Tangan kiri memainkan ujung kemeja Baskara yang ia kenakan. Pipinya terpihat memerah karena posisi duduknya saat ini, begitu intim dengan Baskara. Sementara itu Baskara duduk bersandar di sofa, dan Kartika yang duduk di ruang antara kedua kaki Baskara yang mengangkang. Punggung Kartika bersandar pada d**a bidang Baskara yang bergerak teratur. Salah satu tangan Baskara tertaut dengan jemari tangan kanan Kartika, sedangkan yang lainnya memeluk bahu Kartika dengan erat. Seakan-akan takut berjauhan barang sedetik dengan istri mungilnya itu.
Baskara sesekali mengecup puncak kepala Kartika dengan lembut, sembari matanya menyorot datar pada telivisi yang menayangkan berita terkini dari pasar saham dunia. Kartika sama sekali tak paham dengan acara yang kini tengah ditayangkan di televisi, tapi ia tak berani untuk meminta Baskara mengalihkan chanel. Padahal, kini adalah waktu untuk penayangan salah satu acara sinetron. Ya, Kartika memang memiliki hobi seperti para ibu-ibu rumah tangga yang senang sekali menonton acara sinetron yang alurnya ngalor-ngidul dan terkadang tidak masuk akal.
"Tika?"
Kartika tersentak saat Baskara tiba-tiba telah mengulum salah satu daun telinganya dengan lembut, sembari berbisik, mengantarkan gelenyar aneh di telinganya. Kartika bergerak gelisah karenanya. Ia masih jauh dari kata terbiasa saat harus berinteraksi intim dengan Baskara yang berwajah datar itu. Meskipun Kartika sudah mulai nyaman dengan Baskara, tetapi Kartika belum bisa terbiasa dengan Baskara yang selalu berusaha untuk menempel dan membuat kedekatan yang terasa sangat canggung bagi Kartika.
"I-iya Aa, kenapa?"
"Tika mau kuliah?" tanya Baskara langsung. Kartika membuatkan matanya dan menolehkan wajahnya hingga kuluman Baskara di telinganya terlepas. Samar-samar Baskara berdecak kesal, karena kegiatannya terinterupsi.
"Mau!" seru Kartika semangat. Bahkan Baskara bisa melihat binar mata Kartika, yang selama ini tak pernah ia lihat. Sepertinya Kartika memang sebegitu inginnya untuk kuliah. Baskara mengerutkan keningnya, sementara otaknya tengah bekerja untuk menimang-nimang keputusan apa yang harus ia ambil. Sedangkan Kartika kini menatap Baskara dengan penuh harap, tangannya tanpa sadar meremas tangan Baskara dengan semangat. Baskara mengernyit beberapa saat, sebelum mengangguk.
"Baik, Tika boleh kuliah," putus Baskara pada akhirnya. Tentu saja hal itu membuat Kartika merasa begitu senang. Kartika tersenyum lebar membuat wajahnya terlihat berbinar dan bersemu indah. Matanya yang menyipit lembut, terlihat seperti bulan sabit di awal bulan. Sinar matahari pagi yang merambat menembus gorden tipis, menyirami sosok mungil Kartika. Menambah pesonanya menjadi berkali-kali lipat. Baskara berdecak dalam hati, ia sama sekali tak rela jika harus membiarkan pria lain melihat kecantikan istrinya ini.
Baskara meraup Kartika dalam pelukannya yang erat. Ia benar-benar tak rela. Ia belum siap membiarkan Kartika berada di luar sendirian. Apakah ia harus mengurungkan rencananya? Baskara mulai berpikir serius lagi, dan tanpa sadar pelukannya yang erat telah membuat Kartika kesulitan bernapas. Kartika meronta dan memukul Baskara, agar dirinya dilepaskan. Tapi tenaganya sama sekali tak berpengaruh. Kartika semakin merasa sesak, dan di ujung harapannya, Kartika membuka mulutnya dan menggigit sesuatu yang berada tepat di depan bibirnya dengan sekuat tenaga.
Baskara berjingkat terkejut saat merasakan sengatan sakit di salah satu p****g buah dadanya. Baskara melepaskan pelukannya dan melihat Kartika yang tengah menggigitnya, pantas saja sakit. Baskara mengangkat tangannya dan mengusap kening Kartika yang tertutup poni tipis. Gigitan Kartika terlepas begitu saja. Wajahnya berubah pucat saat menyadari jika dirinya telah berbuat salah. Tubuhnya segera bergetar karena ketakutan kini mulai merayapi hatinya.
Baskara yang menyadari ketakutan Kartika, segera memeluk istrinya dengan lembut. Ia meniupi kening Kartika, bibirnya tersenyum tipis saat melihat betapa menggemaskan Kartika yang tampak berusaha membuka matanya, melawan hembusan angin yang ditiupkan Baskara. "Aa, perih," Kartika tak tahan saat Baskara terus meniupi matanya dan merengek pada suaminya itu. Kartika memang sudah tidak tahan dengan tingkah Baskara yang selalu saja menjailinya.
Baskara menghentikan aksi jailnya dan berakhir mencium ujung hidung Kartika. "Kau sendiri yang bertingkah nakal. Kenapa gigit Aa?"
"Tadi Aa meluknya kekencengan, Tika sesak napas," jawab Kartika polos, dengan nada takut-takut. Meskipun begitu, bibir tipis Kartika yang merekah tampak mengerucut bibirnya. Tentu saja hal itu bisa menunjukkan jika dirinya memang tengah kesal.
Baskara menghela napas. Dan kembali membuka topik awal, "Jika Eneng ingin kuliah, Aa izinkan. Tapi ada banyak syarat yang harus kau patuhi. Bagaimana? Setuju?"
Dan tanpa berpikir panjang, Kartika mengangguk dengan begitu antusias sembari tersenyum cerah pada Baskara. Membuat Baskara tanpa sadar mengulas senyum tipis untuk istri cantiknya itu. Ah tepatnya bukan senyum, tapi sebuah seringai misterius yang menyembunyikan berjuta jebakan untuk mangsanya.
***
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Hari ini, tepat satu bulan setelah Kartika menyetujui persyaratan dari suaminya, demi impiannya untuk berkuliah. Senyum sumringah terlihat indah di wajahnya yang mungil. Sesekali dirinya bersenandung ceria sembari tangannya bergerak untuk memasak. Kebahagiaan Kartika bukannya tanpa alasan, Kartika bahagia karena esok hari adalah hari yang telah lama ia tunggu-tunggu. Ya, besok dirinya akan berkuliah!
Baskara yang duduk di meja makan, berdecak kesal. Sampai saat ini, dirinya masih belum begitu rela melepaskan Kartika ke luar sendirian. Apalagi saat berkuliah, Kartika pasti bertemu dengan berbagai macam orang. Dan yang paling penting, Kartika pasti akan bertemu dengan pria lain. Yang Baskara jamin tak akan berpikir dua kali sebelum meminta nomor telepon Kartika.
"Aa, ayo makan. Kok malah ngelamun?"
Baskara mengangkat alisnya saat melihat menu makan malam kali ini. Sebulan ini, Baskara dan Kartika memang menjalani hari-hari seperti biasa. Baskara yang berangkat kerja pagi, lalu menghabiskan malam yang menakjubkan bersama istrinya. Namun selama sebulan ini, Baskara juga melihat perubahan sedikit demi sedikit dari istrinya. Kartika tampak sedikit lebih santai dan meninggalkan kesan canggung yang biasanya selalu mengiringi tingkahnya. Kartika juga lebih membuka diri pada Baskara, bahkan untuk beberapa waktu Baskara merasa jika Kartika menunjukkan sedikit sikap manjanya. Dan jujur saja, Baskara merasa itu sangat menarik.
Namun, Baskara tidak menyangka jika Kartika akan berubah sebanyak ini. Baskara menatap Kartika yang kini tengah menyuap spaghetti bertabur parutan keju yang menggunung. Jelas, itu sangat aneh. Baskara tahu betul jika Kartika tidak suka dengan keju, benar-benar tidak suka malahan. Kartika bahkan akan muntah hanya karena makan sedikit keju. "Pelan-pelan," tegur Baskara sembari menyeka noda pasta di ujung bibir Kartika.
Kartika sendiri tak menghindari sentuhan Baskara. Ia hanya mengangguk patuh dan kembali makan dengan perlahan. Keduanya makan dalam diam hingga acara makan malam berakhir. Karena Baskara libur kerja, hari ini ia sepenuhnya menghabiskan waktu bersama istrinya. Setelah memebereskan peralatan makan dan menyikat gigi, Baskara segera menarik Kartika agar duduk di tepi ranjang.
"Ini, minumlah!" Baskara menyerahkan satu butir pil berwarna putih kepada Kartika. Tanpa penolakan, Kartika meminum pil tersebut dengan bantuan air putih yang disodorkan suaminya. Jangan khawatir. Kartika tidak sakit. Pil yang ia minum adalah vitamin yang memang sengaja Baskara beli untuk membuat tubuh Kartika semakin siap menghadapi kehidupan perkuliahannya. Ya, itu yang Kartika ketahui dari ucapan Baskara bulan lalu. Jadi, selama sebulan ini, Kartika dengan patuh mengonsumsi obat tersebut selama sehari dua kali.
Baskara menangkup pipi Kartika dan mencuri kecupan di bibir istrinya itu. "Apa lebih baik kuliahmu diundur saja ya?" tanya Baskara setengah menggoda, dan setengah serius.
Kartika membuatkan matanya dan menggeleng panik. "Jangan gitu! Kan Aa udah janji. Persyaratan yang Aa ajuin udah Tika setujui dan mulai Tika lakukan,” ucap Kartika memprotes jika Baskara akan membatalkan apa yang sudah mereka sepakati. Baskara terdiam dan menghela napas. Lalu tiba-tiba Baskara menyerang Kartika dengan kecupan dan tangannya yang menjelajah disetiap inci tubuh Kartika.
Kartika sendiri selama sebulan ini, hampir tiap malamnya mendapatkan serangan seperti ini dari Baskara. Tapi tetap saja, dirinya tak bisa merasa terbiasa. Jantungnya akan berdetak hebat, dan sekujur tubuhnya akan berubah kebas karena rasa malu yang teramat, saat tubuhnya sepenuhnya telanjang di bawah kungkungan Baskara. Namun setiap kali rasa malu itu datang, Baskara dengan lihai membuat Kartika melupakan rasa malunya, dengan menyuguhkan kepuasan akan dahaga surga dunia. Ya, tiap malamnya Kartika akan mendesah dan menjerit-jerit histeris, saat meraih puncaknya yang datang berulang kali. Hal itu, sering kali membuatnya merasa sangat lelah keesokan harinya.
Dan Kartika tak pernah berpikir, bagaimana jika kegiatan malam dirinya dengan Baskara terus berlanjut, ketika Kartika telah memasuki kehidupan kuliah. Kartika belum tahu, jika gaya hidupnya dengan Baskara saat ini, akan membuatnya kesulitan ketika menjalani rancangan hidup yang sudah ia buat sejak lama. Kartika mengerang saat Baskara menyerangnya dengan lihai. Baskara menyeringai dan berkata, “Ya, mengeranglah dengan manis, Sayang.”
Karena komando Baskara tersebut, Kartika sama sekali tidak bisa menahan dirinya lagi. Kartika mengerang, dan mengerang membuat Baskara senang karena semuanya sudah sesuai dengan rencananya. Ya, rencana yang ia buat dibalik rencanya yang ia katakan pada Kartika. Baskara menyeringai dan kembali fokus untuk memberikan rangsangan yang akan membuat kegiatan intim mereka ini semakin menyenangkan dan tidak akan terlupakan.