PELAKOR MEMANG SUKA LEBIH GALAK

1063 Words
“Sudahlah, Nak Iman. Tidak harus begini,” kata Komar berusaha untuk menengahi. Sementara Melina hanya bisa menangis sedih. Ia menyesal, kenapa dulu ia harus meminum obat pelangsing itu. “Sekarang kita harus menghadapi semua ini dengan kepala dingin,” kata Komar. “Mulai sekarang aku akan mengawasi setiap kelakuanmu. Kalau dia berulah laporkan kepadaku, Sep,” kata Iman. ** Pagi itu, Halimah dan Siska sudah bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Pagi itu, untuk pertama kalinya, Halimah memakai make up tipis. Wajahnya terlihat segar. Rambut Halimah yang biasa hanya digulung ke atas, kali ini digerai. Lalu diberi curly di bawahnya. Halimah mengambil sebuah jumsuit yang ia beli beberapa hari lalu dari situs belanja online. ”Barangkali, yang dikatakan Ceu Kokom benar, aku ini sebenarnya cantik. Hanya saja selama ini aku tidak pernah menyadari,” gumam Halimah. Postur tubuh Halimah yang memang tinggi kelihatan cantik dengan jumsuit yang dikenakannya. Halimah melihat bayangan dirinya sendiri di cermin . Ia merasa pangling dengan apa yang ia lihat. Merasa dirinya cantik, Halimah mulai senyum senyum sendiri. Akhirnya setelah merasa puas dengan penampilannya Halimah pun segera berangkat. Siska pun terlihat cantik memakai jumsuit yang sama dengan yang Halimah kenakan. Halimah membawa sebuah tas kecil dan ia mengenakan wedges yang modis. Serasi sekali penampilan Halimah hari ini. "Kita mau ke mana sih, Ma?" tanya Siska. "Ibu Melina, kemarin melahirkan. Artinya, sekarang Siska sudah menjadi kakak. Adiknya Siska katanya cowok, pasti ganteng, loh," jawab Halimah. Siska hanya mengangguk saja. Saat Siska datang, Mariam dan Komar sedang duduk di depan kamar rawat Melina. Tampak sekali wajah Mariam merengut kesal. Halimah pun bergegas menghampiri. "Assalamualaikum, Pak, Bu," sapa Halimah. Untuk sejenak Komar dan Mariam memperhatikan Halimah dari atas sampai bawah. Rupanya penampilan Halimah benar-benar membuat pangling. "Wa’alaikumsalam, ya Allah Halimah, kamu abis dari salon? cantik sekali sekarang," puji Mariam tulus. Halimah hanya tersenyum sambil mencium punggung tangan Mariam. "Sini Siska, sama eyang," kata Komar sambil memangku Siska. "Saya boleh menjenguk Melina, Bu, Pak?" tanya Halimah "Ada Dasep di dalam, dan kakak ipar Melina. Masuk saja, Halimah. Biar Siska sama Bapak dan Ibu," jawab Mariam. Perlahan Halimah pun mengetuk pintu. Ternyata Sumini yang membukakan pintu. "Maaf, siapa ya?" tanya Sumini bingung. Sumini memang pernah sekali bertemu Halimah, tetapi dengan penampilan Halimah sekarang ia merasa tidak mengenali. Mariam yang melihat langsung berdiri dan menggandeng tangan Halimah. "Ini Halimah, Mbak Sumi. Mantan istrinya Dasep. Dia mau jenguk, “ ujar Mariam. "Eh, ayo masuk. Kenapa nggak langsung saja sih sama Ibu,” ujar Sumini malu. Mariam hanya tersenyum. Sumini mengerutkan dahi. Ia ingat sekali dulu Melina pernah bilang bahwa Halimah itu kampungan, tapi ini. 'Apanya yang kampungan. Orangnya cantik begini kok dibilang kampungan. Si Melina ... kayak dia udah jadi nyonya sosialita aja,' gerutu Sumini dalam hati. Melina sedang belajar untuk duduk dibantu Dasep saat Halimah masuk. Ia langsung meletakkan kado yang ia bawa di atas meja yang sudah berisi beberapa kado juga. Mungkin dari kawan- kawan Dasep. "Sep, Lin, ini Halimah menjenguk. Anakmu sudah di ruang bayi lagi ya?" ujar Mariam. Sontak Dasep dan Melina terkejut. Terlebih Melina ia menatap Halimah dari atas sampai bawah. “Nga- ngapain kamu ke sini?!" hardik Melina. "Sopan kamu, Melina! Mau aku lapor sama Masmu?" kata Sumini menegur sekaligus mengancam. Pun Dasep yang langsung menatap Melina dengan tatapan tajam. Sejak mendengarkan ancaman Dasep yang akan menceraikannya Melina sedikit lebih lembut. Ia bahkan meminta maaf kepada Mariam dan Komar. Namun, saat melihat Halimah datang dengan penampilan yang begitu elegant membuat Melina merasa iri dan cemburu. Bagaimana mungkin gadis kampung upik abu bisa berubah menjadi cantik begini, pikir Melina sebal. Dasep pun membantu Melina untuk kembali berbaring. "Di mana bayinya?" tanya Halimah ramah, tak peduli hardikan Melina sebelumnya. "Tadi ada di sini, baru saja dibawa kembali ke ruang bayi," jawab Sumini. “Ooh, kondisimu bagaimana, Melina?" tanya Halimah. Melina tak menjawab malah membuang muka. "Lusa dia baru bisa pulang, Halimah. Karna kemarin Melina bersalin secara cesar." Kembali Sumini yang menjawab. "Di mana Siska? Kau tinggalkan dia sendiri?" tanya Dasep. "Siska ada di luar bersama Bapakmu, sana jika kau mau bertemu dengannya," ujar Mariam. "Ayo sini duduk , Halimah," sahut Sumini sambil mengamit lengan Halimah dan membawanya ke sofa yang ada di ruangan itu. Sementara Dasep beranjak keluar untuk menemui Siska. Sebenarnya, Dasep merasa sedikit canggung , ia pun sedikit terpesona melihat penampilan Halimah yang begitu berbeda. 'Ternyata, dia cantik juga. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak dulu. Coba saja seandainya dulu aku mendandaninya. Dulu aku hanya bisa mengomel tanpa memberi solusi haaaah,' Dasep mengomel dalam hati. Ya, yang namanya penyesalan memang selalu datang terlambat. Sementara itu, di dalam kamar suasana hening. Halimah sendiri bingung akan memulai pembicaraan dari mana. Sementara Mariam dan Sumini nampak benar-benar pangling dengan penampilan Halimah yang berubah 180 derajat. "Hmmm, Halimah masih bekerja?" tanya Sumini akhirnya. "Masih Mbak, saya bekerja di rumah. Kebetulan bos tempat saya bekerja baik sekali, beliau mengizinkan mesinnya disimpan di rumah, sehingga saya bisa mengerjakan pekerjaan di rumah sambil menjaga Siska. " "Baik sekali ya, bosmu itu. Sudah lama ya bekerja dengannya ?" "Jangankan mesin, Mbak. Rumah dan isinya aja dibeliin bosnya. Curiga mau dijadikan istri kedua," celetuk Melina membuat Sumini dan Mariam tersentak kaget. Halimah merasa emosinya sedikit naik, namun dengan cepat ia menghela napas panjang. Ia sudah berjanji kepada Komar untuk tidak menceritakan asal usul rumah yang ia tempati sekarang. Dan Halimah tidak mungkin mengingkarinya. "Kamu itu ya, Lin. Dari tadi Mbak perhatikan kamu nyolot terus sama Halimah. Apa salah Halimah sama kamu? Harusnya kamu yang tau diri dan malu Lin. Lupa, dulu siapa yang bikin Halimah bercerai dari Dasep?!" Hardik Sumini. Halimah dengan cepat menyentuh tangan Sumini, pertanda ia tidak menginginkan ada pertengkaran. "Sudahlah, Mbak. Saya ke sini bukan mau cari ribut. Hanya sekedar menjenguk saja, sebagai tanda bahwa tidak ada dendam. Bagaimanapun juga, Dasep adalah ayahnya Siska dan saya tidak bisa memutuskan ikatan itu. Mungkin, saya tidak ada hubungan apa-apa lagi. Tapi, Siska dia memiliki hubungan dengan adik- adiknya sekalipun terlahir dari ibu yang berbeda. Saya permisi saja, Mbak. Mari, Bu Halimah pamit dulu. Lekas sehat, Melina." Halimah pun beranjak dari duduknya. Ia sudah tidak bisa berlama-lama lagi di ruangan itu. Ia tidak ingin terpancing emosi juga mendengar perkataan Melina yang menyakitkan. Mariam mengantarkan Halimah keluar, dan Halimah masih bisa mendengar suara Sumini yang memarahi Melina. Halimah hanya bisa menghela napas panjang. ‘Seharusnya aku yang marah karena dia merebut suamiku. Kenapa jadi dia yang sewot. Takut kali suaminya direbut.’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD