07 - Yang Terpilih

2120 Words
"Selamat datang, Yang Terpilih!" kata seorang pria dengan setelan jas yang ada di lantai dua sambil membentangkan tangan, kemudian ia menjentikkan jarinya. Setelahnya, penjaga berbaju serba hitam membawakan meja dan kursi, menyimpannya di dekat Zeth, dan orang-orang yang ada di depannya. Jentikan jari selanjutnya, penjaga berbaju hitam membawakan makanan yang bermacam-macam. Aroma dari makanan itu tercium sangat memikat. Tanpa sadar, perut Zeth berbunyi pelan. Tetapi nafsu makannya tertahan, karena semua hal gila yang baru saja terjadi pada dirinya beberapa detik yang lalu. Hal-hal yang membuat dirinya tidak mengerti sama sekali, seperti sebuah ilusi yang tidak mungkin terjadi di kehidupannya yang biasa. Dia tiba-tiba saja berada di sebuah ruangan serba putih, melewati labirin yang tidak terlihat, dikejar oleh hewan buas tidak berwujud, dan titik berwarna merah seperti meriam. Lalu berakhir di tempat ini. Pria di atas mimbar yang bersetelan jas itu berdeham. "Mungkin kalian bingung apa yang sedang terjadi. Kalian boleh menanyakan semuanya padaku ... sesuka hati kalian, sampai kalian paham." Lelaki bertubuh besar yang ada di barisan paling depan memukul meja yang ada di depannya. Zeth tersentak, begitu juga dengan yang lainnya. "Kenapa aku ditangkap!? Kenapa aku dibawa ke sini!? Lalu ... apa yang baru saja terjadi tadi!? Semuanya begitu konyol sampai aku ... sampai aku bingung ingin menanyakan apa!" "Ah ... sepertinya pertanyaanmu sudah mewakili pertanyaan dari yang lain," jawab pria bersetelan jas itu. “Baiklah, aku akan menjelaskannya. Pertama-tama, kau boleh duduk.” Tetapi sebagai jawaban, lelaki dengan tubuh berotot itu tetap diam. Bahkan dia melipat tangannya di d**a, menunggu jawaban dari pria bersetelan jas itu. Pria di atas mimbar itu mengangkat kedua bahunya, lalu berdeham dan berkata, "Kalian adalah The Oblivion. Orang-orang yang terpilih, dari berbagai kota dan desa yang ada di negara ini. Kalian terpilih karena memiliki bakat  yang istimewa. Kami yang akan 'membangkitkan' dan ‘mengasah’ bakat itu. Kalian akan mengemban misi yang akan menentukan nasib negara ini ... tidak, lebih tepatnya nasib seluruh umat di muka bumi ini, yang akan menentukan kehidupan di masa depan. Entah kalian akan berhasil menyelamatkan semua makhluk hidup, atau tidak sama sekali. "Kemudian, apa yang baru saja terjadi pada kalian tadi adalah sebuah ... tes. Sebuah tes untuk mengukur kemampuan, pola pikir, kebiasaan, dan bakat yang kalian miliki. Apa ada pertanyaan lain?" Kepala Zeth masih mencerna jawaban dari pria itu. Semua informasi yang diberikannya serasa masuk ke telinga kanan, tetapi keluar dari telinga kirinya. The Oblivion—yang terlupakan—apa maksudnya itu? Apa karena orang-orang di sekitarnya melupakan dia saat bakatnya muncul? Gadis berambut merah marun berdiri. "Kenapa harus kami? Apa kau yang bertanggung jawab atas semua ini? Memangnya kau siapa?" "Apa kalian mengenali Porlikue? Itu adalah namaku," jawab pria di atas mimbar. Samar, Zeth sepertinya mengingat nama itu.. Porlikue.. sering disebutkan di radio saat berita.. apakah dia ... "Kau ... Presiden negara ini?" Pria di atas mimbar itu tersenyum. "Benar. Aku presiden negara ini. Apa kalian terkejut?" Gadis berambut biru tua berdiri. "Namaku Syvillia d' Lyttleton, dari kota Amstoria. Kenapa seluruh keluargaku, temanku, semua ingatan dan ... bukti bahwa aku ada, seperti menghilang? Mereka seperti baru mengenalku, apa yang kau lakukan pada kami? Atau.. apa yang kau lakukan pada keluarga kami?" Suara Syville terdengar bergetar. Zeth khawatir jika dia akan menangis. Pertanyaan yang sama yang ada di pikirannya saat ini. Pasti semua orang yang ada di sini mengalaminya. Sang presiden kembali tersenyum. "Salam kenal, Syvillia. Ya, mungkin keluarga kalian tidak ingat tentang penyuntikan anti-virus tersebut. Anti-virus itulah yang memilih orang-orang berbakat ini. Kemudian, anti-virus itulah yang menghapus semua memori tentang kalian. Bahkan semua bukti bahwa kalian pernah ada di dunia ini pun .. 'menghilang'.  "Atau lebih tepatnya, anti-virus itu mengganti semua data-data, ingatan mau pun memori, serta penglihatan yang bersangkutan dengan ingatan yang ada di otak mereka. Hal itu lah yang mengubah pandangan mereka, bahkan pandangan kalian pada informasi itu sendiri. "Sebenarnya, data itu masih ada. Hanya saja, semuanya tergantikan karena efek dari anti-virus ini. Jujur saja, aku juga kurang memahaminya. Karena bukan aku yang membuatnya. Bukan kami, yang membuatnya. Jadi, hanya sebatas ini yang bisa kujelaskan. Ada pertanyaan lain?" tanya presiden itu santai. Kenapa dia tidak merasa bersalah? Syvillia mengepalkan tangannya, lalu duduk dengan gerakan kaku. "Aku ... aku tidak diberikan anti-virus," kata gadis berambut merah marun. "Terakhir aku ingat, seseorang mengajakku ke suatu tempat ..." Ia menggelengkan kepalanya. Terlihat kebingungan. Sang Presiden terlihat tersenyum. "Beberapa di antara kalian memang, tidak diberikan anti-virus. Yang mungkin kalian akan sadar mengapa ... tidak lama lagi." Seketika, napas Zeth sulit diatur. Menerima semua fakta ini sangat.. tidak logis. Ia akhirnya berdiri. "Apa kejadian ini ... tentang kami yang terpilih untuk sebuah misi memang kami yang pertama, atau bagaimana?" Kepala Zeth terasa ingin meledak. "Penyuntikan anti-virus ini dilakukan selama tiga tahun sekali, 'kan? Apa setiap tiga tahun sekali itu.. ada orang yang terpilih untuk misi ini? Begitu?" Sang presiden mengangguk. "Sebenarnya, lima tahun sekali. Tetapi tahun ini lebih cepat, 'benda' itu datang lebih cepat ... seluruh anak remaja di negara ini akan terpilih untuk mengemban misi. Berpuluh-puluh generasi sudah dikirim untuk memulai misi ini.  "Kembali ke pertanyaan Syvillia tadi. Efek dari anti-virus ini juga menguntungkan. Jika keluarga kalian masih ingat tentang kalian, mereka akan mencari kalian ke semua tempat yang mungkin sudah pernah kau kunjungi, dengan hasil yang nihil. Lagipula, kalian juga akan mudah melepaskan keluarga kalian. Karena, kalian tidak memiliki tempat untuk kembali." Jawaban itu berhasil membuat d**a Zeth seperti dipukul dengan keras. Sensasi aneh di perutnya mulai muncul, seperti ditarik-tarik. Karena kalian tidak memiliki tempat untuk kembali. Titik. Jawabannya semudah itu. Sudut bibir Zeth terangkat. Ini tidak adil. "Kenapa tidak kau saja yang pergi? Menyelesaikan misi ini sendiri?" Sang Presiden memejamkan matanya. "Setidaknya, aku pernah mencoba. Tetapi, aku tidak bisa melakukannya." Dia kembali membuka matanya, menatap Zeth lekat. "Beruntunglah kalian yang terpilih! Kalian akan menjadi pahlawan!" Gadis ekor kuda berdiri sambil memukul meja. Piring-piring di atas mejanya berdentingan. "Tidak adil! Kami tidak tahu apa-apa tentang semua ini! Kenapa kami yang harus mengubah negara ini? Bukankah apa yang kalian lakukan itu memaksa kami untuk … menjalani misi-apa-lah-itu?” Lelaki berotot itu juga memukul mejanya. "Benar! Kami hanya warga negara! Seharusnya kami dilindungi oleh negara! Bukan kami yang melindungi negara! Memangnya kami ingin menjalani misi ini? Bukankah kalian memaksa kami untuk menjalankannya?" Air muka presiden berubah drastis. "Kalian pasti mempunyai potensi yang tidak kami miliki. Peluang kalian lebih besar! Ikutilah perintahnya, patuhi perlakuan ini, dan bertahan hiduplah. Ini juga untuk masa depan negara ini. Berarti, secara tidak langsung kalian akan mengubah kehidupan masa depan negara ini. Begitu pula orang-orang yang hidup di masa ini. Bukankah teman-teman, keluarga dan semua orang yang kalian ingin lindungi masih hidup saat ini? Bukankah sama saja kalian melindungi mereka juga? Lelaki berotot itu tertawa. "Apa yang bisa kami lakukan saat kami dikirim ke misi yang kau bicarakan itu? Memang benar, mungkin aku bisa melakukannya, tapi …”  Lelaki berotot itu menengok ke belakang. Zeth akhirnya bisa melihat wajahnya, yang ternyata tidak seperti yang ia bayangkan. Wajahnya tidak sesangar yang dibayangkan. "Aku tidak percaya pada lima bocah ingusan ini.” "Kalian akan menghancurkan sebuah negara," jawab presiden dingin, "dan membunuh raja yang ada di negara itu. Setelahnya kalian akan pulang. Kembali ke sini, dan menjadi pahlawan! Kalian akan dibanggakan oleh seluruh penduduk negara ini! Kalian dipertemukan di tempat ini pasti memiliki kelebihan untuk menutupi semua kelemahan jika kalian seorang diri. Meski kau sebagai seorang individu sangat kuat, bukankah dengan lebih banyak orang peluang kalian lebih besar?" Lelaki berambut hitam di sebelah Syvillia mendengus. "Lebih gampang saat kau mengatakannya," gumamnya pelan. "Lalu setelah kami menjadi pahlawan, apa hal itu berguna?" kata Zeth mulai tidak sabar. "Keluarga kami, teman kami, orang yang kami kasihi.. semuanya lupa tentang kami! Apa mereka akan mengucapkan selamat kepada kami yang tidak mereka kenal? Begitu? Lagi pula, apa mereka akan percaya jika kami berenam adalah orang yang … melindungi masa depan?" Gadis berambut biru berdiri dengan cepat, dari sini Zeth kembali melihat tangannya yang gemetar cepat. "Kau bilang berpuluh-puluh kali kalian mengirim.. orang yang terpilih untuk mengemban misi ini. Apa salah satu dari mereka belum ada yang berhasil sampai sekarang? Apa yang terjadi pada orang-orang yang terpilih itu? Yang kau bilang mempunyai potensi lebih besar untuk menyelesaikan misi yang kau berikan? Apa mereka gagal? Atau mereka.. meninggal saat mereka sudah dikirim ke misi itu? Apa kau menyuruh kami untuk bunuh diri!?" "Aku yakin kalian akan berhasil," kata sang presiden percaya diri. Dia kembali mendapatkan kehormantannya, "karena baru kali ini orang yang terpilih memiliki enam anggota. Selama berpuluh-puluh generasi.. orang yang terpilih tidak pernah lebih dari empat orang—" "Kami tidak peduli dengan jumlahnya!" potong gadis berambut merah marun cepat. "Lagipula, apakah kau tahu tentang kami? Pasti tidak, 'kan? Kau hanya ingin melihat muka kami apa bisa mendapatkan peluang keberhasilannya, 'kan? Setelahnya kau hanya akan duduk di kursi kesayanganmu dan menunggu beberapa detik, atau menit, atau tahun perubahan yang akan terjadi jika misi kami berhasil. Kemudian, jika kami gagal.. kau akan mengirim orang yang kau sebut sebagai ‘Yang Terpilih’ tiga tahun kemudian. Begitu, 'kan?" Sang presiden tersenyum hangat, yang malah membuat Zeth ingin memukul wajahnya. "Aku tidak akan melakukan hal yang kau pikirkan. Di dalam misi kalian, sebuah kelompok akan membantu kalian. Tentu aku tahu kalian semua. Kau Jurianna un Reicon, dari kota Wizarland yang sangat jauh letaknya dari sini. Kota kalian memiliki kekuatan magis turun temurun. Kau pasti memiliki Mana yang besar, menguasai sihir. Kemampuanmu tidak akan berakhir dengan sihir atau pengendalian elemen lainnya. Tapi, kau akan belajar sesuatu yang lebih memukau kelak. "Di sebelahmu tentu saja kalian sudah tahu, Syvillia. Dari kota Amstoria. Pendahulumu kebanyakan bertarung sebagai penombak. Tapi kau memiliki kecerdasan yang luar biasa. Kita akan lihat bakatmu apa. "Sebelah Syvillia, ada Lucius ulf Xlavyr. Dia memang pendiam, tetapi apa yang dia pikirkan belum tentu bisa kalian tebak dengan cepat. Dia berasal dari kota Dargville. Lucius memiliki aura yang besar. 'Sebuah' kekuatan yang berbeda dari yang lain. Bukan begitu, Lucius? "Lelaki yang ada di depan ini bernama Bartion ein Wiltelton, dari desa Musrle. Kami tahu pekerjaanmu tukang pukul. Kau bisa mematahkan kepala sapi dengan cepat dengan menggunakan tangan kosong. Bagaimana jika manusia? Kau akan menjadi lawan yang sulit. Dan pertahanan terkuat di garis depan. "Keylia Liz Narayark. Berasal dari desa Yordussle. Kau menggunakan pedang pendek untuk berburu. Aku tahu kau belum puas hanya dengan itu. Karena pedang dilarang di pemerintahan ini. Tapi aku mengizinkanmu menggunakan pedang. Aku ingin lihat kemampuanmu. "Dan terakhir Zethius von Czar, berasal dari desa Lyx. Mungkin kau merasa aneh dengan kemampuan melemparmu. Sebenarnya kau memiliki ketepatan yang luar biasa, aku yakin kau bisa menembak lalat dengan batu sejauh puluhan meter setelah bakatmu lebih terasah, atau bahkan lebih. Sebelumnya, orang yang terpilih dari desa Lyx merupakan seseorang yang menjadi ahli strategi. Apa mungkin bakatmu sama dengannya? "Sebaiknya kalian berkenalan satu sama lain, karena nanti kalian akan hidup berdampingan. Untuk sekarang makanlah terlebih dulu, nanti aku akan kembali." Sang Presiden tersenyum, membalikkan badan lalu menghilang di balik dinding. Sesaat ruangan terasa sepi. Zeth memikirkan bagaimana kehidupan selanjutnya. Makanan yang mengeluarkan aroma sedap terlihat seperti batu di pandangannya. Nafsu makannya hilang, digantikan dengan perut yang seperti ditarik-tarik karena tegang. Tiba-tiba ada suara dentingan. Zeth melihat ke arah sumber suara. Dengan santai, orang yang bernama Lucius ini duduk di tempatnya, lalu memotong daging asap yang ada di depannya. "Di saat seperti ini kau enak-enaknya makan?" tanya Bartion. Lucius mengangkat kedua bahunya. "Sampai kapan pun kau berpikir apa yang akan terjadi nanti, kau tidak akan tahu. Jalani saja yang ada saat ini. Saat ini aku lapar, dan ada makanan di depanku. Kenapa tidak makan saja?" "Kau tidak takut jika itu diracun?" tanya Keylia. "Kemungkinan tidak. Presiden itu bilang jika kita adalah orang yang terpilih untuk menjalankan misi,” jawab Syvillia. “Itu benar, bukankah mereka susah payah mengumpulkan kita di sini untuk menjalankan misi-entah-apalah-itu,” kata Zeth. Jurianna mengangguk. "Benar juga. Awalnya aku berpikiran sama dengan.. siapa namamu tadi? Keylia?" Keylia mengangguk. "Panggil saja Key, dan kau Jurianna?" Jurianna tersenyum. "Yap. Panggil saja Jura, Key." Jura menunjuk Syvilla. "Kau akan kupanggil Syville! Kau Zeth! Lalu kau Baron." Syvillia mengangguk. "Tentu, di rumah aku juga biasa dipanggil seperti itu." Baron mengerutkan keningnya. "Dengar ya, Nak. Sopanlah pada yang lebih tua!" Jura mengedikkan kedua bahunya. "Memang kau umur berapa, Kakak Baron?" tanyanya dengan nada mengejek. Baron melipat tangannya di d**a. "Dua puluh tahun." "Alah, baru saja berkepala dua kau sudah sok tua! Lalu kau, Luci?" tanya Jura pada Lucius, menghiraukan protes dari Baron. "Lucius saja cukup," jawabnya singkat sambil memasukkan potongan daging panggang ke mulutnya. Jura melipat tangannya di d**a sambil menjulurkan lidah pada Lucius. "Tidak seru." "Baiklah untuk saat ini ayo makan," kata Zeth. "Kita tidak akan tahu kapan selanjutnya kita akan makan, bukan?” Baron mendesah sambil mengacak-acak rambutnya. “Apa kita bisa membawa sisa makanannya jika tidak habis?” []  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD