali ke dapur dan mendapati Rini memegang kursi sambil meringis kesakitan. “Kamu kenapa?” tanya Devan sambil membantu Rini berdiri, interaksi pertama mereka setelah menikah. Devan mencium aroma menenangkan dari leher Rini saat mereka dekat begini. Entah parfum apa yang dipakai Rini, tapi rasanya sangat menenangkan. “Aduh … ini, Pak Devan, kaki saya tiba-tiba sakit, tapi enggak apa-apa, kok, Bapak bisa tinggalin saya,” ucap Rini masih meringis menahan sakit. “Alat bantu jalan kamu mana? Makanya dipakai. Kalau kamu lagi sendirian dan enggak ada yang tahu, bagaimana?” ucap Devan sedikit kasar yang hanya ditanggapi Rini dengan menggelengkan kepalanya. Semenjak pertemuan pertama mereka di rumah Bi Sumi, Rini sudah tidak menyukai laki-laki yang tidak pernah tersenyum dan sangat irit bicara tersebut. “Kenapa menatapku begitu? Kamu enggak pernah lihat laki-laki, ya?” Devan balik menatap Rini berjarak sangat dekat dengannya. Tiba-tiba saja Rini mendorong Devan pelan agar menjauh darinya. “Bapak ngapain, sih, masih di sini? Kan, saya sudah bilang Bapak jangan di sini. Saya masih bisa jalan sendiri, enggak usah ditolong. Eh, si Bapak masih saja di sini.” Rini berbicara seakan tiada jeda. “Oh, ya, sudah, kalau begitu, jangan lupa dibersihkan pecahan gelasnya, ya,” ucap Devan acuh tak acuh, lalu berjalan keluar dapur. Di belakangnya, Rini menjulurkan lidah, meledek Devan. “Dasar … manusia planet es! Amit-amit kalau nikah sama dia untuk selamanya, aku bisa membeku dibuatnya,” gumam Rini sambil mengelus dadanya dan pelan-pelan membersihkan pecahan gelas setelah dirasa kakinya sudah mulai membaik. Dari dapur, Rini mengurungkan niatnya masuk ke dalam kamar dan malah keluar dari rumah karena tertarik melihat bintang yang bertaburan. Waktu kecil, ayahnya sering membawanya ke tanah lapang untuk melihat bintang. Jika libur sekolah, ayahnya juga sering membawanya naik gunung. Mengingatnya membuat air mata Rini kembali lolos dari kelopak matanya. “Ayah, ibu ... tenanglah di sana,” gumam Rini sambil menatap bintang yang bertaburan. Tanpa ia sadari, sepasang mata mengawasinya dari atas balkon. **** “Temukan dia bagaimanapun caranya. Aku ingin perusahaan sepenuhnya menjadi milik Elena, putriku.” Setelah mengucapkan kata-kata itu, telepon diputus. Terlihat seorang wanita duduk sambil memegang kursi dengan kuat. Ia kesal karena anak buahnya belum menemukan seseorang yang dicarinya. Gadis itu seakan lenyap ditelan bumi. Dialah Ajeng, tante dari Rini. Ia sudah mendengar kabar kematian ayah Rini. Ketika ke desa hendak menjemput Rini, ia terlambat. Gadis itu tidak ada, pergi, tanpa siapa pun tahu ke mana perginya. Setengah saham perusahaan adalah milik Rini dan Ajeng ingin semuanya jatuh ke tangan putrinya. Jalan satu- satunya adalah menikahkan Rini dengan laki-laki yang sudah disewanya. Dengan demikian, ia akan mudah mengontrol dan mendapatkan tanda tangan Rini untuk melimpahkan warisan ke tangan putrinya. Ia begitu membenci Rini hanya karena lahir dari wanita yang tidak sederajat dengan mereka. Rini tidak pantas menerima setengah warisan keluarga. Ada satu rahasia lagi yang membuatnya ingin memiliki semua harta itu, yaitu Aji, adik yang selama ini dianggapnya adik kandung ternyata adalah anak ibunya dengan suami sirinya sepeninggal sang ayah. Jadi, Aji hanyalah saudara tirinya. Rahasia ini ia ketahui dari bibir ibunya saat wanita itu sedang sakit. Ajeng keluar dari kamarnya dan menghubungi nomor sahabat lamanya, Mila, karena ia hendak menjodohkan putrinya dengan putra sulung sahabatnya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD