I'm so sorry, Rey

1029 Words
Aku tidak yakin apakah Rey mau bertemu lagi denganku atau tidak. Terlebih apakah Abi masih mau menerimaku sebagai pengasuh Rey atau tidak. Tapi masa bodoh, jika tidak dicoba aku tidak akan tahu akan seperti apa. Jadi, aku putuskan untuk mengetuk pintu rumah Abi dan selang beberapa menit pria itu membukakan pintu. Dengan cengiran lebar aku menyambut kemunculan Abi pagi ini. Dengan beberapa rantang makanan kesukaan Rey, seharusnya aku bisa dimaafkan. "Masuk." Katanya tanpa menyapaku terlebih dahulu. Dan ini gawat, tanda-tanda bahwa Abi pasti akan memecatku dalam kurun waktu beberapa detik. "Aku... eeee.. aku.... Kemarin... eee... maafkan... karena aku... kemarin." Astaga ada apa dengan kemampuan bicaraku. "Ben, sudah menceritakan semua." Aku mengangguk-anggukan kepala. "Rey tidak mau sekolah. Dia mengurung diri di kamar. Dan aku harus ambil cuti." "Aku sudah melakukan kesalahan besar." Belum pernah aku merasa begitu sangat menyesal setelah apa yang aku lakukan. Benar kata mami, pengaruh alkohol memang selalu memberikan dampak buruk. Seharusnya kemarin, aku tidak bertingkah bodoh. Bagaimana bisa aku tidak sadar minum wine milik Fay. Hah! Wine terkutuk! "Memang." Abi mengedikan kedua bahunya dan memasang wajah menyebalkan seperti biasa. "Ikut aku." Dia senang sekali menyeret-nyeret seseorang. Tapi, demi kemaslahatan hidupku, jadi kubiarkan saja. Eh, memangnya aku pernah menolak saat Abi menyereteku seperti ini. Kurasa tidak. Dia membawaku ke sebuah kamar. Wah kamar? Pagi-pagi begini? Haduh. Ya ampun An, berpikir jernih. Kau sudah tidak ada di bawah pengaruh alkohol lagi. Abi berdiri di tengah-tengah ruangan yang tidak terlalu besar tapi tampak begitu luas karena tidak ada barang-barang yang memadati. Hanya beberapa mainan anak kecil yang berserakan di lantai. Kasur lipat, stroller untuk bayi dan aku melihat ada papan tulis mainan yang bersandar di dinding. Dinding. Mulutku menganga lebar. Menatap takjub pada seluruh dinding di ruangan ini. Setiap sisi dinding yang aku yakini bercat biru muda, aku tidak yakin karena keseluruhannya tertutupi oleh gambar-gambar abstrak yang terbuat dari crayon warna-warni. Seperti gambar milik Rey yang ada di dinding private zone. "Imajinasi Rey terlalu tinggi, dan dia mengekspresikan apa yang ada di kepalanya." Abi mulai membuka suara. "Saat dia mulai mencoret-coret tempat yang tidak seharusnya, aku memutuskan untuk memberikan Rey, tempat untuk mengeksprsikan imajinasinya. Aku membiarkan dia mengotori dinding-dinding ini dengan gambarnya." Aku manggut-manggut tapi pandanganku belum lepas dari gambar-gambar yang dibuat Rey. Memang tidak jelas, tapi aku akui ada beberapa yang bagus. "Di sini dia bebas membuat kekacauan apapun. Yang orang tua perlu lakukan adalah, bukan melarang apa yang dilakukan seorang anak, tapi mengarahkannya. Jadi, inilah yang aku lakukan. Memberikan tempat untuk Rey. Mungkin Rey punya bakat menggambar." Mana aku tahu soal teori tentang orang tua. Punya anak saja belum. "Mungkin dia menuruni bakat ibunya." Reflek aku menoleh ke arah Abi. Sejak kapan dia memandangiku seperti itu. "Sera, memiliki tangan dewa. Semua lukisan yang dia buat begitu sangat mengagumkan." "Dia... pelukis?" "Hanya sekadar hobi." "Oh." Entah kenapa aku merasa berada beberapa langkah lebih jauh di belakang. Wanita itu memiliki tangan dewa. Dia pandai melukis. Aku? Pandai berkhayal. "Kupikir setiap wanita memiliki tangan dewa dengan keterampilannya masing-masing." Abi tersenyum padaku. Dan aku menyadari mungkin saja dia tidak akan memecatku dalam waktu dekat. "Seperti kau, yang memiliki tangan dewa bisa mengubah bahan mentah menjadi makanan yang super lezat. Pantas restoranmu ramai pengunjung." Masa? Ah dia bisa saja. Entah kenapa aku merasa pipiku mengeluarkan semburat warna merah yang norak. "Hanya sekadar hobi." Aku memukul lengan Abi lalu menutup mulutku menahan senyuman. Khas seperti anak ABG yang baru menetas. "Eeerr.... Reaksimu menjijikan." Tuh kan. "Aku bawakan masakan untuk Rey, ku pikir dia harus memaafkanku. Aku bisa merasa bersalah seumur hidup jika Rey, tidak ingin lagi bertemu denganku, atau terjadi sesuatu yang buruk pada psikologi Rey. Karena aku membentaknya terlalu keras." "Rey bilang, dia ingin memberikan sesuatu padamu agar kau cepat sembuh." Kali ini aku mengernyit tidak mengerti. Kapan aku sakit? "Kemarin kau meninggalkan Rey bersama Ben, sementara kau pamit pulang karena tidak enak badan." Tanpa diperintah otakku berputar mengingat kejadian kemarin. Kemarin. Ya Tuhan, karena rasa kecemburuanku dampaknya seperti ini. Bahkan aku tidak pernah menyangka bahwa Rey akan menggambarkan sesuatu untukku agar aku sembuh. Ini membuat aku semakin merasa bersalah. *** Aku membuka pintu kamar Rey, kemudian masuk ke dalam diikuti Abi berada di belakangku. "Hai Rey, yang mulia ratu lebah Ana, sudah datang. Kini saatnya untuk menyantap makanan yang paling lezat." Kulihat Rey tidak bicara apapun, dia hanya memandangiku dan ayahnya yang berdiri di sampingku. Aku mendorong sebuah meja berukuran kecil tepat di samping tempat tidur Rey kemudian mulai menata makanan yang kubawa dengan rapi. Tidak lupa dengan gerakan bak ratu-ratu di kerajaan. Lincah dan riang seperti princess Anna dari Arendelle. hahahaha "Nah, prajurit pintar ayok, segera di makan makanannya sebelum beruang madu mencuri makanannya darimu." Aku merentangkan kedua tanganku. Tapi Rey, tetap bergeming. Tanganku menyikut Abi, memberikan isyarat agar dia membujuk Rey untuk duduk bersamaku. "Seorang prajurit tidak akan membantah." Ucap Abi begitu tegas, ikut duduk di sampingku menunggu reaksi Rey. Tapi tidak ada pergerakan apapun dari Rey. Kami hanya saling menatap satu sama lain, kecanggunangan mulai merayap perlahan-perlahan. "Apa yang sedang kalian lakukan di kamarku?" Itulah. Itulah yang keluar dari mulut Rey setelah beberapa lama tidak menanggapi kami berdua. Dengan cepat aku duduk di ranjang Rey, tepat di hadapannya. "Emm.." aku memandang Abi bermaksud untuk meminta bantuan. "Yang mulia ratu minta maaf karena telah membentakmu kemarin. Yang mulia ratu benar-benar menyesal." Rey merajuk dengan memalingkan wajahnya seraya melipat kedua tangannya di depan d**a, dan saat itu juga aku tahu bahwa Rey sudah memaafkanku. Aku pun melompat lalu memeluk tubuh Rey dan mengguncangkannya. Tentu saja Rey, menolak mentah-mentah tapi aku tidak melepaskannya. "Sebagai hadiahnya yang mulia ratu akan memberikan sewa dinding private zone untuk kau gambar sesukamu." Rey memandangku seakan sedang mempertimbangkan sesuatu. "Aku serius. Kau bisa menggunakannya mulai hari ini." Rey memalingkan wajahnya untuk menatap Abi yang kini mengambil posisi duduk di sampingku. Beberapa detik berikutnya Rey mulai melebarkan senyumannya, kemudian melompat ke pelukanku. "Assiiikkk, aku boleh mencoret-coret apapun di dinding yang mulia ratu?" "Apapun Rey, apapun." Kataku setengah berteriak. Dia tertawa bahagia di pelukanku, diiringi derai bahagiaku. Bersamaan dengan itu, aku merasa ada yang menyentuh bahuku. Abi melingkarkan tangannya di bahuku dan mencengkeram sisinya sambil tertawa bersama Rey. Dan aku tahu ada sesuatu yang berbeda padaku saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD