PERKARA WARISAN

1039 Words
Halimah sedang berbincang-bincang dengan Yoga sambil menikmati pisang goreng saat tiba-tiba bik Inem datang ditemani Tania dengan membawa tas besar. Halimah dan Yoga tentu saja kaget. Tania adalah salah satu anak kos di kos milik Ibu Mariam. Dan Halimah juga tahu jika Tania itu anak yang baik dan cukup dekat dengan ibu Mariam. "Loh, bibik. Ada apa ini? Kok bawa tas besar begini. Bibi mau ke mana? Kamu juga Tania? Kalian kenapa?" tanya Halimah. Bik Inem langsung duduk bersimpuh di lantai. Sementara Tania terlihat bingung. "Coba, kalian tenang dulu. Cerita pelan- pelan ada apa." Ujar Yoga. Tania menghela napas panjang. "Bik Inem dan aku diusir sama Dasep dan juga Melina, Fa. Kalau aku sih tidak masalah. Aku masih punya rumah di Jakarta. Aku bisa pulang atau mencari tempat kos yang baru. Tapi, Bik Inem -" Halimah dan Yoga saling berpandangan. "Kenapa, Bibik sampai diusir? Coba cerita sama Halimah," kata Halimah sambil membantu Bik Inem untuk duduk di kursi. *** Dasep dan Melina terkejut dengan kedatangan pak Yusuf. Dasep mengenal pak Yusuf dengan baik. Beliau adalah kawan baik Komar sekaligus juga seorang pengacara yang memiliki kantor yang cukup besar. "Bapak kemari membawa beberapa surat untuk dibacakan. Surat ini dibuat di atas materai dan disaksikan oleh Notaris." Dasep mengerutkan dahinya. Ia merasa sedikit bingung. "Saya nggak ngerti, Pak. Surat apa ya?" "Surat wasiat." "Bapak membuat surat wasiat? Bukankah anak Bapak dan Ibu hanya ada saya? Lalu kenapa harus ada surat wasiat segala, Pak?" "Dua minggu sebelum Bapak Komar dan Ibu Mariam berangkat ke tanah suci, Bapak dan Ibu memanggil saya kemari, dan membuat surat wasiat ini. Apakah ada yang bernama Tania dan Bik Inem di rumah ini? Juga Siska dan Halimah?" "Tania itu anak kos di sini Pak. Sementara Halimah hanya mantan menantu saja. Suami saya anak tunggal, Pak!" Seru Melina. Pak Yusuf menggelengkan kepalanya melihat tingkah Melina yang menurut nya kurang sopan itu. "Maaf, Nak. Tapi, yang bersangkutan harus hadir karena, ada namanya disebutkan dalam surat wasiat Bapak. Kecuali untuk Halimah dan Siska Bapak dan Ibu sudah menyiapkan surat terpisah, jadi nanti saya bisa menyampaikan sendiri isi wasiat Bapak dan Ibu." Melina mendengus kesal. Sementara Dasep hanya menghela napas panjang, lalu bangkit berdiri dan memanggil bik Inem juga Tania. "Baiklah, karena sekarang sudah berkumpul semuanya. Saya akan bacakan. Saya mohon, untuk tidak menyela atau memotong. Biarkan saya nanti membacakan dulu isi surat wasiatnya." "Silakan, Pak dibacakan saja. Kami akan mendengarkan." Dasep mempersilahkan. Bandung, 25 juni 2010 Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Komar Khairudin Umur : 65 th Dengan ini saya menyatakan, bahwa saya akan mewariskan rumah saya di jalan Kecapi no 15 beserta 10 kamar kos untuk putra tunggal saya yang bernama Dasep Wijaya. Sementara 1 kamar kos ,saya akan berikan kepada asisten rumah tangga saya yang bernama Inem Sukaesih. Sementara 1 kamar kos lagi akan saya berikan kepada anak angkat istri saya yaitu Tania Aurora. Seluruh toko milik saya akan saya berikan juga kepada anak tunggal saya Dasep. Surat wasiat ini saya buat tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun . Dan untuk melaksanakan surat ini saya menitipkan surat wasiat ini kepada Notaris Yusuf Ridwan S.H notaris di kota Bandung yang saya kenal. Dan kepadanya saya telah meminta dibuatkan akta penitipan atas surat wasiat ini. Demikianlah surat wasiat ini saya buat, dengan disaksikan oleh saksi- saksi yang saya percaya. Ir Bambang Adi Nugraha S.H Kol. Abu Sidiq Hartanto S.H Melina mendelik , ia merasa kaget, sedikitpun mertuanya tidak meninggalkan sesuatu untuknya. "Apa tidak salah ini? Kenapa Inem dan Tania bisa mendapatkan bagian, sementara saya tidak? Saya yang menantu di rumah ini!" "Hanya itu saja, Pak? Yang Bapak saya berikan? Bapak saya punya banyak perhiasan yang dititipkan di bank. Ke mana perhiasan itu larinya?" "Ya, hanya itu. Soal perhiasan itu sudah ada pemiliknya" "Baiklah, saya mengerti Pak. Kalau boleh saya tau, apa yang di dapat oleh Halimah? Kenapa dia diberi warisan terpisah dan tidak dibacakan disini?" "Maaf, ini adalah amanat terakhir beliau. Dan beliau berpesab untuk menyampaikan langsung kepada Halimah. Kalau begitu, saya permisi dulu ya, Nak Dasep. Saya ikut berduka cita atas meninggalnya Bapak dan Ibu. Mari semuanya, Assalamualaikum." Pak Yusuf tanpa berlama-lama langsung beranjak pergi. Sementara itu, Melina mulai meradang, ia emosi sekali, bagaimana bisa.... "Heh, bik Inem, bibik pasti sudah merayu ibu dan bapak supaya mau memberi bibi warisan, kan? Meski hanya kamar kos. Artinya bibik bisa tinggal di sini seumur hidup, enak bener! Kamu juga, heh jangan- jangan kamu ada hubungan gelap sama suami saya, iya kan? Ngaku kamu?!" Hardik Melina. "Ya Allah, Neng. Sumpah demi Allah, bibik nggak pernah minta ini itu sama Bapak dan Ibu," kata bik Inem sambil terisak-isak. "Alaah, bohong kamu! Kamu juga Mas, kamu ada main kan sama perempuan ini?" "Kamu ngomong apa sih?! Cemburu kamu tu kelebihan tau nggak! Lebay!" "Kalo emang nggak ada hubungan apapun, usir sekarang juga perempuan ini, juga bik Inem sekarang juga!" "Aaaah, terserah kamu sajalah, aku pusing!" Tanpa peduli lagi Dasep beranjak pergi dan Melina pun dengan leluasa mengusir Bik Inem dan Tania. *** "Jadi, begitu ceritanya," ujar Tania. Halimah dan Yoga berdecak. Benar- benar serakah Melina dan Dasep ini. Bahkan harta milik anak- anaknya saja dipertanyakan. Untung saja Komar begitu bijak dan penuh perhitungan. Barangkali, saat beliau berangkat, beliau sudah merasa akan terjadi sesuatu, sehingga beliau menulis surat wasiat terlebih dahulu. "Bibik bingung, Neng. Mau tinggal di mana. Demi Allah, bibik sama sekali nggak mau dikasi warisan. Meski hanya kamar kos an. Bibik tau, Ibu dan Bapak sengaja supaya saya punya rumah tinggal." "Bibik tinggal saja sama Halimah disini. Bagaimana? Memang hanya ada 2 kamar. Sementara bibik bisa tidur sama Siska. Di belakang,kan kebetulan ada tanah kosong, nanti kita bikin kamar buat bibik. Trus, kamu gimana Tania?" "Teteh nggak usah pikirin saya. Saya masih ada suami yang biayain teh. Cuma diusir aja saya masih bisa cari kos lagi. Saya ke sini cuma antar bik Inem aja." "Nginep aja dulu di sini tidur sama Teteh. Biar kamu nggak buru- buru juga cari kamar kosan." "Iya, betul kata Halimah, nyari kos itu jangan buru-buru. Kan mau ditempatin lama. Temenin aja dulu Halimah disini." Yoga menimpali. "Beneran ini, Teh?" "Iya, boleh. Nanti besok kita baru cari tempat kos buat kamu. Deket sini juga banyak Tania. Kalau sekarang, sudah terlalu sore." Tania mengangguk mengiyakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD