Bab 2. Mau Ya, Dimadu?

1037 Words
"Kamu bilang barusan apa? Erna hamil?" Luna jelas punya pemikiran yang buruk begitu mendengar mantan istri suaminya itu tengah mengandung. Tatapan Luna begitu tajam dan menuduh, pada Yuda yang mulai mendudukkan diri di sisinya. "Iya, hamil." Yuda menarik napas panjang. "Kok bisa dia hamil, padahal suami saja tidak ada." "Bukannya anak kamu ya, Mas?" Tuduhan yang melayang darinya membuat Yuda menoleh kaget. "Sembarangan! Orang lain yang nikmatin." Luna memilih menyandarkan punggungnya. Rasa kesal di hatinya perlahan sirna, semua digantikan dengan kecemasan. "Lantas, kenapa kamu yang kelihatan pusing? Padahal Erna yang hamil, plus bukan anak kamu juga." Yuda diam dengan mata memandang ke arahnya. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh suaminya ini. "Kekasihnya kabur." Padahal hanya dua kata, namun mampu menjabarkan segalanya. Bibir Luna menyeringai. "Jangan bilang," ujarnya, "ujungnya pasti minta kamu tanggung jawab." Yuda diam membisu mendengar tebakan dari Luna. Yuda menarik napas dengan raut wajah yang dipenuhi beban pikiran. Luna langsung merespon dengan seringai tipis di bibirnya. “Kamu sedang bimbang, Mas? Memilih antara istri kamu dengan mantan istri yang hamil anak orang lain?” tanya Luna telak. “Masalahnya,” Yuda menjeda untuk mengangkat pandangan pada Luna, “Erna akan memberi tahu tetangga kalau dia mengandung, jika aku tidak memberikan jawaban.” “Lucu sekali,” sindir Luna. “Bukan anak kamu, tapi dia begitu bersikeras.” Kemudian Luna langsung mendelik dengan raut serius. Dirinya menyadari, bukan hanya maling yang berbohong demi penjara tetap sunyi, bahkan suaminya sendiri pun turut melakukannya. “Di mana kalian melakukannya?” “Melakukan apa, Luna?” nada suara Yuda terdengar lebih tinggi. Luna tersenyum sinis, kemudian menarik napas. “Dikira anak kecil ya, Mas?” Padahal pembicaraan di antara mereka berdua belum menemui kejujuran. Pintu rumah terdengar diketuk dengan ramainya suara obrolan di depan. Mata Luna dan Yuda saling melirik. “Mereka cari kamu, minta sebuah tanggung jawab,” sindir Luna langsung berdiri dari duduk. Yuda memandang pasrah ke arah istri yang berjalan sebentar dan membuka pintu rumah dengan santai. Mata Luna menemukan beberapa warga di sekitar beserta Erna dan ibu mertuanya. “Mas Yuda,” panggil Erna begitu Yuda ikut keluar rumah. “Benar, kamu menghamili Erna, Yuda!” Suara ibu mertuanya sangat tinggi dengan raut wajah marah. Luna tatap suaminya yang saling lirik dengan Erna, mulut Yuda hanya membisu. Sama sekali tidak punya keberanian seperti saat bicara dengannya. “Kenapa diam? Anak kamu bukan?” singgungnya dengan berusaha tetap santai. Kepala Yuda menggeleng. “Bukan.” “Alah! Kalau bukan mana mungkin Erna minta tanggung jawab kamu.” Tetangga mulai ikut campur membuat Luna menatap pada Erna yang sedang menangis di pelukan Wanita tak dikenalnya. “Serius, bukan anak kamu, Yuda?” tanya ibu mertuanya mulai berjalan mendekat dan berdiri di hadapannya. “Bukan, Bu.” “Jangan mengelak! Kalian sering jalan bersama, itu tidak menutup kemungkinan kalian melakukannya juga.” Mata Luna terpejam, tetangga mulai mengeluarkan pendapat mereka dan ya itu bukan hanya opini semata. Ada bukti kepergian mereka yang disaksikan seluruh tetangga komplek. “Mas, kamu tega ya sama aku. Kamu masa tidak mengakui anak ini? Apa kamu ingin ada Hafiz kedua? Kehilangan ayahnya karena keegoisan orang tua,” mulut Erna mulai mengadu. Luna tatap Yuda yang nampak menunjukkan kasihan pada Erna hanya karena nama Hafiz disebut. “Siapa lagi yang menyentuh aku selain kamu, Mas?” Raut wajah Yuda mulai kesal. “Kamu bilang apa? Hanya aku?” “Sebelum aku, kamu sudah disentuh kekasihmu itu!” Seruan dari Yuda telah memperkeruh suasana. Luna sendiri memejamkan matanya mengetahui fakta bahwa Yuda memang pernah menyentuh Erna, terlepas itu anak suaminya atau bukan. Erna yang semula tersenyum, langsung berpura menangis. “Kamu mengakui telah menyentuh aku, tapi kenapa tidak mengakui anak ini?” Yuda yang menyadari situasi tersebut, langsung melirik ke arahnya dengan kaget. Saat Yuda ingin menyentuhnya, Luna langsung menghindar dan menjadikan ibu mertua sebagai tameng. “Dasar anak tidak tahu diuntung!” ibu mertuanya marah besar, hingga memukul Yuda. *** Luna mengurung diri di kamar dengan raut wajah kesal setengah mati. Ada jejak air mata di pipinya. “Luna, aku mohon. Bicaralah denganku, ya!” Entah, sudah berapa kali Yuda memintanya untuk keluar dari kamar dan bicara secara empat mata. “Kamu ya, Mas Yuda. Benar-benar tidak tahu malu.” Itu suara dari Ayu, adik Yuda. “Tahu kamu begini, harusnya jangan cerai dan jangan nikahi Mba Luna juga.” Ayu masih saja bicara sampai membuat Yuda kesal dan langsung berbalik dengan emosi, berniat menampar namun ibu mertua Luna terburu menghalangi. “Eh! Apa yang mau kamu lakukan pada adikmu!” “Mulutnya mengesalkan sekali, Bu! Perlu dikasih Pelajaran.” Ibu Yuda menarik napas panjang sembari memeluk tubuh sang putri. “Kamu yang harusnya diberi pelajaran, kamu menjanjikan pernikahan pada Erna. Menurutmu siapa yang tidak marah di sini?” Yuda memilih Kembali berdiri di depan pintu kamar dengan sesekali mengetuk, berharap Luna luluh dan mau diajak bicara. “Aku melakukannya dengan terpaksa, Bu. Kalau tidak diberi jawaban, pasti tetangga akan murka dan memaksa menikahkan kami berdua,” ujar Yuda memberi alasan. Ya, alasannya cukup sederhana namun menyahat hati Luna. Suaminya menjanjikan pernikahan di hadapan matanya langsung, tentu Luna sakit hati sekali. Terlebih pengakuan soal pernah menyentuh, itulah luka paling dalam yang pernah Yuda torehkan. “Ayolah, Luna. Tolong keluarlah!” pinta Yuda. “Kamu sungguh akan menikahi Erna?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Luna, tentu membuat ibu mertuanya kaget. “Luna!” Yuda Nampak memundurkan langkah, begitu mendengar suara pintu yang terkunci perlahan dibuka aksesnya oleh Luna. Yuda langsung mengulas senyum dan berniat memeluk, tapi Luna mendorong pundak suaminya. "Aku tanya sekali lagi, kamu akan menikahi Erna?'' Yuda meraih tangannya, namun Luna masih menghindar. Mata Yuda sempat menatapnya, kemudian kepala mengangguk. "Hanya sampai anaknya lahir, kemudian aku akan menceraikannya dengan begitu aku akan dapatkan hak asuh atas Hafiz.'' Ternyata itu tujuan utama Yuda dengan menikahi Erna kembali. Luna tersenyum sinis dengan mata yang berkaca. "Jadi, kamu ingin Hafiz tinggal denganmu?" Yuda terlihat bersemangat. "Iya, Sayang." "Kamu mau ya, dimadu?" ajak Yuda jauh lebih bersemangat dari sebelumnya. "Jangankan dimadu," ujar Luna membuat bibir Yuda mengulas senyum. Pria tersebut sangat mencintai Luna, terlepas dari status Luna yang kaya. Yuda jatuh pada paras cantik dari sang istri. "Mengasuh anakmu saja aku tidak sudi! Aku ingin cerai!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD