12. Menginap

3099 Words
“Maaf, ya, Den. Bibi, jadi mengagetkan, Den Barra,” ucap Bi Tina Tak enak hati. Barra pun menggeleng seraya ia tersenyum. “Gak apa-apa, Bi. Oh iya, ini makanan sudah siap ya, Bi. Kalau begitu, Barra, panggil, Bayu sama Bima, dulu ya, Bi,” jawab Barra sedikit gelagapan dan kini ia segera ia beranjak dari posisi duduknya. Namun ternyata sudah lebih dulu Bayu dan Bima menuruni anak tangga rumahnya seraya mereka berbincang. “Bar, kok lo gak jadi nyusulin kita? Lo udah salat belum?” tanya Bima penasaran. “Udah, kok. Gue salat dikamar sebelah. Gue gak mau ganggu kekhusyukan kalian aja tadi. Yaudah, ayo kita makan malam sama-sama dulu,” ajak Barra dan keduanya pun mengangguk setuju seraya mereka duduki kursi mereka masing-masing. Walau sebenarnya keduanya pun belum sepenuhnya percaya jika memang benar apa yang Barra katakan kepada mereka. Tentunya makan malam kali ini berlangsung seru. Sebab memang mereka yang saling mengobrol seraya becanda seperti dikala mereka makan bersama di kantin. Yang obrolan mereka itu tak jauh-jauh dari pembicaraan soal permainan. Hingga makan malam usai dan kini kembali Barra mengajak keduanya untuk kembali ke kamar. Kembali mereka bermain playstation bersama. Barra ingin mereka habiskan waktu mereka kali ini dengan bersenang-senang. Karena memang juga tak ada tugas sekolah yang harus mereka selesaikan. Mereka memainkan permainan itu hingga kini waktu menunjukan pukul sebelas malam. Bima yang sudah mulai merasakan kantuk pun menghentikan permainannya dan segera pergi salat sebelum tidur. Disusul dengan Bima yang juga melakukan hal yang sama. Yang lagi-lagi hal ini membuat Barra berusaha menghindari ajakan mereka. Kini Bima sudah merebahkan tubuhnya diatas ranjang Barra. Bayu baru saja menyelesaikan salatnya sedangkan Barra masih sibuk bermain playstation agar keduanya tak memaksanya salat. Hingga kini Bima yang matanya sudah seperti lampu lima watt mulai angkat bicara. “Bar, udahan kalee... besok kesiangan aja, lo!” ucap Bima dengan kedua mata yang telah tertutup. “Iya, gue aja udah ngantuk berat ini. Udah buruan sana salat kita tidur,” imbuh Bayu yang kini juga sudah bersiap untuk menaiki ranjang Barra. “Bentar lagi, gue. Udah sana, kalian pada tidur duluan aja. Gue udah biasa begadang,” tolak Barra yang memang ingin mereka lebih dulu tertidur. “Yaudah dah, terserah lo aje. Kita duluan ya, Bar. Capek banget gue nih hari,” ucap Bima lagi dan kini Barra hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan tanpa ia alihkan pandangannya kearah keduanya. Sebab tak ingin lagi ia dipaksa oleh keduanya. Barra bersikap seakan-akan ia sedang merasa begitu seru memainkan permainnannya itu. Yang sebenarnya kebenarannya kini ia pun juga tengah merasa bosan juga ingin segera menyudahinya. Hingga kini mulai terdengar suara dengkuran halus dari keduanya. Barra matikan playstationnya. Ia letakan stik permainannya dengan kasar, seraya kini ia pandangi keduanya yaang sudah terlihat begitu damai dalam tidur mereka. Kedua mata Barra mulai berkaca memandanginya. Kembali merasa iri kepada keduanya yang dianggap begitu beruntung dengan kehidupan normal mereka bersama dengan keluarganya. Tak seperti dirinya yang selalu saja berusaha menghindari keluarganya sendiri. Meski pun ia juga tahu jika seorang Bima harus selalu berjuang agar mendapatkan uang. Juga seorang Bayu yang tak jarang selalu saja mengalah dan disalahkan atas setiap kesalahan yang adiknya perbuat. Namun bagi Barra, setidaknya mereka masih dapat merasakan sebuah kebahagiaan yang berasal dari keluarga mereka. Tak seperti dirinya yang berusaha untuk mencari sebuah kebahagiaan dari orang lain. Barra mulai berjalan gontai menghampiri ranjangnya dan mulai mengambil posisi tidur disana. Berusaha ia pejamkan kedua matanya namun rasanya begitu sulit. “Apa-apaan sih lo, Bar! Lo ajak mereka berdua kerumah lo itu buat have fun! Bukan iri sama mereka berdua! Lo harus bisa, Bar, bersikap sebiasa mungkin! Lo gak boleh lemah dan iri hanya karena lo yang memang haus akan kasih sayang!” desis Barra dengan airmata yang mulai menganak sungai dikedua pipinya. *** Adzan Subuh yang berkumandang membuat Barra terbangung dari tidurnya. Bima dan Bayu masih tertidur pulas saat ini. Dan kini Barra putuskan untuk segera pergi mandi. Agar nantinya kedua temannya itu akan mengira jika dirinya sudah lebih dulu menyelesaikan salatnya. Hingga kini dikala ia sudah berpakaian rapi, dengan segera ia bangunkan keduanya dengan kasar. Dengan cara ia tarik kaki keduanya. “Woy... bangun woooy... sekolah woy sekolaaaah... lo padaa mau kesiangan apa...” pekik Barra dengan lantang tepat diantara telinga keduanya. Hingga kini hal itu membuat keduanya terjingkat seketika. Dan Barra pun tergelak karenanya. “Buset dah lo, Bar! Bangunin kita udah kayak grebek banci ae lo!” maki Bayu seraya ia dorong tubuh Barra yang berada di hadapannya. “Tahu, Lo! Baru juga jam setengah enam! Udah ribet aja lo! Lo sengaja ya berangkat pagi lagi biar ketemu lagi sama si, Chafiya?! Iya kan, maksud lo begitu, kaaan?” imbuh Bima yang kini membuat Barra cukup merasa kesal. Hingga ia dorong balik tubuh keduanya yang masih lemas seraya ia turuni ranjangnya. “Eh, Bentor! Stop ya lo ledek gue soal, Chafiya! Yaudah kalau emang lo pada gak mau bangun. Emang pada mau jadi kafir nih kayaknya lo pada ini!” maki Barra balik seraya ia berlalu begitu saja keluar dari kamarnya. Karena memang ia yang tak ingin lagi semakin di ledek oleh keduanya. Yang karenanya, kini berbalik mereka berdua yang menertawai seorang Barra. Barra memilih untuk menunggu keduanya di ruang makan. Ia lahap sarapannya terlebih dahulu dan ia sambut kedatangan mereka dengan bibir yang dicebikan. Membuat keduanya menggulum senyum mereka. Barra alihkan pandangannya seraya memutar bola matanya malas. Membuat kedua temannya itu kembali saling sikut dan terkekeh. “Bim, Bim... kayaknya lagi ada yang ngambek nih, Bim,” ledek Bayu dengan nada yang terdengar sungguh menyebalkan ditelinga Barra. “Wah, iya nih, Bay. Waduh, bahaya nih kalau nanti anak sultan udah ngamok, mah,” imbuh Bima yang kini mulai Barra alihkan pandangannya kearah mereka seraya menatap keduanya tajam. “Udan berapa kali sih gue bilang sama kalian berdua kalau gue bukan perempuan yang mudah ngambekan! Gue ini cuma lagi mikir, kemana enaknya gue cabut hari ini. Gue males banget ke sekolah. Gak ada pelajaran yang asik dan gue lagi malas ketemu sama mereka semua,” ucap Barra dengan penuh emosi. “Yah, Bar. Bukannya emang tiap hari ya lo selalu malas?” ucap Bayu yang kini mui ia lahap roti panggang miliknya. “Ya, emang, sih. But, yang kali ini tuh, malasnya pake banget. Gue malas ketemu ama si guru biologi yang ngeselinnya tingkat dewa itu. Secara, cuma dia doang lho, yang selalu kasih pertanyaan ke gue kalau dia ngerliat gue lagi sibuk sama hal lain,” jelas Barra lagi yang membuat Bima menggelengkan kepalanya. Karena ia yang mulai kesal dengan anggapan Barra. "Eh, Bre... sebenernya yang ngeselin disini itu lo apa si, Bu Zia, sih? Ya jelas lah, Bu Zia, kasih lo pertanyaan karena beliau kesel sama lo yang gak pernah merhatiin kalau beliau lagi jelasin di depan," pungkas Bima yang membuat Barra mulai kesal. "Inget, Bar, UN tinggal empat bulan lagi. Bentar lagi juga kan kita bakalan sibuk sama bimbel and try out. Jadi ya jangan Lo ambil pusing lah. Jangan lo jadiin bebab terooos. Kan, lo juga yang udah buat kita semua berjanji kalau kita emang bakalan lulus bareng. Lo masih inget kan, Brad, sama janji kita?" imbuh Bayu yang membuat Barra teringat jika memang ia juga harus segera lulus dan keluar dari rumah. "Hadeuh... diceramahin lagi, kan, gue! Yaudah deh iya iya gue ke sekolah hari ini! Awas aja lo, Bim kalau banyak alasan waktu gue suruh selesein semua tugas dari guru," jawab Barra yang membuat keduanya merasa cukup lega. "Ahsiyaaaap, Tuan Muda Barra..." Ledek keduanya seraya mereka acungkan ibu jari mereka. Hingga kiniBarra hanya menggelengkan kepalanya seraya memutar bola matanya jengah. Kini Barra meminta kepada keduanya untuk berangkat ke sekolah menaiki mobilnya saja, dan membiarkan kendaraan mereka tetap berada di rumahnya. Keduanya pun menyetujuinya karena memang akan jauh lebih praktis jika begitu. Kini Bima yang diminta Barra untuk mengemudikan mobilnya. Sebab Barra tahu betul jika Bima menyukai hal itu. Hingga kini wajah Bima begitu berseri dikala mengemudikannya. Tanpa sengaja, kini mereka temui seorang Chafiya yang juga tengah mengemudikan sepedanya tepat disamping mobil Barra. Sebenarnya Barra yang lebih dulu melihatnya, namun ia memilih untuk diam karena ia tak mau jika sampai mereka semua akan meledeknya. Tapi sialnya saat ini Bayu juga melihat keberadaan Chafiya disana. "Eh eh, Bar, Bim, ada si, Chafiya tuh, disana. Kita mau berhenti dulu gak nih? Bar, Lo mau sapa dia dulu gak?"tawar Bayu yang membuat Barra cukup gugup. "Wah iya tuh, Bar. Makin cantik aja ya tuh cewek kalau lagi ngayuh sepedanya begitu," imbuh Bima yang membuat Barra semakin risih saat ini. "Bay, Lo udah bosen idup, ya? Bim,lo gak usah macem-macem, ya! Gak akan gue transfer bayaran Lo kalau Lo berani-berani berhentiin mobilnya!"Ancam Barra yang tentunya membuat Bima tak lagi berani mengejek Barra. Sebab memang Barra yang tak pernah main-main dengan setiap perkataannya. "Oke-oke, Bar, oke. Iya iya gue gak akan berani berhentiin mobil lo," jawab Bima dengan serius. Seraya kini ia tambah kecepatan mobilnya. Berbeda dengan Bima, kini Bayu sudah merencanakan sesuatu. Tanpa sepengetahuan Barra kini Bayu buka kaca mobil Barra seraya ia keluarkan kepalanya. Tak lupa ia genggam kedua tangan Barra juga ia bungkam mulutnya. Yang membuat Barra tak dapat berkutik saat ini. "Pagi, Fiya... sendirian aja, Fi. Mau bareng sama kita, gak? Ada si, Barra, juga lho, Fi, disini,"ucap Bayu yang sungguh sama sekali Barra tak dapat menduganya. Sedangkan Bima tengah berusaha untuk menahan tawanya saat ini. Mendengarnya membuat Chafiya terkejut juga begitu malu saat ini, hingga kini dengan segera Chafiya tambah kecepatan laju sepedanya. Sedangkan Barra yang sudah semakin merasa kesal, kini iaberusaha untuk melepaskan genggaman tangan Bima dan berbalik ia genggam dengan begitu erat satu tangan Bima lalu memelintir satu tangannya yang lain. Barra yang juga rutin latihan muaythai membuatnya tak sulit untuk melakukan semua itu. Hingga kini membuat Bayu mengerang kesakitan. "Aaaahk... aaawh... sakit, Bar... ampooon..."erang Bayu namun Barra tak mengindahkannya. Karena kini tengah ia keluarkan kepalanya. "Fiya, sorry ya, Fi. Teman gue ini emang gak waras otaknya. Duluan ya,"ucap Barra seraya kini kembali ia tutup kaca mobilnya. Dan beralih kini ia tatap dengan begitu tajam wajah Bayu yang tengah menahan rasa sakitnya. "Aaaahk... ampooon, Baaar... kan gue cuma becanda. Sakit banget ini tangan gue. Iya iya gue sadar kalau lo Emang lagi kesel banget sama gue. But please l really sorry, lo lepasin ya pitingan lo ini," pinta Bayu yang membuat Bima mulai merasa iba pada Bayu. Sebab wajahnya yang kini mulai memerah. Berbeda dengan Barra yang masih saja menatapnya tajam bahkan kini ia putar bola matanya malas seraya tersenyum miring. "Bar, udah lah, Bar. Mungkin niatnya si, Bayu, emang cuma kepengin becandaan aja. Kasihan tuh, Bar, mukanya udah kayak udang rebus begitu," pinta Bima hati-hati. "Gak usah lo ikut campur, Bim! Lo tahu, kan, Bay, kalau becandaan Lo itu gak lucu! Fiya, itu beda sama, cewek-cewek lain! First, gue ngerasa lo remehin dengan Lo ejek gue kayak gitu! And gue juga gak suka kalau lo rendahin dia dengan cara lo goda dia layak gitu!" Maki Barra penuh amarah. Membuat Bima cukup takut juga Bayu yang semakin merasa terancam saat ini. Hingga tak lagi ia berteriak.Karena memang Barra juga sudah merenggankan pitingannya. "Iya iya, Bar, iya. I swear I really sorry dan gue juga janji kalau gue gak akan ngulangin lagi ngeledekin lo soal, Chafiya. So please, Bar, please maafin gue. Please lepasin gue," pinta Bayu lagi seraya memohon. Dengan kasar Barra lepaskan pitingannya. Membuat Bayu, cukup merasa lega saat ini.Seraya kini semakin ia pertajam tatapannya. "Oke, gue pegang janji lo! Dan gue juga minta satu hal lagi sama lo! Lo, juga harus minta maaf sama si Chafiya setelah kita tiba di sekolah nanti. Dan lo juga harus janji ke dia kalau lo gak akan mengulanginya lagi!" Titah Barra dengan tegas. "Iya iya, Bar, iya. Gue janji kalau nanti gue bakalan ngelakuin semua yang lo minta. But please,Lo mau kan maafin gue?"tanya Bayu hati-hati. "Kita lihat aja nanti! Kalau lo udah ngelakuin semua itu, gak ada alasan buat gue gak maafin lo!" jawab Barra lagi seraya kini ia alihkan pandangannya. "Oke oke, Bar, iya. Gue janji akan ngelakuin semua itu nanti," jawab Bayu lagi namun kini sama sekali tak Barra alihkan pandangannya kearah Bayu. Karena saat ini pun masih Barra pasang wajah penuh amarahnya. Bayu pun hanya memandanginya dengan tatapan yang nanar. Karena yang sebenarnya Bayu inginkan, Barra bisa kembali menemukan bahagianya lewat seorang Chafiya yang ia anggap sebagai seorang wanita baik hati yang paling cocok untuk Barra. Namun karena ia yang tak ingin merusak hubungan pertemanan mereka, maka kini ia hanya memendam setiap keinginannya itu. 'Entah kenapa emang gue tuh yakin bener, Bar, kalau si, Fiya, itu emang cocok banget buat lo. Karena cuma dia satu-satunya wanita yang bisa lo hargai juga buat lo jadi lelaki yang respect sama perempuan. Semua itu bisa gue ketahui saat lo rela kayuh sepeda sampai di sekolah. Ya, walaupun semua lo lakukan dengan sebuah keterpaksaan. Gue yakin lo bisa menemukan kebahagiaan dalam hidup lo dari dia. But, kalau emang ini pilihan lo, dan lo yang gak siap untuk buka hati lo. It's okay, Bar. But, gue akan mendoakan segala yang terbaik buat lo,' gumam Bayu dalam hati. Dengan penuh ketulusan serta harapan yang tinggi. Kini mereka baru saja tiba disekolah. Tanpa berlama-lama dengan segera Barra meminta kepada Bayu untuk segera meminta maaf kepada Chafiya. Beruntungnya saat ini belum begitu banyak murid yang tiba disana sehingga Bayu tak akan terlalu karena di pandangi banyak orang. Dengan langkah yang pelan mulai Bayu hampiri seorang Chafiya yang tengah sibuk dengan buku biologinya. Yang akan dipelajari di jam pertama. Melihat kedatangan Bayu membuat Chafiya cukup bertanya-tanya, namun ia memilih untuk tak banyak berkata sebab ia tak tahu harus berkata apa. d**a, Bayu pun berdebar hebat sebab memang ia juga begitu jarang bahkan terbilang tak pernah mengobrol dengan Chafiya. Sama dengan teman-temannya yang lain. Namun kini ia berusaha tersenyum juga terlihat seakan biasa saja. “Fiya, lo lagi sibuk belajar, ya? Sorry ya, Fi. Gue jadi ganggu waktu belajar lo,” ucap Bayu tak enak hati. Dan kini, Chafiya pun tersenyum padanya. Walau sebenarnya kini Fiya pun sedang begitu gugup karena Barra yang sejak tadi juga selalu saja memandanginya yang bagi Fiya dengan tatapan yang berbeda. Dan ia juga tetap berusaha untuk bersikap biasa saja. “It’s okay, Bay. Sorry, ada apa ya?” tanyanya masih dengan senyumnya. “Ini, Fi. Soal yang dijalan tadi. Gue mau say sorry sama lo. Maaf ya, Fi. Gue udah ledekin lo dan gue rasa tadi tuh gue udah keterlaluan sama lo,” ucap Bayu dengan gugupnya. Membuat Bima juga Barra kini menggulum senyumnya memandangi kegugupan Bayu. “Oh soal itu. Iya, kamu santai aja, Bay. Gak apa-apa kok. kamu bilang, ya, sama sahabat kamu itu. Gak usah terlalu berlebihan begini. Sampai minta kamu minta maaf ke saya,” jawab Fiya. Yang baru kali ini Bayu mendengar Fiya banyak berkomentar. Dan semua itu juga karena seorang Barra. “Oh iya oke-oke, pasti bakalan gue sampein. So, now lo udah maafin gue nih jadinya, Fi?” tanya Bayu lagi memastikan. Dan kali ini Cahfiya menjawabnya dengan sebuah anggukan juga senyuman. “Alhamdulillah. Jadi lega kan gue. Thanks ya, Fi. Gue kesana dulu,” ucap Bima. Dan Chafiya pun mengangguk seraya ia tersenyum. “Sama-sama, Bay,” jawabnya lagi. Dan kini Bayu kembali menghampiri Barra juga Bima dengan senyuman manisnya. Membuat Bima tersenyum lebar karenanya, sedangkan Barra, ia sengaja masih saja memasang grumpy facenya agar tak lagi Bima mengulanginya. Bayu rangkul bahu Barra masih dengan senyumnya. “Gimana, Bar? Gue udah berhasil, kan, minta maaf sama si, Fiya? Lo udah maafin gue dong sekarang?” tanyanya dengan percaya dirinya. “Ya, not bad lah ya usaha lo itu. But, gue masih punya satu syarat lagi buat lo,” jawab Barra dengan gaya pongahnya seperti biasa. “Yah. Apaan lagi, Bar?” tanya Bayu pasrah. “Nih, lo ngomong dan gue bakalan rekam lo disini. Gue mau lo berjanji gak akan ulangi lagi hal kayak tadi. Karena gue paling gak suka direndahi!” pinta Barra lagi yang membuat Bayu juga Bima tergelak seketika. “Oh, jadi lo gak mau nih, Bay? Lo masih kepengin ngeledek gue?” lanjutnya lagi yang kembali emosi. Hingga Bayu dan Bima berhenti tertawa seketika. "Eh kagak-kagak. Ya Allah Bar, gitu amat lo sama gue. Iya iya sini mana hape lo," jawab Bayu yang kini mulai merekam. Membuat Barra tersenyum penuh kemenangan memandangi Bayu yang menurutinya. "Oke, mulai sekarang gue bakalan pakai nih rekaman buat ngingetin lo kalau mulut ember lo itu mau nyinyir lagi!" ucap Barra dengan pongahnya membuat Bima mencebikan bibirnya. Dan kini tak lama setelahnya Bu Zia, mulai memasuki kelas, hingga kini mereka semua segera kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Selama pelajaran berlangsung, kini Barra sibuk menggambar wajah sang Mama. Bu Zia menjelaskan pelajaran kali ini cukup singkat karena ada sebuah rapat yang harus ia hadiri, maka kini ada sebuah tugas yang Bu Zia berikan kepada mereka. Seperti biasa, Barra dan Bayu selalu saja mengandalkan seorang Bima. Namun Bayu masih ada niat untuk memperlajarinya. Dan kini mereka bisa bebas mengerjakan tugas itu seraya becanda. Tanpa Barra sadari jika sejak tadi Olivia selalu saja memandangi Barra. Sebab memang sebenarnya ia sudah begitu rindu ingin kembali berinteraksi dengannya. Hingga kini Olivia sudah mempunyai sebuah rencana agar ia dapat mencari perhatian Barra. Hingga jam pelajaran pertama mulai berakhir dan membuat Barra cukup kesal karena pelajaran selanjutnya pun cukup memusingkan baginya. Yakni pelajaran kimia. “Hadeuh, giliran, gak ada guru kenapa cepet banget ya waktu berlalu,” keluh Barra seraya ia letakan ponselnya dengan kasar. “Ya iyalah, Bar, lo ngerasanya cepet. Kan, emang soalnya lo menikmati setiap detiknya. Coba aja kalau lo itu juga bisa mengaplikasikannya ke setiap pelajaran pasti semuanya juga bakalan enteng,” jawab Bima dengan setiap perkataan bijaknya. Barra pun terkekeh mendengarnya. “Ahahaha, kayaknya sih nih ya, Bim, itu tuh cuma bakalan jadi impian gue aja deh. Soalnya nih ya, semua fokus dalam hidup gue juga udah hilang bersamaan dengan setiap mimpi gue,” jawab Barra yang begitu terdengar menyedihkan ditelinga Bima juga Bayu. Sebab mereka dapat melihat kedua mata Barra yang berkaca ketika mengatakannya. Hingga membuat ketiganya saling diam sejenak dan tak lama setelahnya guru pengajar mereka memasuki kelas mereka, dan kali ini Barra memilih untuk ijin ke toilet ditengah pelajaran tengah berlangsung. Baik Bima maupun Bayu selalu saja tak dapat mencegahnya atau menemaninya, sesuai dengan setiap larangan yang Barra katakan kepada keduanya. Kembali Barra memaikan game di ponselnya dan kembali kekelas dikala ia berhasil memenangkannya. Setibanya dikelas sudah ada tugas yang guru berikan kepada mereka semua dan lagi-lagi Barra serahkan tugasnya itu kepada Bima. Selalu saja terulang seperti itu setiap harinya. Barra tak pernah memusingkan hal itu. Karena yang ada dipikirannya saat ini ialah, ia yang hanya ingin absensinya lebih baik. *** “Menjahili memang sesuatu yang menyenangkan. Namun yang kau jahili belum tentu turut merasakan rasa senang yang kau rasakan.” -Tulisannisa- To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD