Let it go

1190 Words
Pagi ini, Ben akan kembali ke Surabaya untuk menjalankan tugasnya. Dan baru akan kembali lima hari sebelum hari pernikahan kami. Dan itu terhitung dua bulan dari sekarang. Ben melepas pelukannya kemudian tersenyum padaku. Sekali lagi dia mengusap kepalaku dan menciumnya. "Ucapanmu tempo hari tentang soal kita yang harus mempertimbangkan rencana pernikahan kita, kurasa tidak ada yang harus dipertimbangkan lagi. Semuanya akan tetap berjalan sesuai rencana kita." Aku hanya bisa diam sambil tersenyum kecil. Merasa tidak ada gairah apapun lagi. "Maaf atas semua yang baru kau ketahui tentang aku. Terlebih tentang aku dan Viona." Aku menunduk memandangi ubin kamar Ben. "Kau harus percaya padaku, bahwa sejak lama aku sudah tidak berhubungan lagi dengannya. Saat ini kami hanya teman." Jelasnya. "Teman biasa pada umumnya." Dia menegaskan kembali. "Tunggu aku seperti selama ini kau menungguku, An. Aku akan kembali, memperbaiki segalanya. Aku, kau, Rey akan hidup bersama-sama." Dia mengusap pipiku dengan ibu jarinya. Sentuhannya memberikan efek panas yang menjalar di kulit wajahku. "I Love you." Bibirnya mencium bibirku, kemudian aku tersadar bahwa saat Ben akan melakukan lebih aku segera menarik diri. Ben seperti akan mempertanyakannya tapi suara tante Farida tiba-tiba terdengar membuat Ben mengurungkan niatnya. Bahkan kata cintanya pun tidak memberikan efek apapun padaku. Ini lebih gawat dibanding berita Park Seo Joon mengundurkan diri dari dunia hiburan. Setidaknya, aku pernah memimpikan hal tersebut. Dan itu benar-benar membuat aku tidak tenang sepanjang hari. Aku tidak bisa diam saja. Aku harus mengembalikan gairah itu kembali. Gairahku kepada Ben. Jadi aku memutuskan menahan lengan Ben saat dia akan melangkah pergi. Alih-alih akan mencium Ben, aku justru hanya memeluknya. "I love you too." Ucapku. "Karena aku seorang wanita, aku akan menunggu." Kurasakan tangan Ben terangat mengusap punggungku. Tapi, tetap saja tidak ada apapun yang aku rasakan. Semuanya mulai terasa biasa saja. *** MISS Joana menyingkap tirai besar putih di hadapanku sehingga memperlihatkan beberapa kebaya pernikahan yang memang menjadi pesananku. Di sana ada dua pasang kebaya pengantin yang menggantung dengan cantik. Warna putih gading akan aku kenakan saat akad nikah, warna ungu pastel akan aku kenakan untuk resepsi. Aku berdiri di depan deretan kebaya pengantin yang siap dipakai, menatap penuh damba dan berpikir bahwa apa yang sudah aku susun tentang rencana pernikahan impianku, sebentar lagi akan jadi kenyataan. Bukan sebuah rencana yang ada di dalam otak namun akan segera direalisasikan. Asisten miss Joana mengambil kebaya pengantin warna ungu pastel, kemudian memberikannya padaku untuk aku coba di ruang ganti. Saat aku melihat bayangan tubuhku di cermin, ada sesuatu yang secara tiba-tiba menghantam jantungku, merasa begitu sakit dan miris. Bukankah ini yang aku inginkan selama ini. Pernikahan yang sempurna. Tapi saat kebaya ungu pastel melekat di tubuhku, hanya perasaan biasa saja yang bisa aku rasakan. Seperti aku mengenakan kebaya saat perlombaan kartini di sekolah dasar. Aku tidak merasakan euforia bahagianya seorang wanita menyambut pernikahannya. "Oh, tidak!" miss Joana masuk ke dalam ruang ganti. Wajahnya berubah panik membuat aku terlonjak dan mengikuti gerakan miss Joana yang menunduk di belakangku. Kepalaku berputar ke belakang demi mengetahui apa yang sedang dia lakukan. "Rani!" miss Joana memanggil asistennya dengan panik. Lalu Rani datang dengan tergopoh-gopoh. "Lihat! Siapa yang melakukan ini pada kebayaku?" Aku mengernyit sesaat. Ini kebayaku, kan? Bukankah aku sudah membayar. "Ada sesuatu yang terjadi pada kebayaku?" Aku menekan kata 'kebayaku' di sana. Mencoba mengingatkan miss Joana bahwa mulai hari ini, kebaya yang melekat di tubuhku adalah milikku. "Bagian bawah kebayanya, robek." Mata miss Joana tidak menatapku. Dan aku terserang panik saat mendengar kata robek. Robek bagaimana. Tubuhku berputar dan tangaku menggapai-gapai bagian bawah yang dimaksud miss Joana. "No, don't touch." Dengan nada panik miss Joana memperingati. "Buka kebaya ini, aku akan perbaiki segera." Miss Joana mengatakan seolah-olah ini adalah kebaya miliknya. Dengan perasaan bingung, aku segera melepas kebaya saat miss Joana dan Rani sang asisten keluar dari ruang ganti. Akhirnya, aku menemukan kecacatan pada kebayaku yang dimaksud oleh miss Joana. Bagaimana bisa kebaya ini rusak secara tiba-tiba. Pasti ada kesalahan dalam proses penjahitan. "Miss, Arteri, 'kan sudah berangkat ke London tadi siang. Kadi, tidak ada yang bisa memperbaiki kebaya ini. Apalagi jika dilihat kerusakannya, kebaya ini mungkin akan di rombak habis." Aku tidak mengerti seberapa parah kerusakan yang terjadi. "Oh, no." Suara miss Joana terdengar putus asa seraya memegangi kepalanya. Lalu dia menatapku yang berdiri kebingungan di hadapannya. "Ana, maafkan kami. Kebaya ini harus kami perbaiki. Kami tidak mengerti bagaimana caranya kebaya ini bisa sampai cacat." "Oh, tidak apa-apa. Aku bisa menunggu." "Tap, masalahnya desainer kami tidak ada." "Aku bisa menunggunya pulang." "Dia tidak akan pulang sampai di tanggal pernikahanmu. Jadi," Jadi dia tidak bertanggung jawab? Ini gila. Lalu siapa yang akan memperbaiki kebayaku. "Jadi, bagaimana?" aku menuntut jawaban pada Miss Joana. "Akan aku usahakan. Kau tenang saja." Aku tahu dia pun tidak tenang. Dan aku mulai diliputi rasa panik. Dering ponselku berbunyi dan mungkin si penelepon akan membuatku lebih baik. "Ben," "Aku sudah memutuskan." "Memutuskan apa?" aku melirik ke sekeliling dan menjauh dari kerumunan. Keluar dari butik, lalu berdiri menghadap jalan dan menatap baliho besar dengan gambar tokoh-tokoh film Frozen. "Aku sudah mengurus perpindahanku." "Apa?" "Aku sudah minta untuk di mutasikan ke Jakarta An, setelah kita menikah, aku akan langsung ditugaskan di Jakarta. Jadi kau tidak perlu pindah ke Surabaya. Dan aku bisa lebih punya banyak waktu bersama Rey." "Bukankah kau bilang bahwa mutasi itu sulit?" "Ada yang membantuku di sini, jadi prosesnya tidak lama." Dulu aku pernah meminta dia untuk di mutasi ke Jakarta, agar aku tidak perlu ikut Ben ke Surabaya. Tapi, Ben mengatakan bahwa proses mutasi itu lama dan sulit. Jadi nanti setelah kami menikah dia memintaku ikut ke Surabaya untuk sementara waktu selama dia mengajukan pindah tugas, tapi sekarang secara tiba-tiba dan ajaib, Ben sudah mendapat mutasi. Berada di mana sebenarnya aku sekarang? Narnia? "An. Ana, sayang.. kau masih di sana?" "Ya, ini berita yang sangat bagus Ben. Aku senang mendengarnya." Atau mungkin tidak. Karena aku pun merasa tidak ada senyuman yang terbit di wajahku. "Ben, aku sedang mencoba kebaya pengantin bersama miss Joana, tapi kebayanya rusak. Desainer nya tidak ada, jadi Miss Joana sedang kelimpungan mencari siapa orang yang bisa memperbaiki kebayaku." "Bagaimana bisa rusak?" "Aku tidak tahu, aku.. bagaimana jika kebayanya tidak bisa dibetulkan?" "Miss Joana pasti bisa menemukan solusinya, aku harap kau tidak panik dan tetap tenang." "Ya." Aku harap memang seperti itu. Aku harap aku tidak menikah dengan kebaya rusak. "Mainan yang aku kirim untuk Rey, sudah sampai semua?" Beberapa hari ini, Ben sering membanjiri Rey dengan mainan yang dia kirim dari Surabaya. Walau sebenarnya tidak perlu dia lakukan karena Rey sudah punya banyak mainan. Tapi, Ben terus membelikan Rey barang-barang. "Sudah terlalu banyak, Ben." "Itu lebih bagus, jadi dia tidak akan bosan jika sedang bermain, dan jangan lupa terus kabari aku tentang perkembangan Rey setiap harinya. Aku ingin melihat dia..." Ponsel yang tadinya menempel di telinga, tiba-tiba turun kebawah, ke sisi tubuhku hingga aku tidak bisa lagi mendengar suara Ben. Dia semakin di luar kendaliku, tidak lagi berada di poros yang seharusnya dia berpijak. Kini, Ben seakan sudah jauh melangkah dan meninggalkanku. Gerakan tangan princess Elsa yang sedang mengeluarkan kekuatannya membekukan apa saja di sekitarnya, mengingatkanku pada mantra yang dia lapalkan. Let it go. Haruskah aku juga melapalkan mantra seperti princess Elsa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD