"Ambil alih semua pekerjaan hingga waktu makan siang. Aku ada urusan dengan istriku," ucap Baskara pada seseorang yang berada di ujung sambungan telepon, sembari tangannya masih sibuk merapikan anak-anak rambut Kartika yang menutupi kening istrinya itu. Wajah Kartika yang tengah tidur seperti ini memang tampak begitu manis dan membuat Baskara tidak bisa melepaskan pandangannya dari perempuan yang sudah menjadi istrinya, pendamping hidupnya.
"Tuan, sepertinya apa yang disarankan oleh Tuan Senu ada benarnya. Sebaiknya, Tuan mengambil cuti saja. Jatah cuti Tuan masih lengkah. Tuan bisa memanfaatkannya untuk bulan madu saja, kenapa malah menyia-nyiakannya? Sepertinya itu adalah keputusan yang terbaik untuk saat ini ," elak suara di ujung sambungan telepon.
Baskara yang mendengar ucapan tersebut tak bisa menahan diri untuk mengernyitkan keningnya dalam. Sungguh, Baskara kesal jika ada orang yang membantah apa yang sudah ia katakan dan perintahkan. "Rafi, jangan membuatku marah. Suasana hatiku sedang baik sekarang." Baskara mencoba mengingatkan.
Tapi tampaknya, asistennya sama sekali tak mengindahkan peringatannya dan terus mengganggu Baskara dengan celotehannya. "Maafkan saya, Tuan. Saya hanya ingin melakukan tugas saya sebagai orang kepercayaan Anda yang sudah seharusnya mengingatkan Anda dalam berbagai hal. Oh iya, lalu bagaimana dengan pesta pengenalan Nyonya sebagai Nyonya Baskara Prins Sequis. Semua orang sudah tau jika Tuan sudah menikah, tetapi mereka belum tau siapa yang menjadi mempelai wanita Tuan. Sekarang, sudah ada ratusan reporter dan chanel televisi swasta yang mengundang Tuan dan Nyonya untuk diwawancari secara eksklusif. Bagaimana kalau kita menggu--"
"Rafi, apa kau ingin merasakan jari-jari tanganmu patah? Jika benar, aku bisa mengusahakannya untukmu. Aku tentu saja bisa meluangkan waktu untuk melakukan hal tersebut. Lagi, aku rasa kau memang perlu merasakan pengalaman baru seperti itu," ucap Baskara dengan tegas. Seketika Rafi bungkam. Ia tahu jika Baskara benar-benar telah kehabisan kesabaran.
"Sekali lagi, aku ingatkan ambil alih semua pertemuan hingga waktu makan siang." Lalu Baskara mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Bertepatan dengan Baskara yang meletakkan ponsel, Kartika terbangun. Kartika tanpa bisa menahan diri untuk segera mengingat kejadian tadi malam yang membuat wajahnya terasa panas merebak.
Kepala Kartika mendongak saat Baskara bergerak lembut di atasnya. Kedua mata Kartika terpejam erat saat menyadari Baskara menatapnya dengan pandangan aneh. Segera, Kartika merasakan sapuan lembut nan basah di sekitar dagu dan lehernya. Kelembutan sikap Baskara kali ini, membuat Kartika merasakan sensasi aneh yang sangat berbeda dari sebelumnya. Kartika merasa melayang, seiring gerakan Baskara yang semakin cepat.
Baskara menyesap lembut bibir bawah Kartika, menyisakan jejak hangat yang membuat kepala Kartika terasa semakin ringan. Tak lama, Baskara memindahkan mulutnya menuju buah d**a Kartika yang tampak imut. Ia memberikan sapuan yang lagi-lagi menenggelamkan Kartika dalam kubangan gairah yang tak berujung. Kartika membuka matanya saat merasakan perut bagian bawahnya terasa mengencang. Tanda jika sebentar lagi, dirinya akan merasakan sensasi menakjubkan yang mampu melemparkannya pada surga dunia. Tangan Kartika yang mungil segera meremas tangan Baskara yang kini mencengkram kedua sisi pinggangnya.
"A ... Aa, Tika ma-mau ... "
Tapi belum juga Kartika menyelesaikan perkataannya, Baskara menghentikan gerakan pinggulnya. Ia tersenyum dan bertanya dengan nada menggoda, "Mau apa?"
Kartika jelas kebingungan. Ia tak mungkin menjawabnya, ia malu. Tapi gerakan Baskara selanjutnya membuat Kartika hampir menangis. Baskara menarik diri, dan hampir melepaskan tautan tubuh mereka. Kartika segera menahan tangan Baskara, dan membuat Baskara menyeringai karenanya. Mata Kartika mulai berkaca-kaca, ia tak berdaya saat ini. Dan Baskara sungguh keras kepala untuk mendengar istri mungilnya mengatakan apa yang ia inginkan. Baskara merendahkan tubuhnya dan menangkup pipi Kartika yang basah dengan keringat serta air mata yang baru saja menetes. "Kenapa menangis? Apa pertanyaan Aa sangat sulit dijawab?" tanya Baskara lembut.
Dengan polos Kartika mengangguk. Memantik senyum tipis Baskara yang sangat langka. Pria itu tak bisa menahan diri itu mencuri sebuah ciuman manis di bibir istrinya. "Tika mau apa, hm? Jawab, atau Aa berhenti." Baskara memang tengah mencoba Kartika untuk mendorong bisa lebih berani untuk mengatakan apa yang ia rasakan. Tentunya, Baskara ingin Kartika lebih membuka diri padanya. Bukankah sudah sewajarnya jika pasangan suami istri saling membuka diri?
Namun, Kartika sama sekali tidak mau melakukan hal itu. Kini, Kartika malah merasa begitu malu dan benar-benar ingin mengubur dirinya saat ini juga. Ia tak ingin Baskara berhenti disaat dirinya merasakan sesuatu yang aneh seperti ini, sesuatu yang terasa belum tuntas. Namun jika dirinya mengatakan yang sesungguhnya, bagaimana pandangan Baskara nanti padanya? Apa Baskara akan merasa jijik? Kartika yakin, jika Baskara akan merasa jijik. Karena itulah, Kartika tidak akan mau mengatakannya dan akan menahannya sekuat tenaga.
Baskara kembali mencium bibir Kartika lembut. "Sepertinya Kartika masih perlu waktu untuk terbuka pada Aa. Sekarang, Aa akan memberikan hadiah yang Aa janjikan. Bersiaplah!" Baskara kembali bergerak dengan begitu intens, membuat Kartika yang sempat lengah, sedikit tersentak kaget saat merasakan bagian bawah tubuhnya begitu penuh sesak. Kartika mulai megap-megap. Kesulitan mengendalikan sesuatu yang bergejolak dirinya.
Tanpa sadar, dirinya memeluk leher Baskara dengan erat. Menggigit bahu suaminya dengan keras, mengekspresikan sensasi menakjubkan saat dirinya mendapatkan puncak gairahnya, disusul sesuatu yang terasa panas memenuhi rahimnya. Dan setelah itu Kartika melemas. Tubuhnya terasa lelah bukan main, dan tak lama Kartika mulai merasakan kantuk yang luar biasa. Di bawah buaian suaminya, Kartika jatuh tertidur dengan begitu lelap.
"Sudah bangun?" tanya Senu saat menyadari jika Kartika memang sudah bangun dari tidurnya itu. Tentunya pertanyaa Senu tersebut lebih daru cukup untuk menarik Kartika dari dunia lamunannya. Kartika tersadar dan segera menarik selimut untuk menutupi sekujur tubuhnya. Baskara yang melihat tingkah istrinya, hanya tersenyum tipis. Sepertinya istrinya masih belum terbiasa dengan keintiman mereka, dan masih merasakan malu yang teramat. Baskara sendiri merasa jika tingkah Kartika ini sungguh konyol. Ayolah, ini bahkan bukan kali pertama mereka menghabiskan malam yang panas bersama. Jadi, bagi Baskara tingkah malu Kartika ini sangat konyol, tetapi juga merasa gemas dengan tingkah Kartika ini.
Namun Baskara juga tak bisa memungkiri, jika kegiatan mereka tadi malam, terasa begitu berbeda dari malam-malam sebelumnya. Baskara sendiri merasakan dengan jelas, bahwa Kartika juga menikmati kegiatan mereka. Istrinya itu tampak larut dalam gairah dan arus yang juga ia rasakan. Tentu saja itu adalah sebuah pencapaian bagi Baskara. Kali ini, Baskara juga merencanakan untuk mengulang pencapaian terbaiknya.
Baskara menyeringai, membuat wajahnya yang tampan semakin tampan saja. Baskara yang semula masih duduk di samping Kartika, tanpa banyak kata segera ikut berbaring dan masuk ke dalam selimut. Di bawah selimut, Baskara segera menindih Kartika yang tampak terkejut dengan sikapnya. Kartika menatap polos wajah suaminya yang tampan. Baskara berbisik rendah pada Kartika, "Bagaimana dengan olahraga pagi? Sepertinya itu akan membuat tubuh kita semakin sehat."
Lalu kemudian, Kartika tak bisa melepaskan diri dari jeratan gairah yang suaminya lemparkan. Pagi itu, lagi-lagi erangan yang sepanjang malam terdengar, kembali terdengar memenuhi kamar apartemen. Tentu saja, Baskara dengan gagahnya menguasai Kartika di bawah kungkungan tubuhnya. Bahkan, Baskara tidak mengizinkan Kartika untuk turun dari ranjang satu langkah pun. Ya, hari itu menjadi surga bagi Baskara, tetapi menjadi neraka yang melelahkan bagi Kartika.
Namun, Kartika tidak bisa berbohong jika dirinya sudah mulai larut dalam semua pengalaman baru yang dikenalkan oleh Baskara. Apalagi kini, Baskara memperlakukannya dengan lebih lembut. Kartika tidak memungkiri, jika sikap lembut Baskara ini membuatnya terbuai dengan kenyamanan. Ya, kini Kartika sudah mulai merasa nyaman dengan Baskara. Apakah sikap Kartika ini salah? Sepertinya, Baskara bisa membaca pemikiran Kartika di tengah acara panas mereka itu. Karena jujur saja, Baskara melihat Kartika sebagai buku yang terbuka. Tentu saja, Kartika dengan mudah membiarkan Baskara untuk membaca semua yang ia pikirkan dan rasakan. Hal itu membuat Baskara mau tak mau merasa geli dan gemas sendiri dengan kelakuan istri manisnya ini.
Baskara mencium kening Kartika yang dihiasi bulir-bulir keringat. Baskara lalu menempelkan keningnya dengan kening Kartika dengan lembut. “Tidak perlu berpikiran aneh. Aku adalah suamimu, dan kau adalah istriku. Kita saling memiliki,” bisik Baskara sebelum melanjutkan kegiatannya dan membuat Kartika kembali mengeluarkan erangan-erangan manis yang memenuhi kamar mereka. Baskara menyeringai, erangan yang dikeluarkan istri manisnya ini sungguh membuat Baskara semakin menggebu-gebu untuk membuat Kartika mengerang semakin keras. Dan usaha Baskara berbuah manis. Erangan Kartika pecah dan membuat d**a Baskara dipenuhi oleh kebahagiaan yang sulit untuk dijelaskan.