Cemburu

1091 Words
Pukul tujuh kurang tiga puluh menit. Pagi yang begitu menyegarkan. Udara masih terasa lembab, angin bertiup lembut membelai kulit wajah Jamy. Sesekali terhidu bau harum yang membelai hidungnya yang mancung menawan itu. Jamy sengaja pergi pagi-pagi sekali ke kantornya agar bisa membeli sarapan. Karena jika lewat jam tujuh sedikit saja, maka jalanan akan lumayan macet. Jika sudah begitu, Jamy akan malas untuk berhenti membeli sarapan. Sebenarnya dia bisa sarapan di kantin perusahaan. Namun, dia teringat Lika, wanita doyan mengunyah itu sangat menyukai lontong pecel dan kue yang dijual di gang 1 km dari rumahnya. Jamy membeli sarapan tersebut sekaligus menjemput Lika, Karyawannya yang memiliki akhlak agak berantakan. Jamy kini berdiri di depan rumah Lika sambil menenteng lontong pecel, gorengan dan beberapa kue untuknya dan Lika. Hampir 10 menit lamanya, Jamy menggendor-gedor pintu. Lika akhirnya muncul dengan rambutnya yang acak-acakan dan sikat gigi tersumpal di mulutnya. "Ya Ampon, Lu belom mandi?" "Lagi persiapan lahir batin. eh Elu gedor-gedor pintu," "Persiapan lahir batin apaan?" "Lagi merenung dulu di depan air, biar kusyuk gitu mandinya." "Udah segede gini, mandi masih pake renungan pagi segala? "Kan biar kusyuk." "Ilih alesan," Jamy memasuki rumah Lika, dan langsung menuju dapur, sedangkan Lika kembali ke kamar mandi, "Cepetan mandinya!" teriak Jamy kemudian. "Iya!" balas Lika. Suaranya menggema di antara dinding kamar mandi. "Anjir tuh anak. Pantesan aja hampir tiap hari telat." Jamy clangak-clinguk di rak piring Lika mencari piring bersih. Namun dia tak menemukan satupun. Jamy lalu menuju watafel, dan menghela nafas panjang, "Nah, ini nih. Ya ampon udah berapa abad nih piring kotor disini? gak dicuci-cuci juga," Jamy akhirnya mengambil sabun dan mulai mencuci seluruh piring kotor yang ada di wastafel Lika. Jamy memang sering menjadi Ibu Rumah Tangga dadakan ketika berada di rumah Lika. Wanita itu sepertinya tak memperhatikan sekitar. Dia tak peduli Jika ada debu 1 cm bertumpuk diatas meja, sofa dan semua perabotannya. Dia cuek saat melihat rumahnya seperti kapal pecah, dan kebiasaan buruknya adalah menumpuk piring kotor hingga berhari-hari. Dia takkan mencuci piring tersebut jika dia masih mendapati piring bersih di rak. Kadang setelah piring bersihnya habis sekalipun, Lika hanya mencuci satu buah piring untuk dia makan hari itu. Karena sudah bersahabat selama bertahun-tahun, Jamy sudah khatam sekali dengan kelakuan Lika. Sebenarnya dia sengaja datang pagi hari ini pun, demi melihat kondisi rumah wanita tersebut. Apakah masih layak huni atau tidak. Lika keluar dari kamar mandi memakai celana olahraga dan hoodie coklat. Dia menggosok-gosokkan handuk ke rambutnya yang basah. "Wah, ada sarapan!" teriak Lika gembira dia langsung berlari dan duduk di sofa di sebelah Jamy duduk. "Lontong pecel di tempat Bude Iin kan, Jam?" "Hmm, liat tuh," Jamy menunjuk jam dinding yang tergantung di samping potret berukuran A4. Potret mengesalkan dengan muka Jay terpampang disana. Hampir setiap dinding rumah Lika di tertempel potret Jay, seperti Jaylah yang memiliki rumah itu. "Udah jam 8 pagi. Gila ya, pantesan Lu telat teros. Bangun siang. Mandi aja sejam. Ah, mandinya bentar ngumpulin niatnya yang lama." "Ye, kan dingin." "Eh boncel. Gua ini Bos Lu tau gak! bisa-bisanya ... Gua ude jemput Elu, beliin sarapan, nungguin Elu mandi. Nyuci piring pulak. Kalau di tempat lain udah lama Lu bakal jadi gembel di jalanan." "Lu nyuci piring? Aaa Jamy ganteng, makaseeeh," Lika bersikap imut yang terlihat sangat amit-amit. "Diema de cepetan sarapan. Kita mau ke Methanan Group." "Ha? ngapain?" "Beli ikan asin! ya pergi kerjalah, Lu gak denger Gua bilang apa kemaren sore? siapin sample warna. Hari ini kita mau pencocokan." "Wadoh. Gua lupa Jam! mati dah," "Ude tau Gua. Makanya ude Gua siapin dari rumah." "Ya ampon. Terimakasih Bapak Jamy Baskara, sahabatnya Lika yang cantik, menawan dan mempesona." "Diem de. Ngeselin banget." Lika cengengesan lalu mengambil kue di depannya. Kue dadar berwarna hijau dengan isian kelapa dan gula merah tersebut, langsung masuk begitu saja ke mulutnya dan menghilang dengan cepat. Jamy menghela nafas, lalu berdiri di belakang Lika. "Lu kenapa jorok banget sih? ini rambut bukannya dikeringin benar-benar, malah langsung makan aja. Netes-netes tuh air rambut Lu!" Jamy menggosok kepala Lika dengan handuk. Mengeringkan rambut Lika yang berantakan seperti tak disisir seminggu, "Kenapa coba bisa kusut gini." "Aaa ... saket. Anjir dah Lu, Lu mau buat Gua botak?" "Bagus botak aja sekalian! daripada rambut kusut gak keurus kek gini!" "Idih, kan gua abis keramas." Lika menggosok kepalanya. Jamy lalu menepis tangan Lika dan kembali mengeringkan rambut wanita itu dengan telaten. "Jorok, malesan, bisanya cuman ngebucin. Gua yakin tuh si Jay gak niat pacaran ama Elu," omel Jamy. Lika yang menyuapkan sesendok lontong ke mulutnya mendadak berhenti. Beberapa detik kemudia dia tersenyum lalu mulai makan lagi, "Gak kok. Sayang Aku tuh, beneran cinta kok sama Aku." "Siying Iki tih, binirin cinti kik," Jamy mengejek, "Cinta pala Lu. Gua gak percaya." "Budu ih, ude selesai belom? risih nih makan kepala di uyel-uyel kek kucing." "Bentar lagi. Makan aja Lu," Rambut Lika sudah setengah kering. Air yang tadinya menetes dari rambutnya sudah tidak ada lagi. Jamy tersenyum. Dia terpana sejenak, lalu perlahan menyentuh kepala Lika dengan tangannya. Jamy mengusap lembut kepala Lika, dan matanya tak berkedip sedikitpun. Setelah beberapa menit, Jamy menggelengkan kepalanya, lalu melemparkan handuk basah ke kepala Lika. "Tuh, dah selesai!" "Aaa, Jamy! bisa lembut dikit gak sih? ngeselin." "Idih, lembut apaan? emank Gua pacar Lu?" "Budu, gak kawan lagi kita " "Oh, ya udah." Jamy membuka gawainya, "Hutang Lu selama kita temenan ..." "Eh, eh. Kawan kok kawan. Apaan sih, kan Gua becanda." Lika mengambil sesendok lontong dan mengarahkan makanan tersebut ke mulut Jamy, "Aaa ..." ucapnya sambil membuka mulut. Jamypun perlahan membuka mulutnya dan membiarkan Lika menyuapinya, "Dasar. Umur tua kelakuan kek anak SD," ucap Jamy sambil tersenyum. "Jam. Katanya ada sepupu Khun Jay yang dari luar negeri loh, dateng ke Jakarta. Jadi beberapa hari ini dia jarang kasih kabar karena dia sibuk bawa sepupunya jalan-jalan. Baik banget yah Khun Jay." "Lu dah pernah dikenalin ama sepupunya?" "Belum. Katanya bakal dikenalin." "Sepupunya cewe ato cowo?" "Cewe. Namanya Vina." "Lu gak cemburu?" "Ha? Ngapain cemburu?" "Sepupunya cewe." "Lah, kan saudaraan." "Saudaraan, tapi dia nelantarin Eku demi tuh cewe. Pasti bukan saudara biasa." "Ha? jadi dia saudara luar biasa?" "Lu begok ya? berarti ada apa-apanya dia sama tuh cewe. Waktu Lu gak dijemput makan siang, trus dia gak ada kabar, pasti dia lagi sama tuh cewe, kan?" "Katanya sih ... iya." "Ya udah fix. Lu nya aja yang tulul. Kalau dia emank sepupu biasa. Pasti dia bakal bawa Lu ketemu and kenalin ke tuh cewe." "Tapi katanya bakal dikenalin kok." "Nonsense!" "J-Jadi ... G-Gua harus cemburu?" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD