Luci duduk di sofa ruang tengah dengan gawai di tangannya. Sore itu Luci tidak ingin kemana-mana meski sebelumnya Martin menawarkan makan malam bersama tapi Luci menolak halus, beralaskan sedikit letih dan hanya ingin istirahat.
Jemari lentiknya mulai sibuk dengan gawai ditangannya, menjelajah sosial media adalah hal yang bisa sedikit mengurangi gundah dan mengalihkan pikiran kusut yang ada di otaknya, mengikuti beberapa berita seputar dunia maya.Tiba-tiba ia teringat David. "Sudah dua hari anak itu tidak masuk sekolah, aku coba hubungi tapi tidak ada jawaban sama sekali," hatinya pun mulai merindu. Kembali Luci mencoba menelpon nomer David.
Tut,,
Tut,,
Tut,,,
Nomer itu tersambung namun tidak juga mendapat jawaban dari sang empunya nomer. Ingin rasanya ia menelpon Antonio ayahnya David, tapi urung Luci lakukan karena tidak memiliki alasan yang lebih tepat dan logis. "Ooh David semonga kau baik-baik saja," Luci membatin.
Sementara kediaman David.
"Dave bagaimana ini," tanya Alya ibunya David.
"Ma beri David waktu, sungguh Merry gadis yang cantik dan baik tapi sejauh ini aku belum merasakan apa-apa padanya," ucap David memelas
"Tapi sampai kapan?"
"David masih terlalu muda ma, David cuma gak ingin mengecewakan mama dan papa."
"Ya tapi lihatlah, dari tadi Merry terus menatapmu penuh kagum,"
David tak menjawab, sekilas ia melihat kearah Merry yang sedang duduk bersama ayahnya, pandangan mereka bertemu di kejauhan, David hanya tersenyum ringan.
"Mama cuma ingin kalian tunangan dulu, agar hati mama tenang sayang," sambung Alya.
"Tapi David masih kurang yakin ma."
"Apa kamu punya pacar lain?"
"Tidak mama."
"Jadi apa masalahnya?"
"Entah lah."
"Ayolah Dave mama cuma ingin kalian tunangan dulu, hanya untuk mengikat Merry menjadi calon menantu mama."
-
-
-
-
-
-
Dua hari berikutnya David akhirnya menerima permintaan ibunya untuk bertunangan dengan Merry. Rencananya nanti malam acara pertunangan itu akan di laksanakan di rumah kediaman Antonio.
Acara pertunangan itu akan di adakan dengan tertutup dan sangat sederhana. Hanya ada keluarga Hermawan dan Antonio dan beberapa kerabat yang dekat saja dan tidak lupa ke empat sahabat David turut hadir.
David masih mengurung diri di kamarnya. Meski ia sudah siap dan rapi dengan setelan jas mahalnya, namun hatinya masih di rundung gelisah. David menatap ponselnya yang sedari tadi terus berkedip menampilkan panggilan dari seseorang, namun ia tak juga mengangkat panggilan itu.
"Hey , melamun aja lu, bukannya berbahagia malah ngurung diri di mari. Sumpah dah lu." Maxi menepuk bahu sahabatnya itu, sementara David hanya membuang napas kasar.
"Napa gak di angkat sih? Kali aja penting?" Ucap Maxi yang melihat ponsel David yang terus bergetar karena panggilan dari seseorang dengan nama 'TEACHER'
"Entah la gue ngerasa risih dengan pertunangan ini," jawab David sekenanya.
"Napa Lu gak nolak aja?" Saran Maxi
"Gue udah berkali-kali nolak dodol, tapi nyokap bersikeras dengan pertunangan ini. bilangnya takut tu cewek keburu di tikung cowok laen lah, ini lah , itu lah. sebel gue,"
Dreet
Dreet
Satu pesan masuk. David hanya melirik ponsel itu tanpa berniat membuka pesan itu. Sepuluh menit kemudian, kembali ponsel itu berkedip kedip menandakan ada panggilan masuk.
"Udah Lu angkat aja napa? mungkin ada yang ingin dia sampaikan," kesal Maxi pada David yang benar-benar tidak mau mengangkat pangilan telpon itu, bahkan Maxi sampe ngomel panjang kali lebar mencerca David "atau Lu mau gue yang angkat, dan ngomong sama dia?" gertak Maxi, dan seketika David menabok bahu Maxi kesel. Akhirnya David pasrah dan menggeser layar ponsel berwarna hijau.
"Hello. Dave," ucap Luci di sebrang telpon begitu panggilan itu di angkat oleh sang pemilik nomer itu. "Hello, apa kamu mendengar ku David," sambung Luci, karena David tak jua menyapanya.
"Ya mbak ada apa?" Jawab David akhirnya.
"Akhirnya, dari kemarin aku telpon gak di angkat-angkat, kamu udah baikan ? Udah gak demam lagi?" Luci langsung mencerca David dengan pertanyaan, karena sungguh dia sangat khawatir dengan keadaan David yang demam tempo hari, di tambah lagi David tidak masuk sekolah dua hari ini, membuat Luci berpikir jika David semakin memburuk atau malah berakhir di rumah sakit.
"Ya aku sudah lebih baik mbak, tapi tidak dengan hatiku,"batin Dave tanpa berani ia ucapkan
"Dave, aku juga dari tadi sore nungguin kamu, masih ingat rencana kita mau buat jadwal belajar bukan?" Luci mengingatkan bocah yang sialnya sempat mengganggu ketenangan tidurnya selama dua malam ini
"Ya mbak mungkin besok kita bisa membahasnya," jawab David setenang mungkin
"Aku sudah membuatnya jadi besok di sekolah aku kasih jadwalnya." ~ Luci
"Ya mbak." Jawab David tak bersemangat.
"Oke kalo gitu aku tutup, jaga kesehatanmu, aku gak mau kamu merepotkan ku kayak tempo hari," ucap Luci sebelum memutus sambungan telponnya.
David kembali dilema ia terus meremas rambut di kepalanya yang sudah rapi, ia benar-benar tak menginginkan pertunangan ini.
"Udah, lagian ni kan cuma pertunangan doang, segala sesuatu bisa aja berubah, gak usah terlalu di pikir, santai aja keles." Maxi mencoba menenangkan sahabatnya itu.
"Lu cuma gak tau gimana agresifnya si Merry, enek gue lama-lama ama tu anak!" Imbuh David
"Jalanin aja dulu entar kita atur strategi supaya tu cewek ill feel ama Lu, kita buat dia sendiri yang nyerah," saran Maxi. Walau bagaimanapun dia cukup tau bagaimana sikap David jika sedang berada di zona badmood.
"Itupun jika lu gak klepek-klepek duluan ama tu cewek" sambung Maxi dan sukses membuatnya mendapat lemparan bantal dari David. "Sialan lu" David benar-benar kesel untuk ucapan Maxi yang satu ini.
"Lagi pula pertunangan ini masih bersifat tertutup. Jadi gak ada orang yang tau kalo Lu tu udah tunangan," sambung Maxi.
"Ya gue tau, tapi Lu tau sendiri nyokap kayak gimana, omongannya itu mutlah harus di turuti" ucap David kembali
"iya tapi besok kita liat, gue pastikan cewek itu yang kan mundur dari hubungan ini, udah ah kita keluar aja, dari pada tar nyokop Lu nyusulin ke sini. Tambah rempong kan." Kekeh Maxi.
Akhirnya kedua sahabat itu keluar dengan senyum yang di paksa, mulai berbaur dengan beberapa tamu yang tak lain adalah kerabat dekat dari kedua belah pihak.
"Hey Dave," sapa Merry ramah sambil menebar senyum terbaiknya
"Hey," _____"kenalin ini sahabat gue," balas David sembari memperkenalkan Maxi yang berdiri di sebelahnya.
Maxi buru-buru mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan gadis itu. Sang gadis pun membalas uluran tangannya.
"Maxi," ucap Maxi memperkenalkan diri.
"Merry," bales gadis itu sambil tersenyum
"Wah lu ternyata cantik juga ya" goda Maxi pada gadis yang akan bertunangan dengan sahabatnya itu. Sehingga sukses mendapatkan sikutan dari David yang berdiri di sampingnya.
"Terima kasih," bales Merry dengan sedikit menunduk menutup rasa malunya
"Jadi lu yakin ingin bertunangan dengan sahabat gue yang tidak terlalu pinter ini, apa lu gak ingin menikmati masa remaja lu dulu, lu itu cantik tau, pasti banyak pria yang tergila-gila ama ke cantikan lu, hayo ngaku!" kembali Maxi menggoda Merry sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Seketika pipi Merry merona, salah tingkah .
"Hey, ternyata kalian ada disini ayo acara sudah akan di mulai," ayah David mengintruksikan remaja yang akan bertunangan itu untuk naik ke podium yang sudah di buat oleh pihak WO yang ayahnya sewa untuk mendekor ruangan rumahnya untuk acara malam ini. Malam pertunangan David dan Merry putri dari sahabatnya
David dan Maxi hanya tersenyum tipis. Sebelum akhirnya mengikuti langkah Antonio ayahnya David.
Merry sangat bahagia akhirnya ia berhasil menjadi tunangan David. Merry memang sudah menyukai David sejak pertemuan pertama mereka tiga bulan yang lalu. Iya, Merry sudah jatuh cinta pada pandangan pertama, dan saat itu Merry terus mendesak ibunya untuk bersikeras menjodohkannya dengan David. Merry terus mendesak orang tuanya untuk mau mengikat David dengan tali pertunangan, agar ia tak akan kehilangan David. Merry bahkan meminta ayahnya untuk memindahkan sekolahnya di sekolah tempat David bersekolah.
Tentu bukan hal yang sulit untuknya pindah ke sekolah tersebut mengingat ayahnya David adalah pemilik sekolah itu. Jadi mulai besok Merry akan mulai bersekolah di SMA SATYA.
-
-
-
-
-
-
"mikirin apa lagi sih lu?" Tanya Maxi yang masih saja melihat kemurungan sahabatnya.
"Lu bisa ngandelin kita, jangan lupa itu!" Hans mulai angkat suara
"lagian lu sih gak bisa tegas ama nyokak, mestinya Lu tu tolak jauh jauh hari, kalo udah kayak gini kan ribet urusannya," sambung Coco
Maxi memilih diam. Maxi sebenarnya sudah dapat menyimpulkan dari jauh hari sebelumnya, jika David mulai menaruh rasa sama ibu Luci.
Maxi menyadarinya, saat David bersikeras ingin Luci menjadi mentor belajarnya. Namun ia tak berani menyimpulkan secara pasti, tapi ketika dia tidak sengaja melihat gelagat David yang membuntuti mobil pak Martin yang kebetulan sedang bersama Luci sampe kerumahnya dan melihat ekspresi kecewanya, kala itu pak Martin mencium puncak kepala Luci, Maxi jadi berani menyimpulkan kalau David memang menaruh rasa pada guru itu. Dan ekspresi kekesalan itu hanya bentuk kecemburuannya namun sialnya David menyangkal rasa itu.
Terkadang rasa itu memang tumbuh tanpa kita sadari , dan tanpa kita mau akan berlabuh pada siapa. Rasa kagum, rasa sayang, rasa ingin memiliki, dan rasa cinta, kita semua di luar kendali manusia. Namun ketika rasa itu tumbuh dengan tidak wajar, hati akan merasa dilema.
-
-
-
-