Wedding dress

1040 Words
Siapa yang akan peduli dengan peringatan Viona si wanita diskon 70%. Tidak akan! Jadi aku berada di kantornya Abi membagikan makanan katering. Terlebih memang Vivi minta ijin untuk tidak masuk kerja. Lama-lama aku semakin curiga dengan anak itu, apa yang dilakukannya diluar sana sehingga sering mangkir dari tugas. "Ayah!" Teriakan Rey memanggil ayahnya menyulut sel saraf bahagiaku juga. Reflek, aku mendongak mencari keberandaan Abi. Dia berjalan kearah kami dengan setelan kerjanya yang begitu menggoda. Hah sejak kapan kemeja dan celana bahan terlihat menggiurkan. "Jagoan Ayah, sudah makan?" Abi menggendong Rey. Dari cara dia memeluk anak itu terlihat jelas bahwa dia sangat tidak ingin melepaskan Rey. Hanya orang tua tidak waras saja yang mau melepas anaknya sendiri. "Yang mulia ratu membawakan banyak sekali makanan untukku. Perutku sampai mau meledak." Aku terkikik mendengarnya. Apalagi melihat tangannya mengusap perutnya yang seakan-akan memang meledak saja. "Dan, my queen, sudah makan?" "Huh? Queen?" "Yang mulia ratu." Jawabnya bingung. Aku tersenyum kecil. Masalahnya kenapa dia menggunakan kata kepemilikan di sana. Seolah aku memang sedang bertahta di dalam dirinya. "Tidak usah menggodaku." "Rey saja memanggilmu yang mulia ratu. Kenapa aku tidak boleh?" "Tapi, Rey tidak menggunakan 'My'." "Itulah bedanya aku dengan Rey." Aku menggelengkan kepala berusaha mengabaikan rasa gugupku agar tidak terlalu terlihat. Secara tiba-tiba aku tersentak saat ponselku berbunyi dan mendapati pesan singkat yang membuatku tersenyum. Aku harus segera pergi. "Sepertinya aku harus pergi sekarang." Abi yang duduk di bangku semen di belakangku memalingkan pandangannya padaku. "Tidak mau menemaniku makan siang?" Aku mengernyitkan dahi. "Memangnya kau belum makan?" "Saat kau mengabariku kalau kau akan ke sini, aku memutuskan untuk makan siang denganmu. Dan sekarang kau mau pergi dan membiarkanku kelaparan di sini?" Ya ampun, dia ini berlebihan sekali. "Aku harus menemui miss Joana, kebayaku rusak." Abi berdiri secara tiba-tiba. "Kalau begitu makan siangnya setelah kau menyelesaikan urusan kebayamu." Katanya. "Ayok." "Ke mana?" "Kau bilang kau harus bertemu dengan miss Joana?" "Tapi, tidak denganmu." "Aku antar," tegasnya. "Kau mau menemui miss Joana dengan mobil katering?" Aku terdiam untuk berpikir. Apa-apa itu memang harus dipikirkan dulu. "Tapi, mungkin akan lama." "Mau sampai besok juga tidak masalah." Katanya, benar-benar tidak terlihat terganggu. Bergegaseb, aku memberi instruksi kepada Lidia dan mas Ahmad, selaku supir katering, bahwa aku akan pergi duluan. Setelahnya, aku, Abi dan Rey pergi ke butik miss Joana, yang baru saja memberiku kabar bahwa sudah ada seorang desianer yang mau memperbaiki kebayaku. Sebenarnya aku tidak perlu ke sana. Tapi, miss Joana juga memberitahuku kalau baju untuk Ben, yang belum selesai dijahit sekarang sudah bisa dikenakan. Tapi sepertinya tidak ada gunanya juga. Ben, baru bisa mencobanya nanti. Miss Joana menyambutku dan Abi dengan senyuman. Ah ya, Abi sudah bertemu dengan miss Joana saat pertama kali aku dan miss Joana membicarakan konsep resepsi pernikahan. Tiba-tiba aku jadi merasa miris, Ben saja sama sekali belum bertemu dengan miss Joana. "Baju untuk mempelai prianya sudah siap. Bisa dicoba sekarang." Rani tiba-tiba datang membawakan setelan baju warna ungu pastel yang seragam dengan kebaya robekku dan menyodorkannya tepat di depan Abi. Pasti Rani mengira kalau Abi adalah mempelai prianya. Aku meringis dan baru akan protes, tapi tangan Abi sudah meraih baju tersebut. "Di mana ruang gantinya?" "Bi," "Di sana, Mas." Rani menunjuk ke arah ruang ganti yang ada di pojok ruangan. Lalu Abi berjalan ke sana sambil menenteng bajunya. Duh, dia ini gilanya tidak tahu tempat. Aku menyusulnya dan menunggu di luar. Tidak lama kemudian kepala Abi menyembul dari balik pintu, lalu menarikku ke dalam dengan sangat tidak sopan. Jika kami dituduh berbuat m***m bagaimana. "Aku dengan Ben memiliki ukuran tubuh yang sama. Jadi, jika di aku cukup, di Ben juga pasti cukup." "Tapi kau tidak perlu menco.." "Untuk mempersingkat waktu. Jika harus menunggu Ben, akan memakan waktu, An. Jika bajunya kebesaran apa masih ada waktu untuk memperbaikinya? Sementara Ben saja baru pulang lima hari sebelum hari pernikahan kalian." Entah bagaimana caranya aku menangkap ada nada sinis di kalimat yang Abi ucapkan. Tapi aku tidak begitu yakin. Aku menghela napas dan mengalihkan pandanganku ke cermin besar dan reflek tersenyum saat melihat bayangan Abi di sana. Dia tampak begitu sangat memukau dengan penampilannya sekarang ini. Otak sialanku tanpa diperintah langsung membayangkan diriku memakai kebaya dengan warna yang sama dengan pakaian mempelai pria yang Abi kenakan. Berdiri, bersanding di- cukup! Jangan lagi! aku mau menikah dengan Ben, bukan Abi. "Ayah," suara Rey menyentakku, mengembalikan pikiran bodohku ke kondisi normal. "Tante itu bilang, kalau baju yang Ayah kenakan sama dengan kebaya yang mulia ratu punya. Aku juga ingin memiliki satu yang sama." Kehadiran Rey menyadarkan aku bahwa pintu ruang ganti ini sengaja tidak ditutup oleh Abi. Ah, kupikir kami akan dibicarakan sebagai pasangan m***m yang melakukan adegan terlarang di ruang ganti. Wait, pasangan? "Nanti kita beli satu yang sama. Oke?" Abi mengacungkan jempolnya ke atas dan Rey tertawa bahagia. "Jadi, bagaimana?" Miss Joana dan Rani menghampiri kami untuk memeriksa. "Tidak perlu ada yang di ubah, semuanya pas." Jawabku. Miss Joana tersenyum penuh lega. "Kebayamu akan di perbaiki, desainer nya baru saja datang. Kau ingin bertemu?" Aku mengangguk, lalu pergi meninggalkan Abi yang mengganti pakaiannya. Demi Tuhan. Sepertinya aku memang harus memeriksa kegiatan wanita itu. Dia seperti halnya minimarket, selalu ada di mana-mana. Aku segera menghampirinya yang sedang memegang.. kebayaku? "Viona," dia terperanjat di tempat saat melihatku berdiri di hadapannya. "Apa yang sedang kau lakukan dengan kebayaku?" Raut wajahnya berubah bingung lalu menatap kebayaku yang sedang dia pegang sama bingungnya. "Ini... milikmu?" "Ana, dia desainer yang akan memperbaiki kebayamu." Sebelum sempat bertanya lagi, miss Joana memberikan informasi terlebuh dahulu. Dia... desainer? Sempurna. Pernikaham yang benar-benar sempurna. "Viona adalah temanku. Dia memang tidak bekerja denganku, namun sepertinya keberuntungan berpihak padamu," atau mungkin tidak. Ucapku dalam hati. "Jadi dia mau membantuku untuk memperbaiki kebayamu." "Aku mengenalnya Miss." Viona menyela saat dia tersadar aku membuka mulut. "Calon suaminya adalah temanku." Katanya. "An, sepertinya perlu waktu yang lama untuk memperbaiki kerusakan kebayamu. Jadi, kau harus bersabar." Ya, sejak aku melihatmu kesabaranku sudah teruji. "Ya, tidak masalah. Yang penting kebayanya selesai sebelum hari pernikahanku." "Viona bisa diandalkan." Miss Joana memuji. Aku hanya tersenyum kecil. "Kalau begitu konsultasikan pada Viona, aku ke sana sebentar." Sementara miss Joana pergi, aku dan Viona saling bersitatap. Menyebalkan. Kulihat mata Viona membulat. Aku mengikuti arah pandangnya dan mendapati Abi berjalan ke arah kami dengan reaksi yang sama terkejutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD