Bagaimana jika kita kabulkan

2020 Words
Jay baru saja pulang dari kantornya. Dia terhenti sejenak, karena melihat Ayahnya yang duduk di ruang tamu sambil menatapnya tajam. Jika Khun Thivat sudah melakukan hal demikian, bisa dipastikan bahwa dia dalam keadaan kesal. Jay menghela nafas lalu mendekat kearah Khun Thivat. "Selama malam, Ayah," ucap Jay kemudian. "Kamu. Apa yang kamu lakukan hingga ada gosip aneh yang merebak di kantor?" Khun Thivat langsung ke pokok permasalahan. Dia memang orang yang tak suka berbasa-basi. "Gak usah didengerin, Ayah tau sendiri, kan? aku hampir sama levelnya ama selebriti. Jadi udah biasa gosip-gosip kayak gitu," "Udah biasa kamu bilang? baru kali ini Ayah dengar gosip kamu nginap di hotel ama cewe! trus kamu pulang kesini ama cewe itu, kan?" "Aduh, mereka salah paham. Kami emank nginap di hotel yang sama. Tapi, kami gak satu kamar. Aku juga kebetulan ketemu dia disana," "Trus hubungan kamu ama cewe itu apa?" "Gak ada hubungan apa-apa, Ayah jangan suka dengerin gosip murahan deh," "Gosipnya nyebar di kantor tau gak! bikin malu aja." "Mai bpen rai (gak papa) Ayah. Itu cuman gosip. Aku gak ngapa-ngapain kok. Aku naik dulu yah. Gerah, mau mandi," Jay segera berlari menuju ke kamarnya. "Ai Jay! Ayah belum selesai bicara! dasar anak itu, makin hari makin susah diatur!" Begitu tiba di kamar, Jay langsung melonggarkan dasinya lalu merebahkan diri. Beberapa menit kemudian, Jay merogoh saku untuk mengambil gawainya. Jay mengutak-atik gawai tersebut beberapa kali membuka kotak pesan, dan daftar panggilan teleponnya. "Kok, si Stalker gak ada nelpon yak?" Jay membuka kotak pesan sekali lagi, lalu mulai mengetik. "Lu lagi apa?" Setelah berpikir beberapa detik, Jay menghapus kembali pesan yang sudah dia tulis. Sepuluh detik berlalu, Jay mulai mengetik lagi, "Stalker ..." Jay berpikir lagi, lalu kembali menghapus pesannya, "Masa Gua ngirim pesan duluan sih?" Jay kemudian melemparkan gawainya ke atas tempat tidur lalu mulai menatap dirinya di cermin. "Gila. Gua ganteng banget. Hloo maak maak (amat sangat ganteng). Bisa-bisanya Gua suka ama cewe awut-awutan kek gitu," Jay mengusap wajahnya, lalu berpose menyamping, "Yah, gak papalah, setidaknya Gua mau menebar kebaikan. Beruntungnya si Stalker disukain ama Gua yang amat sangat tampan ini." Jay menyeringai lalu mengambil handuk, "Gosip di kantor panas banget, jadi gerah. Bagus juga sih untuk kesehatan, hehehe," Jay nyengir kuda. Entah mengapa dia malah senang mendengar gosip yang beredar di kantor hari ini, "Seleb emank gitu, harus pamer sedikit," pikirnya. *** Hari ini. Setelah beberapa hari berada di rumah, akhirnya Lika kembali bekerja di kantornya. Dari pagi dia terus berceloteh pada Jamy. Menceritakan semua yang dia alami di KL. Menceritakan soal Jay yang tiba-tiba cemburu padanya, dan banyak lagi, hingga Jamy tak sanggup mendengarnya. Telinganya seperti mengeluarkan darah karena mendengar ocehan Lika yang sudah hampir dua jam lamanya. "Dia bilang dia suka ama Gua, Jam! Lu percaya gak?" "Gak!" jawab Jamy ketus, sambil mengaduk kopi yang baru di seduhnya. "Gua juga gak percaya sih ... tapi dia bilang sendri loh, masa Khun Jay bohong." "Heh, boncel. Laki-laki emank sering bohong, kecuali Gua." "Heleh, itu mah bisa-bisanya Elu aja. Khun Jay gak pernah bohong kok." "Dari mana Elu tau?" "Y-Ya tau aja sih ..." "Lu tau? Gua udah lama cinta ama Lu. Sejak kita sekolah, sejak SMA. Lu itu penyemangat hidup Gua. Setiap Gua ada masalah, Lu selalu ngehibur Gua. Selalu bikin Gua ketawa. Gua lebih dulu suka ama Lu," "J-Jam ..." Lika terdiam. Jamy perlahan mendekat lalu menatap Lika. Lika balas menatap Jamy, dia merasa tidak enak hati. "Kalimat Gua tadi adalah contoh kalimat dongeng. Wekk ..."Jamy mengulurkan lidahnya. "Jamy! dasar nyebelin!" Lika mengambil bantal sofa dan berlari mengejar Jamy. "We, stop stop. Kopi Gua tumpah nih," "Biarin! ngeselin!" Jamy tertawa lalu menaruh kopinya ke atas meja, "Lu liat kan? Lu itu emank mudah ketipu. Gua yakin si Jay sengak itu cuman main-main. Kayak Gua tadi, Lu nya aja yang Baper." "Tapi, Khun Jay ngomongnya serius!" "Emank, tadi Gua gak keliatan serius?" "I-Iya ... sih. Tapi Lu ama Khun Jay kan beda!" "Beda apanya sama aja njir, kami ini laki-laki." "Tapi kan ..." "Stop! jangan banyak ngebacot. Nih mending Lu kopiin file Gua. 10 rangkap, jilid yang bener," Jamy memberi setumpuk kertas ke tangan Lika, lalu pergi keluar ruangan. Lika memegang kertas-kertas tersebut dengan susah payah, "Ugh! untung Gua karyawan. Kalau kagak, ude Gua acak-acak nih kertas." *** Mawes, Juliana, dan Pak Pras kini duduk berdampingan di ruangan Jay. Mereka saling mencolek satu sama lain. Menerka-nerka apa yang akan dibicarakan Jay pada mereka. Mawes menggelengkan kepalanya ketika Ijul mencoleknya, lalu menatap Pak Pras. Pak Pras mengangkat bahu, sebagai tanda bahwa dia juga tidak mengerti kenapa mereka di panggil ke ruangan Jay, pagi-pagi sekali. Jay berdehem sejenak, lalu duduk di depan mereka sambil menyilangkan kakinya, "Jadi ... siapa yang mulai?" tanya Jay dengan pandangannya yang mengintimidasi. "M-Maksudnya ... mulai apa, Tuan?" tanya Mawes karena dia memang benar-benar tak mengerti maksud dari pertanyaan Jay. "Gua tau dalangnya pasti kalian bertiga. Siapa lagi tukang gosip disini kalau gak kalian, yang sering nongkrong di kantin." "Gosip? gosip apa Khun? saya gak ngerti loh," Ijul tampak meyakinkan. "Gak mau ngaku? ya udah kalau gitu gaji kalian Gua potong 25%," "Pak Pras Tuan! Pak Pras yang mulai!" Mawes langsung menunjuk Pak Pras. Bagi Mawes pemotongan gaji adalah hal yang sangat buruk. Bagaimanapun caranya dia harus menghindar. Gajinya tak boleh kurang sepuluh ribu sekalipun. Karena dia sangat menghargai uang, dan tagihan yang menumpuk menunggunya setiap bulan. "Oh, jadi Pak Pras?" Jay menatap Pak Pras, Pak Pras hanya nyengir kuda. Bagaimanapun Pak Pras tak pintar berbohong, ngomong satu huruf saja sudah pasti bakal ketahuan. Akhirnya dia hanya bisa pasrah. "Maaf Pak Bos. Saya khilaf," ucap Pak Pras sambil menutup wajahnya. "Kalian berdua pasti ikutan juga, kan?" Jay menunjuk Mawes dan Ijul. "Saya cuman iyain aja Tuan," jawab Mawes. "Saya cuman numpang nguping aja Khun, Mbak Kantin tuh yang nyebarin," Ijul ikut membela diri. "Dasar kalian. Kenapa gak buat lebih heboh lagi? biar nyampe ke telinga Jamy si tukang bedak!" "Maaf Pak Bos. Gak lagi-lagi deh kami bikin begituan, tobat dah, bener." Pak Pras menyatukan kedua tangannya di depan d**a. "Lain kali kalo mau bikin gosip jangan disini. Bikinnya di JJ Kosmetik. Sayang banget ah, gosip panas kayak gini dia malahh gak denger," "Jadi ... Tuan serius pengen gosipnya nyampe ke telinga Tuan Jamy?" Mawes menggaruk kepalanya. Tak habis pikir. "Sekarang gak perlu. Udah basi juga gosipnya. Ya udah kalian keluar sana! ngeliat kalian kok Gua jadi pengen nampol." Mawes, Ijul dan Pak Pras segera berdiri dan berlari keluar ruangan. "Wes, Pak Bos kenapa sih, aneh banget," Pak Paras pun tak mengerti akan jalan pikiran Jay. "Ho oh, nakutin dah punya Bos kayak gitu. Ih Bos Lu tuh Pu!" Ijul menyenggol Mawes. "Idih, bukan Gua doank kali. Bos kalian juga! bodo ah, bubar semuanya, bubar!" *** Pukul delapan malam, Lika tengah sibuk mengedit foto Jay, untuk diunggah ke akun FP-nya. Lika menatap semua foto yang ada di laptop sambil terus saja berdecak kagum. "Wah, sebenarnya gak perlu diedit sih. Udah shining, shimmering, splendid gini. Gila Khun Jay, umurnya mundur kali yak? Gua ude ngikutin dia lima tahun loh, Tapi gak tua-tua juga. Malah makin kek bayi, Mmm ... uculnya, ngegemesin," Lika mencolek-colek foto Jay di layar laptopnya, "Ya udah kalau gitu kasih water mark aja," Lika mulai menambahkan water mark ke foto tersebut. "ISKS (Isteri Sahnya Khun Suppasit), nah ... cakep." Disaat Lika sedang asik dengan laptopnya, tiba-tiba gawainya berbunyi. Lika berlonjak melihat nama si penelepon, "Khun Jay! waduh panjang umur banget, baru aja dipikirin," Lika segera menjawab telepon tersebut. "Halo, Khun Jay. Ada apa nih malem-malem talipun akuh," "Lu di rumah, kan?" "Iyes Khun, di rumah. Kalau akuh jawab di hatimu nanti kan repot, hehehe." "Keluar, Gua di depan rumah Lu!" "What!" Lika segera bergegas mengintip dari jendela rumahnya, "Waduh Khun beneran di depan rumah? hai Khun ..." Lika melambai-lambai melalui jendela. "Cepetan keluar." Jay mematikan teleponnya. Lika memperbaiki rambutnya, memasang senyum terbaik dan akhirnya membuka pintu, lalu berlari ke pagar menghampiri Jay. "Khun Jay! kok malam-malam kesini?" "Lu mau ngomong dari situ? buka nih pagarnya!" "Oh iyes. Ngeliat wajah Khun, aing jadi lupa segalanya, hehehe." Lika membuka pagar rumahnya, lalu keluar. Tampak Jay memakai jaket berwarna hitam dan memakai topi pet berwarna senada. Dia seperti atlet olimpiade yang sedang melakukan pelatihan. "Khun mau kemana? mau joging malam?" "Temenin Gua ngeliat bintang." "He, ngeliat bintang dimane?" Lika terheran-heran. Jay lalu menarik tangan Lika, dan mendorong Lika masuk ke mobil. Dia lalu berputar dan duduk di depan kemudi. "Kita ke gedung sana tuh, yang agak tinggi. Ngeliat dari atapnya." Jay mulai berangkat tanpa basa-basi. Lika terpana melihat Jay dari samping. Dia hampir meneteskan liurnya. "Ngapain Lu ngeliatin Gua begitu?" tanya Jay setelah merasa dirinya diperhatikan cukup lama. "Baru kali ini ngeliat Khun nyetir. Wah, makin luar binasa auranya. Cakep!" Lika menaikkan kedua jempolnya. Jay tersenyum tipis lalu kembali fokus menyetir. Dua puluh menit kemudian, mereka tiba di gedung yang dimaksud Jay. Gedung tersebut merupakan sebuah cafe. Namun bagian atasnya tidak digunakan. Gedung itu baru dibeli Jay, atas namanya. Jay bisa naik keatas dengan kunci yang dia bawa. "Wah .... cantiknya." Lika berlarian di sekitar gedung, menatap langit dengan takjub, "Khun Jay sering kesini?" "Baru pertama kali," ucap Jay cuek lalu berdiri di samping Lika. "Baru pertama kali? dan itu sama aku?" "Hm." Jawaban singkat Jay membuat Lika berlonjak kegirangan. Dulu, dia bahkan tak bisa menyentuh Jay, membayangkannya saja sudah sangat tak masuk akal. Namun, kini hal yang tak masuk akal itu terjadi. Bahkan lebih dari pada yang dia harapkan. "Khun Jay sering lihat bintang kayak gini?" tanya Lika lagi. "Baru pertama kali," ucap Jay kemudian. "Baru pertama kali juga?" Lika terperangah. Jay menghirup udara malam yang sejuk, angin yang membelai kulitnya sangat lembut dan terasa sedikit harum. Jay tersenyum, lalu menatap bintang-bintang yang berkelipan di langit. "Aku ngelakuin banyak hal untuk pertama kalinya denganmu. Menyamar, naik tuk-tuk, pergi ke pasar malam, ke kuil, dan ... banyak lagi." "K-Khun Jay ... Khun barusan ngomong pake "Aku"?" Lika hampir tak mempercayai apa yang didengarnya. "Kenapa? tak boleh?" "B-Bukan gitu ..." "Lu pasti sering keliaran kemana-mana, kan?" "Nah, gitu terasa lebih nyata. Pake "Lu" hehehe. Aku ..." Lika terdiam sejenak, "Gak kemana-mana, Gua kan biasanya ngintilin Khun Jay, kemana dia pergi Gua pasti disana," "Napa diam?" "Eh, gak. Aku sih biasanya gak kemana-mana. Palingan di rumah, kantor, kadang kalo Jamy ajak jalan-jalan baru dah pergi. Hehehe," "Gua dulu bahkan gak bisa bergerak dari ruangan. Gua juga gak pernah liburan seperti orang-orang." "Iya, jadwal Khun padat banget. Sampe bengek ngikutinnya." Jay menatap Lika. Lika menutup mulutnya, lalu cengengesan, "Sekali lihat kan udah tau. Khun pewaris Methanan Grup. Pasti sibuk banget kan, iya kan?" Jay menghela nafas, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke langit, "Hm, bahkan ngeliat langit kayak gini aja langka banget." "Sekali-sekali luangkan waktu untuk diri sendiri. Khun jangan terlalu banyak kerja. Kan ada karyawan di kantor yang bisa gantiin." "Gua ... sebenarnya selalu sibuk kerja karena gak tau harus lakuin apa. Gua juga gak punya temen." Lika menatap Jay dari samping, "Aduh, kok jadi sad gini? ya ampun Khun Jay kasian banget. Jangan gini donk, kan aku jadi pengen menyayangi." "Trus, Gua liat Lu suka banget ama kuil, kenapa?" Jay tiba-tiba menatap Lika. Lika gelagaban dan langsung terbatuk. "O-Oh, kuil? gak kenapa-napa sih. Aku suka aja suasananya. Tenang, damai, bikin sejuk hati. Mengingatkan aku pada seseorang, hehehe." "Mengingatkan pada Gua?" "Loh, kok Khun tau?" "Dasar," Jay tersenyum. Lika ikut tersenyum lalu mereka berdua kembali menatap langit. "Trus, saat di kuil kok Lu gak pernah berdoa?" tanya Jay lagi. "Berdoa kok, cuman gak diliatin aja, hehehe." "Mana ada. Lu cuman ngeliatin Gua. Berdoa apanya?" "Nah, itu tau. Aku berdoa sambil ngeliat Khun Jay." Lika tersenyum lalu menatap Jay. "Emank Lu baca doa apa pas ngeliat Gua?" "Tuhan yang maha baik. Tolong satukan aku dengan Khun Jay. Gak jadi Isteri sahnya gak papa. Jadi pacar doank pun aku terima. Yang penting bisa sama Khun Jay selamanya." Lika menatap Jay, sambil tersenyum. Jay mengalihkan pandangannya dari langit lalu balas menatap Lika. "Gimana, kalau doa jadi pacar itu, kita kabulkan hari ini?" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD