Stronger ~Kelly Clarkson~

2193 Words
Aku sampai rumah dengan mobil merah Sevi, tepat jam sepuluh malam. Sevi menyuruhku untuk menyetir mobilnya saja untuk pulang ke rumahku , sebenarnya masih rumah mama sih. Aku memang tinggal kembali bersama mama sejak pergi meninggalkan rumah Hermanto. Di rumah mama hanya ada kami bertiga . Aku, mama dan Fania . Rumah mama terletak di pinggiran kota Medan, tepatnya di daerah Kotabangun. Tadi dari Café Deli yang terletak di Jalan Pattimura , aku harus menyetir sekitar satu jam untuk bisa sampai ke rumah. Makanya Sevi menyuruhku menyetir mobilnya saja karena sudah malam dan dia bisa pulang bersama Vincent suaminya. Besok baru akan aku setir mobilnya kembali ke sekolah, supaya besok , aku tidak perlu naik angkutan umum. Biasanya kalau pergi mengajar, aku akan naik angkutan umum dan harus berangkat dari rumah jam setengah enam pagi agar bisa tiba tepat jam tujuh pagi di sekolah. Sebenarnya aku ingin membeli rumah yang lebih dekat dengan tempat kerjaku atau yang lebih di tengah kota Medan supaya tidak usah terlalu capek harus berangkat kerja dan bangun pagi-pagi sekali dan pulangnya juga biar tidak terlalu malam. Tapi harga rumah di tengah Kota Medan , sudah mahal sekali dan juga aku tidak mau meninggalkan mama sendirian di rumah berhalaman luas ini setelah di tinggal papa pergi untuk selamanya tiga tahun lalu. Rumah yang kami tempati ini adalah rumah tua yang merupakan warisan dari kakekku, yaitu ayahnya papa ku. Halamannya sangat luas dan dari dulu kami pergunakan untuk menanam aneka sayuran seperti selada , kangkung dan sawi. Memang pekerjaan penduduk di daerah Kotabangun ini adalah menanam sayur, makanya daerah Kotabangun ini mempunyai julukan lain yaitu Kebun sayur. Aku memasukan mobil ke jalan setapak di halamanku. Fania yang sedang duduk bermain gitar di teras menyapaku. “ Mama pakai mobil Tante Sevi?” “ Iya, tadi mama nemenin Tante Sevi ikut rapat reuni SMA mama.” Kataku. “ Wah ..mama mau reuni yang ke berapa?” “ Dua puluh tahun”. “ Waduh, mama sudah tamat dari SMA dua puluh tahun yang lalu, Gimana rasanya ketemu teman-teman lagi setelah sekian lama tidak bertemu? “Tanya Fania sambil mulai memetik-metik senar gitarnya. Dek… hatiku berdesir dan mulai berdebar lagi teringat tentang pandangan intens Bram dan desahan nafasnya di tenggukku saat kami berdiri begitu mepet di wastafel toilet ketika mendengar pertanyaan Fania tentang bagaimana rasanya bertemu teman SMA setelah sekian lama tidak berjumpa. Tapi perasaan itu hanya ada untuk Bram, dengan teman yang lain saya biasa saja .Hanya timbul sedikit rasa ingin tahu bagaimana kehidupan mereka sekarang. Apakah pekerjaannya? Berapa anaknya? Dan di mana rumahnya? Ya perasaan-perasaan biasa seperti kita bertemu teman yang baru atau yang lama, pasti hal-hal seperti itu yang ingin kita tanyakan. Tidak ada perasaan special lainnya. Hanya khusus untuk Bram, hatiku berdebar tak karuan. Aku diam saja tidak menjawab pertannyaan Fania itu dan bersikap seakan pertanyaan angin lalu yang tidak perlu ku jawab lalu aku memandang jam tangan mungil yang melingkar di pergelangan ku . Sudah hampir jam setengah sebelas malam . Hatiku mulai berdebar lagi. Apakah Bram akan menghubungiku ? atau tidak? Tadi dia mungkin hanya basa basi saja. Ah. Ada atau tidak , Bram menghubungi aku, aku harus mandi dulu dan bersiap-siap tidur supaya besok tidak terlambat bangun. “ Mama masuk dulu ya, Fan. Mama mau mandi soalnya sudah malam”. Fania hanya mengangguk tanpa melepaskan pandangan nya dari senar gitarnya. Sepertinya dia sedang mempelajari lagu baru. Fania menuruni bakat Hermanto, papanya yang juga sangat pintar bermain gitar. Fania tidak pernah aku ikut kan les, karena les musik itu biayanya sangat mahal. Fania belajar sendiri secara otodidak dari youtube atau dari teman-teman sekolahnya juga ikut ekskul gitar di sekolahnya dan ternyata Fania bisa dan dia sangat mahir bermain gitar sampai berhasil menjadi juara solo gitar waktu ada perlombaan di Mall dekat rumah kami. Ketika aku sedang mengeringkan rambut hitam panjangku dengan hair dryer. Teleponku bergetar lalu terdengar Nada dering yang berupa reffrain lagu kesukaanku yang berjudul “ Stronger “ yang dinyanyikan oleh Kelly Clarkson What doesn’t kill you makes you stronger Stand a little taller Doesn’t mean I’m lonely when I’m alone. What doesn’t kill you make makes a fighter Footsteps even lighter Doesn’t mean I’m over cause you’re gone Aku selalu mempunyai kebiasaan untuk menunggu sampai syair terakhir baru mengangkat teleponku. Karena syair lagu ini benar-benar sesuai dengan diriku dan bisa menjadi penyemangatku ketika aku terpuruk ditinggal suami yang pergi entah kemana.Menjadi penyemangatku agar kuat menjalani hidup ini. Semua yang tidak membunuhmu akan membuatmu kuat, berdiri lebih tinggi. Tidak berarti aku kesepian ketika aku sendiri. Semua yang tidak membunuhmu membuatmu jadi petarung. Langkah kaki juga menjadi lebih ringan , tidak berarti aku mati kalau kamu pergi. Benar-benar syair yang sangat bagus dan mempunyai arti. Setiap mendengarnya semangatku pasti bangkit kembali. Dan selesai syairnya aku swipe left dan mengangkat handphone yang berdering dengan semangatku yang sudah kembali menyala. “ Hello” Sapaku “ Hello, Lia. Aku Bram. Tepat jam sebelas aku meneleponmu sesuai janjiku? Kok lama baru diangkat? Kamu uda tidur ya?” “ Enggak kok. Aku masih mengeringkan rambutku. Baru selesai mandi”. “Wah mandi malam dan keramas? Ada apa nih?” Kata Bram menggodaku. “ Kenapa emangnya kalau keramas malam-malam? Dasar ngenes”. Jawabku sambil tertawa. “ Yah.. biasanya kan kalau keramas , ada artinya”. “ Enggak lar. Aku tadi kan di ruangan tertutup bareng kalian para cowok yang merokok, jadi rambutku bau asap rokok. Nggak enak besok kalau jumpa murid-muridku, rambutku bau asap rokok semua. Sedangkan kalau pagi keramas, aku takut terlambat ke sekolah ”. “ Emang kamu masih ngajar ya? Bukannya kamu kepala sekolah”. “ Kalau ada guru yang tidak hadir , pasti saya harus ikut bantu di kelas” Jawabku sambil berpindah duduk di tempat tidur, rambutku sudah mengering. “ Kamu kok belum tidur?” Tanyaku pada Bram “ Kan, uda janji mau telepon kamu”. “ Istrimu belum tidur juga?” Aduh.. aku kok bertanya tentang hal pribadi begitu. Itu pasti disebabkan rasa penasaranku yang tak bisa ku tahan lagi. Tercetus seperti itu tanpa kendali. Aku benar-benar malu. Tidak pantas rasanya aku bertanya tentang istri Bram uda tidur atau belum. “ Aku yang belum sampai rumah, masih di gym. Tadi ada private class dengan murid yang baru bisa latihan setiap jam sepuluh malam”. “ Ooo” Jawabku singkat untuk menutupi rasa maluku. Sekarang kami berdua diam tanpa suara. Mungkin Bram tersinggung aku bertanya tentang istrinya. Aku menepuk kepalaku tanpa sadar . Mengapa aku begitu t***l menanyakan hal itu. “ Ada nyamuk ya. Lia? ” Tanya Bram. Aduh rupanya suara aku menepuk kepalaku, terdengar oleh Bram. Sialan, aku benar-benar bego. “ Iya. Ada nyamuk yang melintas, jadi harus aku pukul kalau nggak, nanti bakalan tidak bisa tidur”. “Suami mu belum pulang juga? Bukannya dia bisa kamu suruh untuk menepuk nyamuknya biar istri tercintanya bisa tidur dan tidak terlambat bangun untuk pergi mengajar besok pagi” Tanya Bram dengan ringan. Nah lor.. sekarang Bram yang menanyakan tentang urusan pribadi. Aku harus menjawab apa ya? Harus jujur atau berbohong? Selama ini kalau ada orang orang yang bertanya ke mana suamiku. Aku pasti akan berbohong, kalau suamiku sedang berlayar karena kerja sebagai anak buah kapal di perusahaan pelayaran di Jakarta. Suamiku akan pulang dua tahun sekali. Aku tidak pernah bercerita pada semua orang, kalau Hermanto menghilang tanpa kabar dan aku ini adalah janda yang di gantung. Karena tidak pernah menerima surat cerai, tapi juga tidak ada suami yang berada di sisiku selama puluhan tahun ini. Aku juga malas mengurus surat cerai yang ternyata biayanya sangat mahal. Bagusan untuk biaya sekolah Fania. Toh aku tidak berniat untuk kawin lagi. “ Kok diam? ” Tanya Bram memecah keheninganku. “ Kalau nggak mau dijawab nggak apa-apa kok”Sambungnya lagi. “ Aku mau menjawabnya kok, tapi tadi lagi mikir mau jawab apa. Jawab yang benar atau yang bohong” Kataku sejujurnya. “ Yang jujur dong, masak sama teman lama bohong”. Aku menghela nafas. Baiklah sepertinya memang aku tidak bisa bohong pada dirinya. Aku harus menjawabnya dengan jujur. Ada perasaan ingin bicara terbuka dengan seseorang tentang kesepianku, tentang perjuanganku, tentang semuanya. Selama ini aku hanya bisa bercerita pada Sevi yang memang dari awal sudah mengetahui kisah cintaku yang berliku dan membuatku trauma dan tidak lagi percaya bahwa cinta itu ada . Sekarang sepertinya aku harus membuka diri dan bercerita pada Bram, ntah kenapa ada perasaan aku ingin bicara jujur padanya. “ Suamiku…” Aku terdiam sebentar dan kembali menghela nafas “ Ada apa dengan suami mu?” Tanyanya tak sabar Lalu aku menghela nafas lagi sebelum mulai bercerita kepada Bram dengan sejujur-jujurnya semua kisah cinta ku dengan Hermanto. Aku yang hamil saat stempel Izasah SMA ku juga belum kering. Aku yang menikah tanpa pesta meriah . Aku yang melahirkan seorang bayi kecil saat semua teman sibuk dengan ujian semester pertamanya. Aku yang harus hidup dan tinggal bersama mertua dan Hermanto yang tetap melanjutkan kuliahnya sampai kemudian Hermanto pergi ke Jakarta dan meninggalkan kami tanpa berita saat anaknya baru menginjak usia angka dua. “ Jadi sekarang kamu tinggal sama mamamu di Kotabangun?” “Iya” Kataku sambil menghapus sedikit air mata yang jatuh ke pipiku. Aku sudah tidak bisa menangis meraung-raung meratapi kepergian Hermanto, seperti yang dulu selalu aku lakukan. Masa itu sudah lewat, hanya ada sedikit perasaan kecewa mengapa dia sampai hati meninggalkan kami. Hatiku tidak pernah lagi merindukannya. Aku benar-benar sudah menganggapnya mati. “ Anakmu uda usia berapa? Cewek atau cowok?” Tanya Bram “ Cewek, uda tujuh belas mau delapan belas beberapa bulan lagi ” Jawabku. “ Wah uda gede ya, anakku masih umur 10 tahun. Anakku sepasang, yang gede cewek yang aku bilang sepuluh tahun dan yang kecil cowok usianya delapan ” Katanya. Lalu tanpa aku tanya, Bram bercerita tentang istrinya, Michaella yang merupakan teman baik Angela dan istrinya itu pengusaha café yang sangat sukses. Café Deli kemarin adalah milik istrinya juga, makanya kami bisa rapat panitia reuni di sana. “ Istriku sangat sibuk.. yah begitulah wanita pengusaha . Istriku sepanjang pagi akan tidur sampai jam sepuluh, lalu jam sebelas dia akan mulai keliling dari satu café ke café miliknya yang lain untuk memantau hasil penjualan atau hanya sekedar sosialisasi dengan teman-teman arisannya. Pulangnya pasti uda tengah malam karena menunggu café tutup dan laporan setoran dari manager cafe. Makanya aku yang hanya personal trainer ini yang mengurus anak-anak. Setiap pagi aku yang menyediakan sarapan buat anak-anak dan istriku. Lalu mengantar mereka ke sekolah lalu aku berangkat ke gym. Itulah enaknya jadi personal trainer. Waktunya bebas, nggak terikat. Bisa kapan aja ambil murid. Kalau pas bentrok dengan kegiatan lain ya minta tukar waktu sama muridnya ” Kata Bram ringan saja. Dia seperti tidak ada beban menceritakan tentang kerjaannya yang hanya seorang personal trainer . Bram tidak merasa tersaingi oleh istrinya yang pengusaha. Biasanya seorang laki-laki , pasti ada insecure nya kalau istrinya lebih sukses. Ini Bram santai saja. Dia sepertinya tipe-tipe lelaki yang sangat easy going dan orang yang sangat tau cara menikmati hidupnya. Kami ngobrol ke sana ke mari .Sangat nyaman ngobrol dengan Bram. Dia adalah pendengar dan teman ngobrol yang sangat baik. Saatnya aku berbicara, dia akan mendengar dan hanya terdengar suara. Hmm.. Ooo. Ok.. Lalu kalau dia yang berbicara , dia akan cerita humor yang membuatku tertawa ngakak. Sudah lama aku tidak tertawa seperti ini. Sudah lama aku tidak mempunyai teman bicara yang menemani malam-malam sepiku. Hatiku senang sekali. Tanpa terasa kami mengobrol sampai jam dua belas malam. “ Besok aku akan meneleponmu lagi, tapi jam sepuluh malam ya. Kelas private terakhirku besok, dari jam sembilan sampai jam sepuluh. Jadi sambil menunggu keringatku kering, aku akan meneleponmu . Bolehkah?” Tanya Bram. Aku cepat -cepat menggangguk. Lalu memukul keningku lagi karena sadar Bram tidak bisa melihat aku yang mengangguk. Kami kan lagi teleponan bukan sedang berhadapan. “ Ada nyamuk lagi?” Tanyanya. “ Nggak. Aku hanya tadi menepuk keningku karena lupa menjawabmu dengan anggukan” Kali ini aku jujur. Bram tertawa terbahak-bahak. “ Baiklah sampai jumpa besok. Tidur yang nyenyak ya. Mimpikan aku” Tutupnya. Jrenggg… Hatiku rasanya mau copot ketika mendengar Bram berkata mimpikan aku. Apa maksudnya?? Sedang merayuku kah dia? Apa aku ke GR an?? Aku harus balas apa? “ Kok diam?” Tanya Bram lagi “ Aku harus jawab apa?” Tanyaku padanya benar-benar binggung. “ Baik.. mimpikan aku juga. Gitu dong jawabnya. Masak diam saja” . Sekarang aku benar-benar tersipu. Pipiku yang putih pasti sudah berubah warna jadi merah jambu. Untung Bram tidak bisa melihatnya. “. Selamat malam. tidur yang nyenyak dan mimpikan aku juga” Jawabku dengan suara lirih malu-malu. Dan tanpa aku sadari, jawaban itu telah membuatku terperangkap dalam pusaran cinta seorang Bram yang berhasil mengisi relung-relung hatiku yang telah kosong selama ini. Bram berhasil menggetarkan hatiku. Aku pun tertidur dengan senyum indah dan ingin segera pagi menyongsong, lalu menjalani hariku agar malam segera kembali dan aku bisa mendengar suara Bram lagi . Aku ingin kejadian malam ini terulang kembali besok, besok dan besoknya lagi. Aku ingin kembali mendengar suara Bram yang menutup telepon dengan mengucapkan mimpikan aku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD