Kencan Pertama

2007 Words
Jay menarik nafas lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Jamy, "Dengar. Gua gak bakal nyakitin Lika. Jadi Lu gak perlu sekhawatir itu, sahabatnya Lika." Jamy mengepalkan tangannya. Ingin sekali dia menghajar wajah Jay yang sombong itu. Jay kemudian berdiri dan meninggalkan Jamy sambil menyeringai. "b******n banget tuh orang. Awas aja kalau dia macam-macam ama Lika. Bakal Gua hajar tuh muka songongnya!" ucap Jamy geram lalu ikut pergi dari cafe tersebut. *** Lika berbaring di tempat tidurnya, sambil memilih salah satu foto Jay untuk dia unggah, "Waduh. Gua pengen bet bilang ke followers Gua yang budiman. Kalo Gua sekarang pacaran ama Khun Jay! tapi ... mana bisa gitu. Nanti istri online yang lain pada nyudut ke tembok donk, bawa tisu, bawa ember, trus mewek. Kan kasian," Lika menggeser-geser layarnya untuk memilih foto, "Nah ini aja. Wuah! cakep banget pacarnya Lika ih!" ucapnya sambil menghentak-hentakkan kaki dengan gembira. "Caption," Lika menerawangkan pandangannya, memikirkan caption yang cocok dengan foto yang akan dia unggah. Setelah beberapa lama Lika mendapatkan sesuatu. Dia dengan semangat mengetik caption estetik untuk unggahan. "Kamu cocok banget sih, pake kacamata hitam. Tapi, kamu tahu apa yang lebih cocok untukmu? Ya, Aku." Setelah mengetik caption tersebut, Lika mengunggahnya dengan gembira. "Beres. Wah, ternyata otak Gua canggih juga, wuahahaha," Baru beberapa menit foto tersebut diunggah, akun Lika sudah dikerumuni banyak "Like" dan "Comment". Sunny_S : "Sungguh. Terlalu tampan untuk menjadi kenyataan, Min." Wulanddxri : "Lanjutkan min. Jangan berhenti bermimpi." Mxxna : "Phi Jay ganteng banget sih, sini aku peluk" Sheilamu : "Aku juga cocok kok ama Khun Jay. Ayuk sayang kita bercerita tentang masa depan" Lika cekikikan membaca setiap komentar yang terus saja berjejer di bawah unggahannya, "Ya ampun, followers Gua emank unik-unik ye, kayak peninggalan zaman prsejarah. Antik banget," ucapnya, sambil menekan "Like" dibeberapa komentar yang dianggapnya lucu. Sementara itu, di rumahnya Jay juga mengalami hal yang sama. Dia cekikikan dan hampir tersedak, karena menahan tawanya. Sudah hampir dua jam Jay melihat semua postingan yang ada di akun Isteri Sahnya Khun Suppasit. Dia melihat postingan itu dari awal. Membaca caption dengan serius, serta membaca komentar tak kalah serius. "Hahaha, gila ya mereka. Sumpah gak ada kerjaan banget," ucapnya sambil menggeser layar gawainya keatas. Jay akhirnya terfokus ke unggahan terbaru. Tampak fotonya tengah berdiri di tangga. Mengenakan kemeja cream dan kacamata hitam. "I-Ini kan ... waktu Gua di KL! wah gila nih human. Kang stalker parah. Jangan-jangan ... dia tau lagi, kalau Gua pacaran ama si Stalker satunya?" Jay berpikir sejenak, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, "Ei, Gua rasa gak mungkin. Kalau dia tahu pasti hebohlah," Jay kembali melihat caption dan komentar di akun itu, "Wah, baru 5 menit. Komennya udah bejibun aja. Eh, tapi ... caption-caption yang dia bikin mirip cara ngomongnya Stalker gak sih? Gua rasa cocok banget nih, kalau dia ngomong kayak gini. Bukannya dia pernah ngomong kayak gini ya? eh, apa belum pernah." Jay mulai membuka daftar followers yang ada di akun tersebut, "Ayo kita cari. Gua yakin si Stalker juga ngikutin akun ini. Soalnya kan adminnya kenal ama dia, atau jangan-jangan mereka temenan lagi." Jay mengetik nama Lika di pencarian followers. Namun, tak ada satupun yang muncul, "Kok gak ada ya, apa dia pake Miana?" Jay kembali mengetik lagi. Muncul beberapa akun yang bersangkutan dengan nama itu, hanya saja setelah dicek satu persatu, tak ada yang mewakili Lika. Jay tak menyerah, dia mencoba semua kemungkinan yang ada. Seperti "Karyawan JJ Kosmetik", "Lika_M", "JJ_kosmetik". Tak ada satupun yang muncul. Akhirnya Jay menyerah lalu merebahkan dirinya. "Kok gak ada ya? tau dah, capek. Mata Gua sakit njir," Beberapa menit kemudian, gawainya berbunyi. Bunyi singkat yang menandakan pesan masuk. Jay memeriksa pesan itu. Setelah melihat nama si pengirim pesan, Jay tersenyum lalu menunggu beberapa menit, sebelum akhirnya dia membaca pesan tersebut. "Khun Jay, lagi apa? lagi mikirin aku ya?" Pesan tersebut membuat Jay tertawa, "Ini anak, PD nya selangit" Jay berdehem sejenak. Lalu mulai mengetik balasan. "Lagi ngetik and ngirim pesan." Balasan Jay yang singkat, langsung dibalas dalam 10 detik oleh Lika. "Sama donk. Wah udah pasti kita jodoh." Jay tersenyum tipis, tiba-tiba muncul balasan lagi. "Khun Jay, kan udah pacaran nih, gak ada niat gitu buat kencan pertama." Tampa pikir panjang, Jay lalu mengetik. "Lu di rumah, kan? tunggu disana. Gua jemput tiga puluh menit lagi" Jay segera bangkit dan membuka lemarinya. Dia mengeluarkan beberapa stelan dan kemeja. Menaruh tumpukan tersebut ke atas tempat tidurnya, lalu mulai memilih. Jay melemparkan pakaian yang tak dipilihnya ke lantai, dan mulai menghela nafas. "Ya ampun, kok Gua mendadak kayak gak punya pakaian yang mau dipakai ya?" Jay membuka lemari keduanya, dan membongkar semua isi lemari tersebut, "Tunggu dulu," Jay mengambil gawainya, lalu mulai berselancar di internet dengan mengetik kata kunci "Pakaian pria saat kencan pertama". Sementara itu, Lika tak kalah rempong. Dia mengganti pakaiannya beberapa kali. Padahal tak ada perubahannya. Karena isi lemarinya penuh hoodie dengan model yang mirip. "Wadoh, kok isi lemari Gua beginian semua sih?" Lika mulai mencari lagi. Namun, pencariannya sia-sia. Isi lemarinya hanya hoodie, celana trening dan jeans sobek-sobek seperti tersangkut paku tajam. Satu-satunya yang mencolok dan beda dari yang lain di lemarinya adalah kebaya berwarna ungu dengan payet silver. Jalan ninjanya itu kali ini tak bisa menyelamatkannya. "Gak mungkin Gua pake beginian pas kencan. Malu2in anjir." *** Tiga puluh menit lewat 45 detik kemudian, Jay sudah berada di depan rumah Lika. Lika bergegas keluar dengan pakaian terbaiknya. Tampak dia memakai sepatu kets seperti biasa. Trening panjang berwarna hitam, lalu hoodie senada, dilengkapi dengan rambutnya yang kuncir kuda. Penampilannya lebih seperti ingin olahraga malam. Sementara itu, penampilan Jay berbanding terbalik dengan penampilan Lika. Dia memakai kemeja panjang berwarna hitam, dilengkapi dengan Vest yaitu luaran tanpa lengan berwarna putih. Tak sampai disitu dia menambahkan mantel panjang berbahan cotton dengan warna salem lembut, lalu memakai celana skinny fit berwarna hitam untuk melengkapi penampilannya. Lika menatap Jay yang tampak begitu sempurna, lalu menatap dirinya sendiri. Mereka tak terlihat seperti orang yang mau kencan. Jay seperti Pangeran di negeri dongeng, sedangkan Lika seperti anak sekolah yang kehabisan uang jajan. "Yok, jalan," ucap Jay lalu membuka pintu untuk Lika. Lika perlahan masuk, dengan tak enak hati. Jay segera menjalankan mobilnya. Menatapnya dari samping merupakan pemandangan yang sangat indah. Membuat Lika ingin mengambil kamera untuk memotretnya. "Khun, kita mau kemana?" tanya Lika kemudian. "Kencan," jawab Jay cuek. "Iya, kencan kemana?" tanya Lika lagi. "Ke restoran gedung menara." Mendengar perkataan Jay, Lika terbelalak, "J-Jangan donk. Jangan ke restoran gedung menara!" "Lah, emanknya kenapa?" "I-Ini ..." Lika kembali menatap dirinya sendiri. "Ini kenapa?" "Ini, pakaiannya gak cocok. Kan nanti jadi malu-maluin." "Tumben mikirin penampilan. Biasanya juga gak peduli." "Ye, kan beda. Sekarang kan kita pacaran, aku tuh mau kasih yang terbaik biar Khun gak malu. Tapi ... di rumah cuman punya hoodie ama celana trening." "Gak papa kok. Aku gak malu," ucapan Jay membuat hati Lika meleleh. Namun, dia tetap tak mau pergi ke gedung menara. "Pokoknya aku gak mau ke gedung menara, aduh tempat lain aja dah, ngapain disana. Gak asik makan doank pan?" "Trus mau kemana?" "Ke mall." "Mall?" *** Jay berdiri di antar hiruk pikuknya musik dan suara orang yang tertawa hingga menjerit. Yah, mereka tiba di Mall sesuai permintaan Lika. Namun, Jay salah kaprah. Dia kira Lika ingin ke Mall untuk berbelanja. Dia malah diam-diam sudah menelepon beberapa butik yang ada di gedung itu untuk menyiapkan segala pakaian terbaik mereka. Namun, Lika malah mengajaknya ke Zona permainan. Berbekal uang Rp. 200.000,- Lika mendapatkan kartu yang digunakannya untuk mencoba berbagai permainan disana. Jay hampir stres karena dia tak pernah pergi ke tempat ini sekalipun. Ini jelas berbeda di pasar malam yang ada di Thailand. Di pasar, hanya ada suara orang dan suara musik yang santai. Sementara disini, begitu rusuh. Jay sakit kepala mendengar semua kebisingan yang bersarang di telinganya. "Khun Jay! kok malah bengong aja? yok maen!" ucap Lika setengah berteriak. "Gak mau! brisik banget njir. Gua turun aja dah." Jay hendak beranjak. Namun, Lika menarik tangan Jay. Membawa Jay ke mesin permainan tembak-tembakan. Lika menggesek kartunya, lalu memberikan Jay senjata. "Apaan sih, udah dibilang Gua gak mau main!" "Hah, Khun ngomong pakai "Gua" lagi? berarti kita ..." "M-Maksudnya Aku gak mau main!" "Hehehe, pakai direvisi segala. Gak papa Khun. Kan belum terbiasa. Nih, pegang. Seru loh," "Gak!" "Aih, bandel banget sih. Pegang," Lika memaksa Jay untuk memegang pistolnya. Lalu menekan tombol start, "Ayok kita lihat siapa yang mati duluan. Khun tau kan cara mainnya? ini kelompok aku, ini kelompok Khun, tinggal tembak aja." "Tunggu dulu ..." Dor! Lika menembak. Satu prajurit Jay, gugur dalam perang. Lika berlonjak kegirangan. "Lu nembak Gua!?" "Hahaha, kan emank gitu mainnya." "Tapi Gua belum siap. Dasar curang! awas Lu." Semangat Jay mulai membara. Dia tak ingat lagi untuk menggunakan "Aku" dan "Kamu" dia kembali ke dirinya yang biasa, dan itu membuat Lika tetap bahagia. "Tunggu dulu. Istirahat!" Jay berteriak. "Gak bisa. Dalam perang gak ada namanya istirahat!" Dor! Lika menembak prajurit terakhir Jay. Jay kalah telak dan menjambak rambutnya karena kesal. "Gak adil banget sih, prajurit Gua lebih dikit dari punya Lu," Jay protes. "Ya ampun, jumlahnya sama tau, prajurit Khun aja yang tewas duluan jadi sisanya dikit." "Tapi kan Gua belum siap, Lu udah nembak duluan. Gak adil!" "Khun Jay. Semua adil dalam perperangan dan cinta," Lika tersenyum sambil menaikkan alisnya. Membuat Jay makin kesal. Jay merebut kartu permainan dari tangan Lika. Lalu menekan tombol start, "Gak bakal Gua biarin kali ini!" Jay menembak dengan brutal. Namun, tak ada satupun yang mengenai prajurit Lika. Sementara Lika bermain santai sambil tertawa. Time out. Jay kalah lagi. Dia kembali menggesek kartunya. Namun, Jay selalu kalah dalam peperangan, hingga dana di kartunya habis. "I-Ini, kenapa gak bisa digunain lagi?" "Tuh ada bacanya, dana tidak cukup. Harus isi ulang lagi." "Ok, isi ulang Rp. 1000.000,- pegi sana. Nih bayar debit." "Ya ampon. Ngapain isi ulang sebanyak itu? mau maen ampe subuh? udah ah capek nih, laper." "Gak bisa. Perang dulu." "Rugi tau gak. Apa-apaan beli dana ampe satu jeti buat maen. Sekalian aja noh beli mesinnya," Lika ngap-ngapan karena kelelahan berdiri. Dia kemudian duduk di bangku tak jauh dari mesin permainan tersebut. Jay masih berdiri di depan mesin itu. Lalu berpikir. Tiba-tiba kembali memberikan kartu debitnya kepada Lika. "Ya Ampon Khun, ngapain isi dana segitu banyak?" "Gak isi dana." "Trus?" "Beli mesinnya," Jay menunjuk mesin tersebut. Lika menghela nafas. Lalu menepuk keningnya. "Sini kartunya," Lika mengulurkan tangan. Jay mengulurkan kartu debitnya. "Bukan kartu debit. Kartu permainan noh," Jay kini mengulurkan kartu debit dan permainan secara bersamaan dengan kedua tangannya. "Kasih aku duit seratus rebu." "Buat isi dana? dikit amat. Tadi aja dua ratus abis bentaran doank." "Kasih aja sini ..." Jay akhirnya memberikan kartu permainan dan uang seratus ribu rupiah kepada Lika. Tak lama kemudian, Lika datang dari kasir, sementara Jay sudah bersiap memegang pistolnya. "Yok maen yang lain," ajak Lika kemudian. "Mana bisa gitu. Ini aja belum selesai," "Adoh, maen begituan gak bakal selesai, yok ada permainan seru." Lika menarik Jay. Kini mereka berdiri di depan mesin permainan marmut bersembunyi. "Ini ngapain? mana serunya." "Nih," Lika memberikan palu mainan kepada Jay, " Kalau tuh marmutnya nongol, harus dipukul cepat-cepat biar kita dapet tiket yang banyak, liat yah," Lika menggesek kartunya lalu memulai permainan. Begitu seekor marmut keluar Lika lamgsung memukul marmut tersebut. Membuat Jay terlonjak kaget. "Nah gini maennya. Yok cepetan pukul." Jay ikut bermain. Mereka berdua memukul marmut bersamaan. Jay mulai menikmati permainan. Dia dengan semangat memukul sambil tertawa. Mereka tampak saling berpandangan dan bahagia. Setelah dana di kartu mereka habis, mereka kelelahan lalu berhenti. Lika pergi beberapa saat untuk membeli minuman. Jay masih berdiri memegang palu mainannya. "Khun, ngapain? yok minum sini," Lika duduk di bangku sambil meminum air mineral di tangannya. "Mesin marmut itu, bisa kita beli?" tanya Jay dengan polosnya. Lika kembali menepuk jidat, "Ya ampun. Khun Jay." *** -Cookie- "Swadi kha Luung (halo Paman), Vin minggu depan akan ke Jakarta, na. Jangan kasih tahu siapa-siapa, it's a secret. Na, okhe kha Luung. Fandii na kha," (Ok, Paman, selamat tidur)" Seorang wanita tersenyum sambil menatap wallpaper di layar gawainya. "Finally, I will meet you, Phi." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD