11. Bussiness Trip

3078 Words
Pagi ini kembali Barra hendak kesekolah lebih pagi tanpa harus bertemu dengan sang Papa. Namun sayangnya kini Papa hendak pergi ke luar negri. Papanya pergi ke untuk urusan bisnis. Maka kini Papa pun bangun lebih pagi, untuk bersiap dan berangkat lebih awal. Yang karenanya Papa lah yang sudah lebih dulu duduk di ruang makan. Meski begitu Barra tetap saja tak mengaindahkannya. Barra berjalan begitu saja hingga kini Papa segera terbangun dan mencekal satu tangannya. Momen ini adalah sebuah momen yang teramat Barra bencci namun juga begitu sulit untuk dapat ia hindari. Hingga kini mulai ia pasang wajah penuh amarahnya itu dengan satu tangan yang mengepal. “Barra. Tunggu, Nak. Kamu gak perlu berangkat sepagi ini hanya untuk menghindari, Papa. Gak apa-apa jika kamu memang masih gak mau sapa, Papa. But, kali ini tolong ijinkan Papa untuk berpamitan denganmu, Nak.” ucapnya dengan begitu lembutnya. Dan kini dengan perlahan Barra lepaskan genggaman sang Papa. Tanpa ia tatap wajah Papanya sedikitpun. "Papa, mau kemana?" tanyanya sinis. Papa pun tersenyum pada Barra. "Papa, akan ada bussiness trip ke London, selama satu minggu kedepan, Nak. Selama tidak ada Papa, kamu jaga diri baik-baik ya, Nak. Kamu tenang saja. Papa sudah siapkan semua fasilitas terbaik untuk kamu.Jangan sering-sering pulang malam, Nak. Cuma satu yang ingin, Papa, minta ke kamu untuk jangan sia-siakan setiap pelajaran yang telah gurumu berikan. Papa, gak akan paksa kamu untuk menjadi pewaris tunggal, semua harta yang kita punya. Jadikan saja ilmu yang kamu punya untuk bekal kamu nantinya," jelas Papa yang membuat Barra cukup terkesan dengan setiap keinginan sang Papa. "Oke. Papa, hati-hati. Barra, jalan dulu, Pa," jawab Barra seraya ia hendak berlalu begitu saja. "Tunggu, Nak, tunggu. Kamu sarapan saja dulu. Karena, Papa sudah selesai. Sebentar lagi, Papa, akan berangkat. Papa, gak akan ganggu kamu," ucapnya lagi yang bagi, Papa, Barra tak akan lagi menolaknya. Dan kini Barra hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan setuju. Dan karenanya kini segera Papa beranjak dari posisi duduknya. Papa begitu senang melihat ekspresi wajah Barra yang pagi ini terlihat lebih bersahabat. Dan kini dengan segera Papa meminta kepada pengawalnya untuk segera memasukkan kopernya kedalam mobilnya. Sejak tadi pun Barra tak melahap sarapannya. Sebab ia masih memerhatikan Papanya. Hingga kini sebelum pergi Papa kembali menghampirinya. "Have fun, Nak. Papa yakin jika kamu bisa mandiri. Jaga kesehatan. Papa, berangkat. Assalamualaikum," salamnya seraya ia tepuk bahu Barra. "Wa'alaikumussalam," jawab Barra acuh tak acuh. Tanpa ia alihkan pandangannya. Setelahnya kini mulai Barra lahap sarapannya. Sebenarnya dengan Papanya tak ada di rumah membuat Barra merasa jauh lebih tenang juga bebas tanpa mereka harus kembali saling berdebat satu sama lain. Namun entah mengapa, ia merasa jika seakan ada sesuatu yang hilang. Dan kini seakan ia merasakan sebuah kekosongan dalam dirinya. Hal itu seketika membuat nafsu makan Barra berkurang. Ia letakkan roti panggangnya dan ia minum segelas s**u hangatnya dengan cepat. Barra tak menyangka jika ia akan merasakan hal yang aneh ini. Yang seharusnya saat ini memang ia telah berbahagia. "Apa-apaan sih nih! Kenapa rasanya gue jadi melow begini! Seharusnya lo itu happy, Bar! Selama satu minggu kedepan. Lo bisa bebas melakukan semua hal yang lo mau! Lo gak akan lagi muak berada di rumah dan lo gak akan lagi merasa di tekan dan di sudutkan! Stop lo ngerasa kalau lo itu membutuhkan sosok bokap lo dalam hidup lo! Justru sekarang ini waktunya lo belajar hidup tanpa, bokap lo!" Umpat Barra yang berperang dengan dirinya sendiri. Hingga rasa kesalnya itu membuatnya tak ingin lagi melanjutkan sarapannya. Karena kini ia berlalu begitu saja segera pergi dari rumah. Saat kini Barra tengah berkendara, ia merasa bingung harus pergi kemana, sebab memang hari ini sama sekali ia tak berniat pergi ke sekolah. Namun ketika kini baru saja hendak Barra belokan mobilnya kearah makam sang Mama sudah lebih dulu ada Bima yang menghubunginya. Dengan segera Barra pun menerimanya. "Halo, Bim, ada apa?"tanya Barra yang masih terfokus kearah jalanan yang lenggang. Sebab kini waktu baru saja menunjukkan pukul enam pagi. 'Halo. Lo dimana, Bar? Lo gak ada rencana buat ngebolos lagi, kan?' tebak Bima yang membuat Barra tersenyum miring. "Sejak kapan Lo jadi peramal? Tahu aja lo kalau gue mau bolos. Emangnya ada apa? Hari ini gak lagi ada jadwal tanding, kan, kita?" Barra bertanya balik dengan santainya. 'Yah, Bar. Kok lo gitu sih! Disekolah udah gak ada yang ganggu lo, kan, Bar... Oliv, juga sekarang udah benci sama lo. Darren, juga udah di skors gara-gara lo. Terus sekarang apa lagi coba hal yang bikin Lo jadi kepikiran buat cabut? Buat hindarin sekolah? Lo inget, kan, kalau bentar lagi kita juga bakalan UN?'jawab Bima berusaha untuk meyakinkan. Barra pun mulai berpikir jika apa yang Bima katakan memang ada benarnya. Hingga kini, tanpa Bima ketahui Barra pun mengangguk setuju. Karena memang ia harus tetap pergi ke sekolah agar ia berhasil lulus tahun ini. Namun ia juga sudah mempunyai rencana agar harinya tanpa sang Papa akan menjadi sebuah hari yang indah. "Kalau gue ke sekolah hari ini, emangnya lo mau kasih gue apaan?" tantangnya dengan gaya pongahnya. 'Terserah lo aja deh, Bar. Emangnya lo mau apa?' Bima bertanya balik. Dan Barra pun tersenyum penuh kemenangan saat ini. "Setelah gue tiba di sekolah gue bakalan bilang ke lo apa yang gue mau. Dan apapun itu gue mau kalian gak boleh nolak, okay," pinta Barra yang membuat Bima sempat merasa bimbang. 'Kok kalian? Ini kan yang janji ke lo cuma gue, gak sama si,Bima, juga. Bisa ngamok lah dia sama gue nanti,' jawab Bima yang mulai khawatir. "Ya, gue sih terserah lo aja, Bim. Kalau lo emang ngerasa keberatan ya gue it's okay aja. Gue cabut aja ya, Bre," ancam Barra dengan nada yang terdengar sungguh menyebalkan. 'Yaudah iya iya okay okay. Tapi kalau nanti si Bayu, ngamok or gak setuju. Lo jangan paksain dia lho, ye,' pinta Bima yang terkesan begitu takut. Yang hal ini justru semakin membuat Barra suka menggodanya. "Ya itu urusan lo lah, Bim. Kan Lo sendiri yang udah janjiin gue, udah ya. See you at school..." ucapnya lagi seraya kini ia sudahi begitu saja panggilannya. Yang karenanya kini kembali ia terbahak membayangkan sedang seperti apa ekspresi wajah Bima saat ini. Ahahahahahaha... Ahahahahahaha... "Nih, manusia oon kuadrat ya walaupun jago soal angka tetep aje masih volos, hahaha. Lagian juga gue yakin kok kalau apa yang gue minta ini pasti, Bayu, bakalan setuju sama permintaan gue," gumam Barra seraya ia tambah kecepatan mobilnya. Sebab ia ingin segera tiba di sana. Meski ia pun tahu jika Bayu dan Bima sudah pasti belum tiba di sana. *** Barra baru saja tiba di sekolah. Tentunya suasana sekolah saat ini masih sepi. Dan hal ini cukup ia sukai karena memang membuatnya tak harus bertemu dengan para wanita yang mengejar-ngejar dirinya. Kini ia dapat berjalan dengan santainya menuju kelas. Tak lagi merasa terganggu oleh para wanita itu. Hingga dikala kini Barra tiba dikelas semakin ia merasa sunyi karena belum ada satupun murid yang tiba di sana. Ia lihat jam di ponselnya kini baru saja menunjukkan pukul enam lewat limabelas menit. Untuk mengusir setiap kebosanan pada dirinya ia memilih untuk bermain game di ponselnya. "Assalamualaikum," salam Chafiya yang baru saja datang. Dikala saat ini Barra sedang begitu fokus dengan permainannya, ia begitu terkejut karena salam yang Chafiya ucapkan. "Wa'alaikumussalam. My God, Fi. Lo itu ngagetin gue tahu gak! Tuh, kan, gue jadi kalah!" Omel Barra yang membuat Chafiya tak enak hati padanya. "Maaf, saya gak sengaja," jawab Chafiya seraya ia letakkan ranselnya dan kini beranjak pergi dari sana. Yang entah akan kemana ia pergi. "Mau kemana lo, Fi? Lo takut di kelas berdua sama gue? Oh iya itu luka di kening lo udah membaik belum? Lo masih ngerasain sakit?" tanya Barra dengan satu alis yang menaik. Membuat Chafiya menghentikan langkahnya. "Alhamdulillah sudah jauh lebih baik. Iya saya takut. Karena gak baik kalau laki-laki dengan perempuan berada di satu ruangan tanpa ada orang lain. Excusme," jelas Chafiya seraya ia berlalu begitu saja meninggalkan, Barra. Hingga Barra kerutkan dahinya seraya menggeleng pelan. "Sumpah ya nih cewek aneh abis. Cuma dia lho satu-satunya perempuan yang sampai sebegitunya berusaha untuk selalu menjauh dari gue. Dan ngeselinnya hal ini tuh bikin gue jadi penasaran banget apa penyebabnya," gumam Barra yang sama sekali tak ia ketahui jika sudah ada seorang Bima disana. "Lo penasaran sama siapa, Bar? Sama si cewek introvert itu?" tanya Bima secara tiba-tiba, yang hal ini juga cukup mengejutkan Barra. Hingga kini ia elus dadanya dengan perlahan. “Lo apaan sih, Bim! Ngagetin gue aja lo tahu, gak!” maki Barra seraya dengan tatapan tajamnya. “Hehehe... sorry sorry. Abisnya, tadi, kan gue lihat baru lo sama si, Fiya, doang yang ada dikelas ini. Terus barusan dia kayak buru-buru keluar dari sini. Lo, gak apa-apain dia, kan? Or, kalian emang udah saling janjian nih jangan-jangan?” tanya Bima yang selalu saja sudah menerka-nerka. Yang sungguh hal ini semakin membuat Barra merasa kesal. “Dari kemarin nih, ya. Lo tuh selau aja curugain soal gue sama, Fiya! Kan, lo udah tahu apa alasan gue berangkat pagi! Gue malas ketemu, Bokap, gue! Apa masih kurang jelas juga?! Gak usah bikin mood gue jadi hancur deh lo, ya!” maki Barra yang membuat Bima kembali tergelak. “Hahahaha... iya iya sorry lah, Bar, sorry. Oh iya, bye the way. Lo kan beneran udah masuk nih, ni hari. Emangnya lo minta apa sih dari gue? Gue harus ngelakuin apa? Oh atau ada tugas yang harus gue kerjain gitu?” tanya Bima lagi bertubi-tubi. “Nanti aja kalau si, Bayu udah dateng gue bakal langsung kasih tahu ke kalian berdua. Mending sekarang lo gak usah bawel lagi dan kita mabar aja,” jawab Barra seraya kembali ia mainkan ponselnya. “Yah, Bar. Kalau nanti si, Bayu, ngamok ke gue piye? Jangan aneh-aneh deh lo, Bar!” ucap Bima lagi yang kini terlihat begitu panik. Yang sungguh hal ini membuat Barra cukup merasa senang. “Kita mabar sekarang or gue bakalan bikin si, Bayu, beneran marah sama lo!” ancam Barra yang kini dengan segera mulai ia mainkan ponselnya. Mereka main bersama hingga mendapatkan sebuah kemenangan. Tak lama setelahnya silih berganti para teman sekelasnya mulai berdatangan hingga Bayu pun tiba disana. Kini waktu menunjukan pukul tuhuh kurang sepuluh menit. Yang sebenarnya tak biasanya Bayu tiba di waktu sesempit itu. yang ternyata pagi ini memang Bayu telat bangun sebab semalam Bayu begadang karena bermain playstation bersama dengan Papanya. Yang dikala mendengarnya, sebenarnya ada sebuah rasa iri tersendiri pada diri Barra. Dimana ia yang teringat jika dririnya yang tak pernah akur dengan sang Papa. Hingga kini hanya ia telan salivanya kasar seraya tersenyum getir meratapi nasibnya. Dan tak lama setelahnya pelajaran pun dimulai. Membuat Barra belum juga menjelaskan kepada Bima mengenai apa yang ia pinta. Pelajaran kali ini adalah pelajaran kimia, lalu dilanjut dengan matematika. Yang tentunya Barra serahkan tugas kali ini kepada Bima. Sedangkan ia sibuk dengan kesenangannya sendiri. Yang kali ini ia kembali melihat-lihat album kenangannya bersama dengan sang Mama. Juga kembali ia bermain game online disana. Hingga pelajaran kedua usai dan seperti biasa mereka pun segera pergi ke kantin. Setelah makan siang bersama kini kembali Bima yang memang merasa tak tenang dengan janjinya sendri itu menanyakan kepada Barra mengenai apa permintaannya. Dan Barra yang merasa tak tega dengan sahabatnya yang terlihat begitu khawatir pun kini segera mengatakannya. “Hari ini, Bokap, gue berangkat bussines trip ke London selama seminggu kedepan. Artinya kan gue bisa bebas ngelakuin apa yang gue mau, nih. Kalian berdua mau kan pastinya nginep dirumah gue?” ajak Barra dengan bersemangat. “Nah iya tuh bener. Wah pasti bakalan seru banget, lah. Iya-iya gue mau,” jawa Bayu dengan bersemangat. Membuat Bima merasa lega saat mendengarnya. “Oh, jadi lo minta kita berdua buat nginep dirumah lo. Yaudah ayo. Iya gue juga setuju, Bar. Tapi, gue kerumah lo nya rada telat gak apa-apa, ya. Soalnya kan gue harus antar pesenan dulu,” jawab Bima yang selalu saja hal ini membuat Barra merasa begitu miris. “Oke. Tapi yang penting lo juga harus datang lho, ya. Lo udah janji sama gue,” pinta Barra dan Bima pun mengangguk setuju. Yang hal ini membuat Barra tersenyum lebar. Pelajaran kedua dan yang ketiga berjalan dengan lancar. Sebab memang Barra yang hari ini merasa jauh lebih santai juga tanpa beban. Hingga hari ini Olivia masih mendiamkanya juga tak ada seorang Darren dan kawan-kawan yang akan mengganggunya. Barra juga begitu senang karena nantinya tak akan lagi ia bertemu dengan sang Papa dan mereka kembali berdebat. Hingga kini pelajaran usai dan dengan segera mereka pergi ke parkiran. Bayu pun langsung ikut ke rumah Barra karena memang sebelumnya ia sudah ijin kepada sang Mama dan diijinkan. Sedangkan Bayu segera pulang kerumahnya sesuai dengan janjinya kepada sang Ibu yang mengijinkannya pergi seusai pekerjaannya dapat terselesaikan dengan baik. Kini baru saja mereka tiba dirumah Barra. Bayu yang memang sudah terbiasa main kesana pun sudah cukup akrab dengan, Bi Tina. Sehingga kini tanpa sungkan ia meminta kepada Bi Tina untuk membuatkannya camilan. Barra yang merasa tak enak hati kepada, Bi Tina, atas prilaku Bayu pun kini meminta maaf kepadanya. “Ya gak apa-apa atuh, Den. Ini kan memang sudah tugas, Bibi,” jawab Bi Tina dengan tulus. “Makasih ya, Bi. Kalau gitu, Barra sama Bayu mau kekamar dulu, Bi,” ijin Barra dan Bi Tina pun mengiyakannya dengan anggukan juga senyuman. Di kamar Barra, segera Bayu pun pergi mandi dan Barra meminjamkan bajunya pada Bayu. Sedangkan ia sendiri memilih mandi di kamar tamu. Setelah mandi segera Barra kembali ke kamarnya. Ia siapkan playstationnya untuk mereka bermain bersama. Karena kini waktu baru saja menunjukan pukul lima sore. Yang tak lama setelahnya Bi Tina mengantarkan minuman beserta camilannya kesana. Disusul dengan Bayu yang keluar dari kamar mandi. “Wah udah disiapin ae nih sama si, bosque,” ucap Bayu seraya ia duduk disamping Barra dan melahap sepotong bolu yang berada ditengah-tengah mereka. “Lama banget sih lo, Bay! Lo gak ngelakuin hal macam-macam kan di kamar mandi gue? Jangan sampai lo kotorin kamar mandi gue dengan otak m***m lo itu ya!” omel Barra seraya ia berikan stik playstationnya kepada Bayu dengan kasar. “Ya enggak lah, Bar! Gile ae lo! Gue tuh cuma lagi menikmati hari bebas gue aja di bathub lo. Habisnya, lo tahu sendiri kan kalau di rumah pasti gue bakal diganggu sama adik gue yang super duper ajaib itu kelakuannya,” jelas Bima yang memang memiliki seorang adik yang usianya baru saja genap tiga tahun. “Hahaha... tapi kan tuh anak gemesin banget, Bay. Namanya juga balita. Seharusnya lo itu bersyukur punya saudara. Lah gue, apa-apa gue harus ngelakuinnya sendri. Gak ada teman yang bisa gue ajak berbagi rasa. Jadi anak tunggal tuh gak enak, Bre,” ucap Barra seraya ia sikut bahu Bayu. “Lucu sih lucu, Bar. Tapi kalau kerjaannya tiap hari ngerebut hape gue gimana? Kan, gak bisa bebas gue. Adik gue tuh gemesin, tapi lebih banyak ngeselinnya. Udah lah ah kita gak usah bahas adik gue lagi. Mending kita mabar sekarang, yok. Sebelum si, Bima, datang dan bentar lagi kita bakal salat Magrib dulu. Ya gak tuh, Bar,” ajak Bayu dan Barra pun mengangguk setuju. Mereka bermain untuk melepas penat. Mereka terbahak juga saling becanda. Hingga kini Bima yang baru saja tiba disana sengaja tak mengucap salam. Yang kini tanpa persetujuan mereka Bima cabut kabel playstationnya yang membuat keduanya sempat berpikir jika kini playstation Barra mengalami kerusakan. Hingga mereka mulai sadar dikala Bima terbahak cukup keras menertawai kebingungan mereka yang memang begitu menggelikan. “Anying, lo ngapain matiin PS gue! Bentar lagi menang tahu gak kita!” omel Barra seraya ia bangkit dari posisi duduknya dan ia hampiri Bima. “Wah si, ee, ini ngajak ribut ya ternyata!” imbuh Bayu yang juga turut menghampiri Bima dan kini keduanya seakan hendak mencekik lehernya. “Eeeeeh... stop stop stop... lo berdua pada kena setan b***k kali, ya! Pada gak denger lo ya kalau adzan Magrib lagi berkumandang! Bukannya di denger malah sibuk ngegame! Udah ayo kita pada salat dulu. Mau pada jadi kafir apa lo pada!” bantah Bima yang memang paling rajin soal ibadah, Bayu yang merasa malu pun kini ia garuk tengkuknya yang tak gatal. Sedangkan Barra, tentunya ia sedang mencari cara untuk menghindar. Seperti biasa ia memang tak lagi mau beribadah. “Oh iya ya, Bim. Aduh, keasyikan main sampe lupa gue. Yaudah ayo kita ada ambil wudlu. Lo imamin kita ya, Bim. Ayo, Bar. Lo ada sarung, kan?” ajak Bayu dengan bersemangat. “Ada, kok. Kalian ambil aja ya di walk in closet gue. Ada di pintu ketiga. Kalian duluan aja. gue mau ke bawah dulu. Mau lihat, Bi Tina, makan malam kita udah siap atau belum, bentar ya,” ucap Barra seraya ia berlalu pergi begitu saja. Bima dan Bayu yang memang sudah tahu jika Barra saat ini sedang sengaja menghindari mereka pun kini hanya saling sikut. Keduanya tahu betul jika memang Barra sudah lama tak beribadah. Sudah cukup sering juga mereka berdua mencoba untuk mengingatkan dan memberikan sebuah pengertian kepada Barra. Namun tetap Barra pada pendiriannya sehingga mereka tak lagi dapat memaksakan. Kini Barra sudah berada di pantry. Tentunya Bi Tina sedang tak berada disana dan sudah pasti tengah melaksanakan salatnya. Sehingga kini ia cukup merasa kesal pada dirinya sendiri. Ia yang memang selalu merasa berdosa namun juga tetap tak mau melaksanakan perintah-Nya. Tak dapat menyadari jika statusnya adalah seorang hamba. Juga ia yang selalu saja menghindari takdir yang seharusnya memang ia jalani. Hingga kini, lagi dan lagi ia merasakan sebuah kesakitan tepat di jantung hatinya. “Kenapa sih gue selalu merasakan hal yang setersiksa ini ketika gue gak melaksanakan perintahnya! Kenapa gue gak bisa tetap ngerasa bebas tanpa beban seperti mereka! Gue muak ya, Rabb! Gue udah bener-bener muak sama kehidupan ini! Semua ini terlalu menyakitkan juga menyedihkan buat gue! Gue gak mau berada di posisi seperti ini secara terus menerus!” umpat Barra seraya ia acak rambutnya frustrasi. Selalu saja ia marah pada kehidupannya dan selalu berusaha untuk menghindari setiap takdir yang telah Tuhannya tentukan untuknya. Karena amarahnya itu Barra tak mengetahui jika kini Bi Tina sudah berada disana dan bertanya kepadanya. “Den Barra. sudah lama menunggu ya, Den? Maaf ya, Den. Tadi, Bibi tinggal salat dulu. Tapi ini sudah hampir siap semuanya kok, Den,” ucapnya yang sama sekali tak Barra indahkan. Sebab memang sejak tadi ia terus saja melamun. Yang karenanya Bi Tina sempat merasa jika Barra maarah padanya. Hingga kini Bi Tina mulai menyadari jika ternyata Barra tengah melamun. “Den Barra,” panggil Bi Tina seraya ia tepuk bahu Barra pelan. Yang hal ini membuat Barra terkseiap seketika. *** “Menghindari takdir tak akan membuatmu mendapatkan sebuah takdir yang berbeda. Jalani saja dengan ikhlas dan temukanlah akhir bahagia.” -Tulisannisa- To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD