Benar-Benar Selingkuh?

1162 Words
"Bisa-bisanya perkara ponsel aja bisa lupa." Selama perjalanan dari lantai lima belas, parkiran, lalu kini masuk kembali ke dalam loby hotel, Ayna tak henti-hentinya mengoceh. Tidak perduli semua orang menoleh, intinya kakinya pegal! Ayna buru-buru menuju lift, menekan tombol lalu mengunggu bareng beberapa orang disekitarnya. Ting! Pintu lift terbuka. Niat hati ingin masuk lebih dulu, tetapi Ayna kalah cepat. Wanita itu menghela napas, lalu masuk. Entah tubuhnya yang terlalu mungil atau orang disekitarnya bertubuh besar, kini Ayna merasa tenggelam. Alhasil dia melipir, berdiri paling belakang. Semoga saja tidak terlewat lantai tujuannya. Sambil bersandar Ayna melamun memikirkan foto yang mirip dengan Wildan. Untuk percaya rasanya sulit, tapi berkelit memang faktanya hampir mirip. Beberapa orang mulai turun, Ayna menghembuskan napas lega. Setidaknya tidak terlalu sesak. Sekilas Ayna melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam delapan lewat. Kira-kira ... apa Wildan sudah sampai restoran? Sejak tadi Ayna tidak menerima pesan apapun dari kekasihnya itu. Tepat di lantai lima belas lift terbuka. Buru-buru Ayna ke luar. Sedang asik berjalan melewati lorong kamar menuju ruangan khusus acara tiba-tiba langkah kaki Ayna terhenti. Tepat di depan sana ada sosok yang sangat familiar di matanya. Untuk memastikan Ayna pun mendekati kedua orang tersebut. "Wildan? Kak Allysa?" Dua orang yang namanya baru saja dipanggil sontak menoleh ke belakang. Sesaat tatapan ketiganya beradu, bahkan raut syok tidak bisa ditutupi ketiganya. "Ayna?!" Tidak salah. Susah payah Ayna menelan salivanya sambil terus menatap Wildan dan Allysa secara bergantian. Rasa syok bukan hanya milik mereka berdua, tetapi Ayna lebih syok mendapati pemandangan di depannya. Allysa melepaskan pelukannya dari lengan Wildan. Saat wanita itu akan maju, Ayna langsung mundur. "Kalian berdua ... kalian sedang apa di sini?" tanya Ayna dengan suara bergetar. Hatinya berkecamuk hebat, rasa takut akan jawaban yang Wildan lontarkan ikut mencuat. Isi otak Ayna seketika buyar, benar-benar tidak bisa diajak berfikir apapun. Wildan mendekat, meraih kedua tangan Ayna. "Kamu jangan salah paham dulu, Na, aku bisa jelasin semuanya. Kita pergi ya? Kit–" "Sedang apa kalian berdua di sini?" potong Ayna. Dia sudah tahu ke mana arah tujuan pembicaraan Wildan. Untuk saat ini otak Ayna tidak bisa mencerna sebuah cerita. "Ayna, dengerin penjelasan aku dulu ya? Ini ga seperti yang kamu lihat, Na, sama sekali engga." Genggaman tangan Wildan semakin erat, membuat Ayna tersadar. Dua jam lagi Ayna akan dinner merayakan anniversary, dalam fikiran positif Ayna mengira jika kekasihnya sedang bersiap. Tunggu. Kekasih? Pantaskah pria itu disebut kekasih? Apa ini semua jawaban atas foto yang Agatha berikan? "Kamu selingkuh, Dan? Benar-benar selingkuh?" Ayna menatap tak percaya pria di depannya. "Dan ... ternyata wanita itu lo, Kak?" lanjutnya sambil menoleh menatap Allysa yang kini berdiri di belakang Wildan. Ayna menghempas kasar tangan Wildan sampai genggaman itu terlepas. Hatinya memang sakit, tetapi Ayna sebisa mungkin tidak mengeluarkan air mata. Walaupun masih banyak pertanyaan yang ingin diajukan, tetapi Ayna teringat Varrel yang mungkin menunggu ponselnya. Untuk malam ini Ayna memilih menghindar. "NA, AYNA!" panggil Wildan. Teriakan panggilan itu tidak mendapat respon, Ayna tetap berlari kecil lalu tubuhnya menghilang di lorong depan. Niat hati Wildan ingin mengejar, tetapi Tangannya ditahan oleh Allysa. Wanita itu menggeleng, Wildan pun mengurungkan niatnya. Cukup jauh Ayna berlari, sampai akhirnya tiba di depan ruangan. Tidak ingin terlihat kurang profesional Ayna mencoba mengendalikan diri seperti awal dia datang. Dirasa cukup gadis cantik yang kini berbalut long dress berwarna abu-abu masuk ke dalam. Senyum manisnya kembali terpancar saat beberapa orang menatap. Ayna mendekat ke arah Varrel, berdiri tepat di belakang. "Astaga, Ayna, kamu ngagetin saya!" Ayna memamerkan cengiran lebarnya mendapat teguran itu. Ah, lupa. Tujuannya tadi kembali ke lantai bawah karena dia diminta mengambil ponsel milik Varrel yang tertinggal di mobil. Andai dia tidak mengambil ponsel, mungkin perselingkuhan itu akan tetap tertutupi. Perselingkuhan? Ayna tertawa miris di dalam hati. *** Sekitar satu jam acara sudah berlangsung. Varrel yang merasa sudah cukup untuk hadir berniat untuk pamit. Dia juga merasa tidak enak pada sekretarisnya karena gadis itu bilang malam ini ada acara dengan calon tunangannya. Setelah izin pamit dengan sang empunya acara Varrel mencari di mana keberadaan Ayna. Gadis itu mirip pulpen yang cepat hilang dalam kedipan mata. Varrel sedikit mundur menjauhi kerumunan. Beberapa saat mata tajamnya menjelajah, pada akhirnya dia menemukan sosok yang di cari. Ayna tengah berdiri seorang diri di bangku belakang. Sebelum menghampiri Varrel cukup bingung dengan perubahan Ayna. Jika biasanya gadis itu sangat cerewet dan lincah, kenapa sejak kembali dari parkiran jadi berubah? "Ayna? Saya udah pamit undur diri, jadi ayo kita pulang. Ah, iya, sebagai ucapan terima kasih, saya akan antar kamu ke restoran. Jadi, restoran mana?" tanya Varrel saat tubuhnya sudah berdiri tepat di depan Ayna. Sambil menunggu gadis di depannya menyahut Varrel terus memperhatikan. Tidak munafik. Dibalik ekstrovert serta cerewetnya seorang Ayna, gadis di hadapannya memang cantik. Sayang sekali sudah punya pawang. "Ayna, kamu dengar saya?" Varrel maju selangkah, jari telunjuknya terulur menoel punyak Ayna. Merasa acara melamunnya terusik Ayna mendongakan kapala. Kini tepat dihadapannya Varrel tengah berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Menyadari jika itu bosnya butu-buru Ayna berdiri sambil mengucap maaf. "Kamu kenapa, Ay?" tanya Varrel lagi. Wajah putih Ayna saat ini berubah sendu dengan mata berkaca-kaca. Memang dasarnya wanita, sekuat apapun menahan air mata, tetapi kalau sudah ditanya 'kenapa' air mata tanpa terkontrol menetes. Buru-buru Ayna menghapus sambil menggelengkan kepala. "Engga, saya gapapa. Bapak mau pulang memang acara sudah selesai? Kalau memang belum, silahkan di lanjut. Bukankah pak Dion ingin membahas kerjasama? Dan beliau minta diundur beberapa menit karna masih berbinc–" "Ditunda jadi besok, sekarang kita pulang. Kasih tau di mana restorannya, saya antar," kata Varrel memotong perkataan Ayna. Bukan hanya memotong, pria itu tak sungkan menarik lengan Ayna sampai gadis itu berdiri dari duduknya. Ayna tidak melawan. Dia membiarkan Varrel menarik lengannya walaupun Ayna sendiri bingung. "Pak, tapi saya tidak jadi ke restoran, saya mau pulang aja." Perkataan Ayna itu sukses membuat Varrel menghentikan langkah. Ditatapnya Ayna dengan lekat sampai gadis itu sedikit sungkan. Tanpa melepaskan genggamannya Varrel bertanya, "kenapa, Ay? Tunanganmu marah? Seharusnya tidak perlu marah, toh kamu sekretaris pribadi saya, ditambah ini masuknya lemburan. Kalau lembur? Tentu gaji kamu bertambah." Bibir mungil Ayna mengerucut, wajahnya kembali merah padam menahan tangis. Astaga, saat ini Ayna hanya ingin pulang lalu menenggelamkan wajahnya di bantal sambil menangis! Ayna menggeleng sambil melangkahkan kakinya kembali menuju lift. Sambil menunggu pintu terbuka Ayna terus mendongakan wajah sambil mengipas-ngipasnya. Air matanya ingin ke luar! Semakin ditahan, dadanya semakin sesak. Tidak ada pertanyaan lebih lanjut, Varrel ikut diam sampai pintu lift terbuka. Di dalam lift pun tidak ada obrolan karena keduanya sibuk dengan isi otak masing-masing. Tepat di lantai bawah, kedua mata Ayna sangat awas melihat sekitar yang kemungkinan masih ada. Melihat tingkah aneh gadis di sampingnya kening Varrel menyerit. Kebingungannya semakin menjadi, sebenarnya ada apa sih? "Kamu bisa lihat hantu, Ay?" "Bapak sembarangan aja kalau ngomong!" sahut Ayna refleks. Mendengar kata hantu jiwa penakutnya seketika mencuat dari atas ubun-ubun. Reaksi spontan Ayna membuat Varrel terkekeh. "Lucu, sayang calon tunangan orang," guman Varrel yang masih bisa di dengar samar oleh Ayna. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD