PEMBERIAN MANTAN MERTUA

908 Words
"Kamu teh kayak baru kenal teteh aja atuh, Halimah ?" kata Kokom sambil tersenyum. Wanita itu menepuk bahu Halimah perlahan. "Ceuceu sudah mempertimbangkan semuanya, Mah. Besok, Ujang akan mengantarkan mesin rajut ke rumah kontrakanmu. Kamu bisa bekerja dari rumah aja. Setiap hari tiga hari sekali, Ujang nganterin benang dan juga kasi tau baju apa yang harus kamu bikin." Halimah menatap Kokom tak percaya, "Maksud Ceu Kokom?" "Maksudku ya kamu kerja di rumah. Ujang yang nanti bolak balik ke rumahmu. Jadi, kamu bisa ngurus Siska. Kan kudu anter jemput sekolah juga," jawab Kokom. Air mata Halimah menetes saat itu juga. Ia langsung memeluk Kokom, "Alhamdullilah, Ceu. Terima kasih banyak, Ceu." "Kamu sudah kuanggap adik sendiri, jadi santuy aja atuh sama eceu mah. Siga ka saha wae kamu mah( kayak sama siapa aja).” *** Halimah mulai bekerja di rumah. Ujang- salah satu anak buah Kokom setiap beberapa hari akan mengantarkan benang dan mengambil hasil rajutan yang sudah selesai. “Uwak Kokom itu baik sekali, ya, Ma? Mama boleh bekerja di rumah dan menjaga Siska,” ujar Siska. Halimah tersenyum, “Beliau memang sangat baik, Nak. Mama sudah lama mengenal Uwah Kokom itu. Nenekmu dulu bekerja pada keluarganya. Mama mau kamu kelak sekolah yang tinggi, ya. Jangan seperti mama,” katanya. Siska mengerutkan dahinya, “Jangan seperti mama ... maksudnya?” “Mama hanya sekolah sampai SMP aja, Siska. Kamu harus sampai lulus sarjana, ya.” Tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Siska yang mendengar ketukan perlahan bangkit dari tempat duduknya, tetapi Halimah menahan langkah putrinya itu. "Biar Mama aja yang buka," ujar Halimah sambil bergegas menuju ke pintu. Dan ia tersenyum saat melihat siapa yang datang. "Sehat, Halimah? Mana Siska?" Komar berkata saat pintu terbuka. Halimah bergegas membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan mantan ayah mertuanya itu untuk masuk. "Silakan Pak, itu Siska sedang duduk membaca," jawab Halimah. Komar melangkah masuk dan langsung mendekati Siska. "Siska lagi apa?" sapanya pada gadis kecil itu. "Eh, ada Eyang. Siska sedang membaca buku cerita Eyang. Buku ini dari gurunya Siska," Siska menjawab pertanyaan kakeknya dengan penuh semangat "Siska sekolahnya rajin?" tanya Komar. “Alhamdulilah nilainya selalu bagus, dia rajin belajar,” kata Halimah. “Dia ga bikin kamu repot minta ini itu, kan?” tanya Komar "Apa pun akan saya lakukan untuk Siska, Pak, " jawab Halimah dengan mantap. Komar terkekeh kecil melihat semangat Halimah. Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari tas yang dibawanya "Halimah, ini ada sedikit uang. Tadinya, Bapak akan memberikan uang bulanan untukmu dan Siska. Tetapi, Bapak rasa lebih baik memberikan hak warisan Siska sekarang saja. Kamu tau sendiri sifat ibu dan Dasep. Nah, di dalam amplop ini ada sertifikat rumah atas namamu. Dan ini sudah sah secara hukum. Bapak sudah mengurus semuanya.Jadi kamu bisa pindah ke rumah barumu kapan pun kamu mau. Kunci dan alamat rumahnya sudah ada di dalam amplop ini juga.” Komar berkata panjang lebar sambil memberikan amplop kepada Halimah. Sementara Halimah tidak dapat berkata apa- apa lagi. Air matanya menetes begitu saja. Ia merasa terharu atas kebaikan hati mantan ayah mertuanya itu. "Maafkan Bapak yang tidak bisa bertindak tegas saat Dasep mengkhianatimu. Bapak rasa apa yang bapak berikan sekarang ini tidak cukup untuk menebus sakit hatimu. Namun, ini cukup untuk pendidikan Siska." Ternyata selain memberikan sertifikat rumah, Komar juga memberikan buku tabungan yang didalamnya berisi nominal rupiah yang lumayan. Halimah segera berlutut di hadapan Komar, serta merta ia mencium tangan mantan ayah mertuanya itu dengan takzim . "Ya Allah Bapak, terima kasih. Saya tidak tau harus berkata apa lagi. Seharusnya Bapak tidak perlu melakukan ini semua, say- saya-" "Sudahlah, Nak. Tidak usah kamu pikirkan, pindahlah secepatnya. Setidaknya bebanmu akan berkurang jika kamu tinggal di rumah sendiri. Kamu tidak perlu membayar uang sewa. Rumah yang bapak belikan memang tidak besar, tapi bapak yakin itu akan cukup untuk kalian berdua. Bapak tidak ingin, kamu direndahkan orang lain hanya karena kamu seorang janda. Apa lagi kamu masih muda dan cantik. Orang yang jahat nantinya akan memanfaatkan situasimu jika kamu tidak memiliki simpanan apa pun. Dan Bapak tidak mau itu terjadi. Apa lagi kamu harus merawat Siska juga. " "Baik, Pak. Halimah terima semua pemberian Bapak karena ini untuk Siska. Halimah akan menjaga amanah Bapak. Insya Allah, Siska akan Halimah sekolahkan setinggi- tingginya." "Bapak percaya padamu Halimah. Ya sudah, Bapak harus ke toko, nanti kasian kalo ada yang beli. Nanti bapak akan berkunjung ke rumah baru kalian," ujar Komar sambil beranjak. "Loh, bapak mau ke toko?Lalu Kang Dasep? Apa masih kekeuh kerja di Bali?" “Ah, kamu mah kayak ga tau aja mantan suami kamu. Siska yang rajin belajar, ya. Nanti kalau eyang ada waktu, kita pergi main,” ujar Komar sambil memeluk dan mencium cucunya itu. "Iya Eyang, Siska janji akan rajin belajar dan bantu Mama," jawab gadis kecil itu dengan suara yang mantap. Komar hanya terkekeh geli mendengar janji cucunya itu. Siska memang anak yang sangat ceria. "Bapak pamit dulu ya, Halimah," pamit Komar. Halimah segera mencium punggung tangan mertuanya itu. Setelah Komar pergi, Halimah baru membuka amplop coklat yang dibawa Komar. Isinya adalah akta jual beli, sertifikat rumah atas namanya. Halimah segera bersujud tanda syukur. Ia betul-betul bersyukur bahwa mantan ayah mertuanya itu begitu peduli kepadanya. Masih memikirkan nasib anaknya. Memang Komar sangat bertolak belakang dengan Endang istrinya. Mariam sering sekali menyakiti perasaan Halimah sejak ia menikah dengan Dasep. Sementara Komar, meskipun jarang bicara, ia tidak pernah bersikap kasar pada Halimah. Tapi, Halimah sendiri tidak menyangka perhatian Komar begitu besar. 'Semoga Bapak panjang umur,' doa Halimah dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD