Sahabatnya Lika

1720 Words
"Gimana, kalau doa jadi pacar itu, kita kabulkan hari ini?" Mendengar perkataan Jay, Lika tersentak. Dia terpana dan lidahnya serasa kelu. Jay memasukkan tangannya ke saku celana lalu agak membungkuk mendekatkan wajahnya ke wajah Lika. Jay tersenyum, senyum terindah yang pernah Lika lihat selama lima tahun dia menjadi Bucin. "Lu kenapa kesambet setan?" Lika mengedip-ngedipkan matanya lalu mundur beberapa langkah, "K-Khun Jay! jangan becanda gitu ih. Bikin jantungan aja. Tau gak sih, jantung Bucin itu paling lemah diantara jantung-jantung yang lain!" "Yang bilang Gua bercanda siapa?" "I-Itu tadi apaan? doa jadi pacar mau dikabulin?" "Lu berdoa biar jadi pacar Gua, kan?" "I-Iya, t-tapi ..." "Ya udah, Gua kabulin. Mulai hari ini Lu jadi pacar Gua." Lika terbelalak tak percaya, dia lalu mencupit pipinya sendiri, "Aw! sakit ternyata. Berarti ini bukan mimpi. Kalau gitu ... Khun Jay lagi mabuk? a-atau lagi demam?" "Lu mau gak jadi pacar gua?" "Mau!" Lika dengan cepat menjawab sambil mengangkat tangannya. "Ya udah, mulai hari ini kita pacaran." "Haa? serius? Khun Jay gak lagi main-main, kan?" "Aku gak pernah main-main, and gak pernah bohong. Oke, liat bintangnya selesai. Yuk turun." Jay berjalan mendahului Lika. Lika masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, "Khun Jay ngomong pake "Aku"? berarti dia beneran serius. Wuaa! Gua jadi pacarnya Khun Jay!" Dua puluh menit kemudian, mereka sudah berada di depan rumah Lika. Lika turun dari mobil lalu berdiri menatap Jay dari kaca mobil. "Nungguin apa lagi? masuk sana. Udah malam," ucap Jay, sambil memperbaiki sabuk pengamannya. "Khun Jay, ini serius kita beneran pacaran? gak bohong, kan?" Lika kembali memastikan. Disepanjang perjalanan, Lika terus saja mengulang pertanyaan yang sama. Karena dia bahkan tak yakin bahwa itu nyata atau tidak. Bisa saja ini mimpi yang kelihatan nyata, dan entah mengapa Jay tampak lebih sabar dari biasanya. Dia terus menjawab pertanyaan Lika sambil tersenyum. "Iya, serius," ucapnya lagi. Dengan senyum seperti sebelumnya. "Gak bohong, kan? awas loh kalau bohong, aku doahin Khun jomblo seumur hidup." "Cerewet banget sih, masuk sana." "Jadi beneran yah, fix nih. Gak bisa diubah lagi loh," Jay lalu menaikkan kaca mobilnya. Lika akhirnya mundur lalu melambai-lambaikan tangan ke arah Jay. "Hati-hati di jalan sayang, mmuach mmuach," Lika berlonjak kegirangan. Jay melihat Lika dari kaca samping lalu tertawa pelan, "Dasar. Dia kayaknya seneng banget." *** "Apa! Lu pikir Gua percaya? lama-lama halusinasi Lu makin parah kayaknya," Jamy sama sekali tak percaya saat Lika mengatakan bahwa dia dan Jay sekarang sedang berpacaran. Jangankan Jamy, orang bodoh saja tak kan bisa percaya dengan apa yang dikatakan Lika. Namun, Lika bersikeras mengatakan bahwa dia tidak berbohong. Bagaimanapun penjelasan Lika. Jamy tetap tak mau mempercayainya. "Jam! dengerin Gua dulu, ini beneran. Tadi malam dia tuh nembak Gua, trus kami pacaran!" "Bodo. Mending Lu bawa tuh berkas di atas meja, fotokopi sana!" "Fotokopi mulu. Gak mau! pokoknya Lu harus dengerin Gua. Gua gak bohong." Jamy berdiri di depan Lika sambil menaruh kedua tangannya di pinggang, "Boncel, diantara Lu sama Gua. Siapa yang paling sering bohong?" "G-Gua sih, tapi ..." "Lu ingat? berapa kali Lu udah nipu Gua selama ini?" Lika mulai menghitung, "Lima kali? t-tujuh?" "Banyak! 1 bagi 0 hasilnya?" "0?" "Tak terhingga, dodol. Begitulah banyaknya Lu bohongin Gua, hingga gak bisa dihitung berapa kali. Lu pikir setelah dibohongi sebanyak itu Gua bakal percaya?" "Aish. Lu mau bukti?" "Idih, emank Lu punya bukti apa? bukti pake foto editan Lu yang absurd?" "Nih Lu liat ya," Lika mengambil gawainya, lalu mengetik nama "Suami Sahnya Lika", yah itu merupakan nomer Jay. Lika menekan nomer tersebut lalu mulai menelepon, "Lu denger ye, ini Gua aktifin speaker-nya," Jamy tampak tidak peduli. Namun, setelah telepon diangkat, dia tampak menunjukkan ketertarikan. "Swadi khrap," terdengar suara Jay di ujung telepon. Jamy mulai mendekat dan memastikan bahwa itu benar-benar Jay. "Swadi kha Khun Jay, lagi ngapain? udah mau berangkat kerjakah?" sambut Lika sambil tersenyum genit. "Lagi mau sarapan. Kamu udah berangkat kerja? mau dijemput Pak Pras?" "Oh, gak perlu Khun, Aku udah di kantor kok. Ya udah sarapan yang bener yak, abis itu hati-hati di jalan." "Iya, bye," "Bye bye cinto," Lika menutup teleponnya, lalu menatap Jamy dengan tampang songong, "Masih gak percaya Lu ama Gua?" "Gak mungkin. Lu beneran ditembak ama dia?" "Iya." "Trus Lu terima gitu aja?" "Ya ampon Jam. Seorang Jay Suppasit Methanan nembak Gua, trus gua harus nolak? jadi pacar sehari juga Gua ikhlas." Tak! Jamy memukul kepala Lika dengan dokumen di tangannya, " Lu bener-bener ya, maen terima gitu aja. Nanti kalau dia cuman main-main gimana?" "Ya gak mungkinlah, Khun Jay serius kok." "Gak mungkin. Pasti dia cuman mau mainin Lu doank. Masih banyak cewe diluaran sana yang cantik, kaya, baik. Napa dia mesti milih Elu?" "Anjir, Lu menghina Gua?" "Gua cuman gak mau dia nyakitin Elu." "Elah Jam, kalo dia mutusin Gua di tengah jalan, Gua bakal fine fine aja kok. Setidaknya Gua dapat stempel. Mantan Pacarnya Jay Suppasit, hehe." "Gila Lu ya, sekarang iya Lu ngomong gitu, nanti kejadian Lu juga bakal mewek sendiri." "Gak bakal. Gua gak bakal mewek." "Awas Lu ya, kalo si Jay ninggalin Lu. Jangan Lu ngadu-ngadu ke Gua. Gua gak mau tau." "Iya, ih Lu emosian amat. Tenang gaize tenang, biar Lika yang urus semuanya." Jamy melempar dokumennya ke atas meja dengan kesal. Lalu pergi meninggalkan Lika. "Oy Jam! mau kemana? elah, beliin Gua sarapan dulu oy!" *** "Eh, kalian tau gak. Waktu Gua nganterin Pak Bos ke kantor tadi pagi. Dia senyum-senyum sendiri loh, kek orang senewen." Pak Pras bicara sambil memasukkan gorengan ke mulutnya. Seperti biasa, mereka berkumpul di kantin untuk makan siang. Mawes yang kelaparan sibuk dengan ayam bumbunya, dia memasukkan suapan besar sekaligus ke mulutnya. Sedangkan Ijul, sibuk memisahkan kacang dengan teri yang ada di kotak makan siangnya. "Kalian denger gak? fokus ayo fokus, malah asik sendiri," ucap Pak Pras lagi, mencari perhatian. "Bentar pak, nanggung satu suap lagi," Mawes mengunyah suapan yang kesekian kalinya. "Waduh, cepet bener Lu makan, Pu. Maen telan aja? gak dikunyah dulu?" Ijul menatap Mawes. Dia bahkan belum makan sesuappun. "Bukan Gua yang cepet, Elu yang kelamaan. Ngapain coba Lu pisahin teri ama tuh kacang segala?" "Oh ini? sengaja dipisah, biar mereka gak berantem. Nah nanti satu teri satu kacang, kan adil." "Gila Lu ya, kalo gitu Lu goreng terpisah lah, anjir mau makan pake ribet segala." Mawes menyuap suapan terakhirnya, "Nih Gua dah selesai." "Ih, parah Lu gak nungguin Gua." Ijul akhirnya menyerah soal membagi teri dan kacang secara adil. Dia kini memasukkan suapan pertama ke mulutnya. "Pak Pras gak makan? perasaan kesini cuman makan gorengan doank tiap hari," Mawes menghitung bahwa Pak Pras sudah menghabiskan 4 buah gorengan sejak dia duduk. "Gua udah makan, di tempat supir. Kalian denger gak yang Gua bilang? tadi Pak Bos kayak orang gak waras, senyum-senyum sendiri." "Pak Pras, kan kemaren udah janji gak mau gosip lagi," balas Mawes. "Ho oh, nanti kita lagi kenak batunya. Udah, gak usah ngomongin Khun Jay," Ijul ikut menyela. "Ih, kalian gak penasaran? hari ini dia kayak orang kasmaran gitu. Kira-kira kenapa ya?" "Benar juga. Tadi dia ngasih perintah juga gak kayak biasanya. Lebih lembutlah, biasanya kan Judes," sambung Mawes. "Aduh, kan Gua jadi penasaran. Kalian sih, make ngegosip di depan Gua segala. Jadi gimana? Udah tau Khun Jay kenapa?" Ijul menaruh sendoknya. Lalu mulai fokus. "Gua rasa nih ya, Pak Bos itu ..." "Oh, jadi semua ngumpul disini? udah Gua duga nih, gosip lagi kan kalian!" Entah kapan datangnya, Jay tiba-tiba sudah berada di belakang Pak Pras. Mawes dan Ijul segera berdiri, "Siang Tuan! Khun!" jawab mereka berdua serentak. Pak Pras perlahan ikut berdiri lalu berbalik, "Halo, Pak Bos. Selamat siang," ucap Pak Pras sambil nyengir kuda. "Enak ya, ngumpul disini. Mawes! siapa yang suruh Lu makan siang duluan, Gua cariin di ruangan Gak ada ternyata mlipir." "Maaf Tuan, tadi gak sarapan. Laper banget saya." "Ijul ama Pak Pras juga ikutan!" "Saya diajak Mawes Khun," jawab Ijul. "Saya lagi standby, Pak Bos," jawab Pak Pras Kemudian. "standby kok disini, standby itu di poa supir," Jay menggelengkan kepalanya, "Ya udah, Mawes balik keruangan, sekarang! Ijul, Lu gak liat laporan keuangan numpuk? balik cepetan! Pak Pras, antar Gua ke mall. Ada urusan." "Siap! Pak Bos!" "Khun!" "Tuan!" *** Sesampainya di mall, Jay segera pergi ke sebuah toko buku. Dia tampak fokus mencari dibagian novel romansa. Dia mengambil beberapa buah novel dan membaca ringkasan cerita di belakang cover novel tersebut dengan teliti. "Masa Gua harus baca novel romansa sih? buat tau gimana orang pacaran?" dia meletakkan kembali novel tersebut ke raknya, "Apa ada buku tentang pacaran untuk pertama kali? masa Gua nanya ama petugas? malu ah." Jay kemudian, menatap gawainya, "kalau cari di internet sih harusnya ada. Cuman, Gua gak suka baca artikel dari hengpon, sakit mata njir. Apa Gua print aja ya?" Jay mulai berpikir keras. Beberapa menit kemudian, dia mendekati salah satu petugas di toko buku tersebut. Dia berdehem sejenak, lalu mulai menyiapkan diri untuk bicara. "M-Mas ..." "Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?" "I-Itu ..." Jay menarik nafas dalam, "Anjir, gimana cara ngomongnya?" "Lu mau nyari apa? sini Gua bantu." Terdengar suara dari belakang Jay. Ternyata pemilik suara itu adalah Jamy. Dia berdiri sambil memegang buku desain di tangan kanannya. "Gak jadi Mas. Makasih ya," ucap Jay kemudian kepada petugas, karena dia ingin menjaga image-nya di depan Jamy. "Gak jadi cari bukunya?" tanya Jamy kemudian. "Gak!" Jay hendak melangkah melewati Jamy. Namun, Jamy menghadangnya, "Mau kemana? Gua perlu ngomong sesuatu ama Lu." *** Jay dan Jamy kini berada di sebuah cafe. Mereka berdua duduk berhadapan dan saling menatap tajam. Tampaknya mereka tengah perang urat syaraf. "Lu mau ngomong apa ama Gua?" tanya Jay membuka pembicaraan. "langsung aja. Lu beneran pacaran ama Lika?" "Ya ampun. Jadi dia langsung ngasih kabar ke Elu?" "Jangan banyak bacot deh, jawab aja. Lu pacaran ama Lika apa gak!" "Kalau ia, emanknya kenapa?" "Hah, songong banget." "Siapa yang Lu bilang songong? Lu ngapain nanya Gua pacaran ama Lika atau Gak? emank Lu siapanya Lika?" "Siapanya? eh Lu itu cuman orang baru ya. Gua udah sahabatan ama Lika dari sekolah. Gua gak mau orang kayak Lu nyakitin dia." "Yakin? Lu ngomong kayak gini cuman karena Lu nganggap dia sahabat?" "Maksud Lu apaan!?" Jay menarik nafas lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Jamy, "Dengar. Gua gak bakal nyakitin Lika. Jadi Lu gak perlu sekhawatir itu, sahabatnya Lika." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD