Menjadi Simpanan dan Ibu Tiri Felix

1191 Words
Di sisi lain, di sebuah ruang kerja dengan dinding penuh rak buku, Roy menatap beberapa foto yang baru saja diserahkan oleh Andy. Ekspresinya keras, matanya tajam seperti pisau yang menusuk ke kedalaman kertas. "Lina, 28 tahun. Pekerja klub malam," jelas Andy dengan nada datar. "Harry Benjamin tertarik padanya saat mereka bertemu di klub. Dia playboy yang suka bermain-main dengan wanita. Baginya, Nona Jessie Olivia bukan siapapun." Roy mengerutkan kening, tangannya mengepal. "Mengejar dan melamarnya, kemudian ini yang dia lakukan," kata Roy dengan nada dingin yang membuat suhu ruangan seolah menurun. "Jessie Olivia telah melalui masa sulit sehingga hampir tewas. Harry cukup kejam karena tega membuang istrinya sendiri." Andy terdiam sejenak, memahami amarah yang membara di dalam Roy. "Apakah kita akan menuntutnya?" tanyanya, berharap mendapatkan jawaban yang bisa meredakan suasana. Roy menghela napas panjang, seakan mencoba menenangkan emosinya. "Tergantung Jessie! Kalau dia ingin melakukannya, kita akan mencari pengacara. Dan satu hal yang harus kita segera lakukan adalah urus surat perceraianku. Bagaimanapun kali ini aku ingin menceraikan Zoanna!" "Iya, Tuan," sahut Andy dengan hormat. "Nona Colly sedang mencari Anda!" tambahnya, nada bicaranya berubah serius. "Beri dia uang, dan suruh dia pergi! Aku tidak membutuhkan dia lagi!" perintah Roy tanpa ragu, nada suaranya dingin dan penuh keputusan yang tak bisa diganggu gugat. "Baik, Tuan!" jawab Andy, lalu segera bergegas untuk melaksanakan perintah tersebut. Dalam hatinya, Andy tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya-tanya. "Sejak mengenal Jessie Olivia, Tuan mengabaikan Colly yang selama setahun ini menjadi teman ranjangnya. Aneh sekali," pikirnya sambil menatap punggung Roy yang tegak. "Tempat tinggal Colly, dijual saja!" perintah Roy tiba-tiba, memecah lamunan Andy. "Tuan, bukankah tempat itu akan ditempati oleh Nona Olivia?" tanya Andy hati-hati. "Jessie akan tinggal bersamaku dan anak-anak," jawab Roy tegas. Andy menundukkan kepala, menyadari bahwa kali ini, Jessie Olivia bukan sekadar wanita lain bagi Roy. Namun, pikiran lain menghantui benaknya. "Bukankah hanya simpanan seperti Colly, kenapa Tuan malah membiarkan Jessie Olivia tinggal bersamanya," batinnya, mencoba memahami perasaan dan perubahan dalam sikap majikannya. Beberapa hari kemudian, Roy membawa Jessie dan Devano kembali ke mansion mewah miliknya. Selama ini, Roy memilih tinggal di mansion yang berbeda dengan istrinya, menciptakan jarak antara mereka yang semakin melebar. Kini, dengan Jessie dan Devano bersamanya, suasana mansion tersebut terasa akan berubah, entah menjadi lebih hangat atau justru semakin dingin. Di halaman depan, Felix, putra Roy, tengah bermain dengan mainan robot dan mobil-mobilan, Didampingi oleh pengasuhnya yang setia, Mona, Felix menghentikan permainannya saat melihat sosok sang ayah muncul. Matanya berbinar, seakan lupa akan kesendiriannya selama ini. "Papa!" teriak Felix dengan suara ceria, senyum lebarnya merekah seperti sinar mentari pagi. Tanpa ragu, dia berlari menuju Roy, berharap bisa merasakan hangatnya pelukan ayahnya. Roy tersenyum kecil. Dia meraih tubuh mungil Felix dan menggendongnya. "Felix, apa yang kamu lakukan hari ini?" tanya Roy, suaranya lebih lembut daripada biasanya. "Aku sedang bermain robot dan mobil yang baru dibeli papa semalam," jawab Felix dengan polos. Keceriaan di matanya membuat Roy menyadari bahwa di balik sikap dinginnya. "Tuan," sapa Mona, pengasuh paruh baya itu, membungkuk dengan sopan di hadapan majikannya. Roy menurunkan Felix perlahan dan menatap Mona. "Mona, ini adalah Jessie," kata Roy sambil memperkenalkan wanita yang berdiri di sampingnya. "Kelak Jessie akan tinggal di sini bersama Devano. Jadi, kamu harus bantu merawat bayinya di saat Jessie ada kesibukan lain," perintahnya dengan nada yang tegas namun terukur. "Baik, Tuan," jawab Mona patuh, menerima instruksi dengan penuh rasa hormat. Mona kemudian menoleh ke arah Jessie. "Nona Jessie, nama saya Mona. Silakan perintah kalau butuh sesuatu," sapa Mona dengan penuh sopan santun, mencoba menciptakan kenyamanan di antara mereka. "Tidak apa-apa," jawab Jessie dengan nada tenang. Namun, raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya nyaman dengan perubahan ini. "Aku bisa merawat Devano, tidak butuh bantuan," lanjut Jessie, kali ini suaranya mengandung ketegasan, meski tetap lembut. Pandangannya menatap Roy dengan penuh kesungguhan. Roy mengangkat alis, menatap Jessie dengan pandangan yang sulit dibaca. "Dengar saja perintahku," katanya dengan suara datar, tak terbantahkan. "Selain itu, urusan rumah ada pelayan lain yang mengerjakannya. Jadi kau tidak perlu melakukan apapun. Dan... jangan lupa tugasmu seperti yang aku katakan. Felix butuh seorang ibu. Aku berharap kau bisa melakukannya." Kata-kata Roy terasa seperti sebuah beban di pundak Jessie. "Menjadi ibunya?" tanyanya dengan penuh kebingungan dan sedikit rasa penasaran. "Iya, Felix telah diabaikan oleh ibunya," jawab Roy, pandangannya sejenak berpaling ke arah Felix yang sedang memandang dengan harapan di matanya. Ada sekilas rasa sakit di wajah Roy yang dengan cepat disembunyikannya. Senyum Felix kembali mengembang saat ia melihat Jessie. "Bibi, apakah aku bisa melihat adik Devano?" tanyanya dengan antusias. "Bisa! Tentu saja bisa!" jawab Jessie sambil tersenyum lembut, merasa simpati pada bocah kecil yang tampak begitu merindukan kehangatan keluarga. Felix mendekati Devano yang masih terlelap di pelukan Jessie. "Bibi, apakah aku bisa bermain dengan adik Devano?" tanyanya lagi, kali ini suaranya penuh dengan harapan dan ketulusan. "Tentu bisa, sayang," jawab Jessie. Ia membelai wajah Felix dengan lembut. Beberapa saat kemudian, Felix dengan penuh perhatian menjaga Devano yang masih terlelap di tempat tidurnya. Ia duduk di kursi kecil di samping ranjang, sesekali mengintip wajah mungil Devano dengan penuh rasa penasaran dan kasih sayang. Suasana di kamar terasa tenang, hanya terdengar deru napas halus Devano yang tertidur pulas. Sementara itu, di kamar sebelah, Roy dan Jessie berbicara serius. Roy menyerahkan setumpuk dokumen kepada Jessie—foto-foto dan laporan medis yang tampak penting. "Ini adalah laporan medis dari dokter yang merawatmu," kata Roy sambil menunjuk laporan di tangannya. "Kamu bisa menuntut mereka yang berniat ingin membunuhmu! Foto ini adalah bukti bahwa Lina, selingkuhan suamimu, hanyalah seorang pelayan klub malam," lanjutnya dengan nada yang tak dapat disangkal. Jessie menatap dokumen-dokumen itu dalam diam. Matanya bergerak cepat membaca laporan medis dan memperhatikan foto-foto yang diberikan oleh Roy. Foto itu menunjukkan Lina dalam pakaian klub malam. "Seorang wanita penghibur bisa membuat suamiku tertarik," ucap Jessie dengan getir. Ia meletakkan foto itu di atas meja dengan tatapan kosong. "Apa lagi yang harus aku katakan? Menuntutnya dan apa yang aku dapat? Siapa pun yang menang nanti, bagaimana aku bisa menjelaskan semuanya pada Devano?" Roy menatapnya dengan sorot mata tajam. "Kau tidak berniat menuntutnya? Ini adalah kesempatan untukmu membalas dendam," ujarnya, seolah mencoba membangkitkan emosi Jessie. "Tidak!" jawab Jessie tegas. Matanya memandang lurus ke depan, tanpa keraguan. "Aku ingin menjauh darinya. Aku tidak ingin dia tahu kalau Devano bersamaku. Bagiku, saat ini yang paling penting adalah Devano. Aku hanya ingin merawatnya dengan baik." Roy menarik napas panjang, mencoba meredam rasa kecewanya. "Terserah," katanya akhirnya. "Kalau kau berubah pikiran, beri tahu aku." Ia berdiri, seolah ingin meninggalkan percakapan ini di belakang. Namun, sebelum melangkah keluar, Roy berhenti dan menoleh kembali. "Ada satu hal lagi, Aku tidak hanya ingin kau menemani Felix, tapi juga menjadi ibunya. Memberi kasih sayang padanya. Aku ingin dia merasakan kasih sayang dari seorang ibu. Itu yang dia butuhkan." Setelah berkata demikian, Roy meninggalkan kamar, membiarkan Jessie terdiam dalam keheningan yang berat. Kata-katanya menyisakan perasaan campur aduk dalam hati Jessie. "Menjadi simpanannya dan juga menjadi ibu anaknya? Bagaimana seorang simpanan bisa menjadi ibu dari anaknya? Apa yang dia pikirkan sebenarnya?" gumam Jessie pada dirinya sendiri. Sementara itu, di luar kamar, Roy berjalan perlahan menyusuri lorong, senyum tipis menghiasi wajahnya. Ia bergumam pelan,"Jessie Olivia, menjadi simpananku hanyalah permulaan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD