Kalau kaki Lu sakit, Lu gak bisa ngejar Gua lagi

1230 Words
Jay Suppasit Methanan, duduk di kursi kerjanya, bak Pangeran negeri dongeng yang sedang duduk di tahta. Stelan berwarna maroon dilengkapi kemeja putih dan dasi berwarna senada dengan stelannya, membuat tampilannya lebih menawan. Belum lagi jam bertali silver di pergelangan tangannya yang indah membuat tampilan itu lebih tak masuk akal lagi. Jay memutar-mutarkan bulpen di tangannya, lalu melonggarkan dasi, dan membuka kancing bagian atas kemejanya. Membuat Lika yang sedang dalam mode Bucin level akut kuadrat itu hampir kejang-kejang. Jay memutar kursinya, lalu kelopak matanya yang indah dengan bulu mata hitam nan lentik bergerak perlahan, dan akhirnya menatap Lika. Deg, jantung Lika hampir terhenti. Seperti ada panah yang menikam dadanya. Lika meringis lalu buk! dia tumpang dengan mata terbuka dan mulut ternganga. "T-Tuan ..." Mawes menunjuk Lika, "Korban jatuh." Jay tersenyum, namun dia tak segera beranjak. Mawes berjongkok lalu melambai-lambaikan tangannya ke wajah Lika. "Mbak, jangan sakau di mari, berabe nanti urusannya." Lika tersenyum tanpa berkedip. Jika diperhatikan, sepertinya otak Lika ikut menghilang saat dia tumbang tadi. "Ha, hehehehe, hehehe," Lika tertawa, Mawes merasa ngeri lalu menjauh dari Lika. Jay perlahan mendekat lalu menatap Lika sambil berdiri. Melihat itu, Lika tiba-tiba menaikkan tangannya, "Hyud! (berhenti). Jangan ngomong dulu, kasihanilah jantung akuh yang lemah ini," ucapnya dengan suara cempreng. Tak banyak bicara, Jay langsung saja menarik tangan Lika, hingga wanita itu terpaksa bangun dari tempatnya. "A-aduh duh ... sakit, bentar-bentar." Jay melepaskan tangan Lika, Lika mengibas-ngibaskan tangannya karena merasa uratnya salah tempat. "Lu kenapa pake tumbang segala? dasar payah dasar lemah," Jay berjalan kembali ke kursinya. "Mana bisa gak lemah kalo begini? salah Khun sih, kenapa makin hari gantengnya makin gak ada akhlak." Lika cengengesan, Mawes tersenyum geli. Bisa-bisanya Jay berurusan sama Bucin. Mawes teringat perkataan Pak Pras, Jay pasti udah kesambet setan Thailand, hingga bisa berubah drastis seperti ini. "Mawes, batalkan semua jadwal hari ini," perintah Jay dengan suara beratnya yang dibuat-buat. "Tuan, hari ini emank gak ada jadwal kemana-mana kok," Mawes memperlihatkan tabletnya kepada Jay. "O-oh gitu, ya udah lu keluar sana." Mawes menunduk lalu segera berbalik, dalam perjalanan dia melirik Lika, "Bener-bener gak jelas nih cewe. Pasti bakal jadi bahan gosipan Ijul nih," batinnya, lalu segera bergegas keluar ruangan. "Khun Supp, Khun Supp, jadi sekarang mau ngapain?" Lika tersenyum ceria, jantungnya sudah berada di level normal, dan dia tak ada rencana untuk tumbang lagi. "Ah, Gua butuh bantuan Lu, yok ke mall." Jay segera mengambil gawainya lalu berjalan keluar, Lika secara tak sadar mengekori Jay sambil menatap punggung laki-laki itu yang sempurna, dibalik balutan jasnya. "Ya Ampun, lekukan pinggangnya menggoda iman sekali, mantap surantap dah sayangnya Gua," ocehnya dalam hati. *** Lika berjalan terengah-engah. Dia mengikuti Jay yang berkeliling mall sambil menenteng semua belanjaan. Hal ini seperti dejavu, saat di pasar malam Thailand Jay juga membuatnya menjadi gerobak berjalalan dengan menyuruhnya menenteng semua barang yang Jay beli. Bedanya di sini lebih parah lagi, dia harus membayar belanjaan, menentengnya, dan membawa belanjaan tersebut turun naik lift. Jay berkeliling hampir kesemua toko di mall, semua lantai sudah disinggahinya. Namun, tampaknya Jay tak berniat berhenti. Lika sudah menenteng lima belas buah tas dan dia sangat kewalahan. Ketika Jay memasuki toko selanjutnya, Lika berhenti sejenak, lalu menghembuskan nafasnya seperti naga. Lika tergopoh-gopoh mengikuti Jay yang sudah berada di toko, lalu menaruh semua tentengannya ke lantai. "Huah! Khun belum selesai juga? buat apaan beli barang sebanyak ini? mau buka toko?" "Cerewet! diem de," celetuk Jay, lalu mulai memilih stelan yang ada di depannya. "Jas lagi? ini loh udah beli empat, mau nambah lagi?" "Lu gak ngerti fashion? oh ya, pasti gak ngerti. Lu taunya cuman hoodie," Jay melihat Lika sambil menggeleng, "Ck, ck, ck, pasti di lemari Lu isinya cuman ini." "Ye, aku kan make hoodie karena lebih nyaman, kayak aku nyaman di deket Khun Supp, walo harus nenteng belanjaan seabrek, hek ... hek ... hek." "Lu kenapa sih? hobi banget ketawa kayak gitu. Itu ketawa atau bengek?" "Ketawa sambil bengek, bengek ngeliatin Khun yang kayak kisi-kisi surga, wuahahaha," "Idih, diem Lu! tunggu disini, Gua mau nyobain baju." Jay membawa beberapa buah stelan, dan pergi ke kamar ganti. Sedangkan Lika duduk meregangkan otot-ototnya yang kaku. Lika membuka sepatunya, lalu menaikkan kakinya yang telanjang ke atas sofa, dan mulai bersandar dengan nyaman. Hampir tiga puluh menit lamanya Jay keluar masuk kamar ganti, mencoba berbagai stelan dan kemeja yang cocok untuknya. Setelah selesai memilih, Jay lalu mendatangi Lika yang masih berada di sofa tunggu. "Stalker, bayar sana, Gua udah selesai milih," Karena Lika diam saja, Jay yang dari tadi sibuk merapikan dasi dan jas, akhirnya mengalihkan pandangan ke Lika. "Lu denger gak ..." Jay terdiam, tampak Lika duduk dengan wajah menengadah ke langit-langit. Mulutnya terbuka, sebelah kakinya di atas sofa dan satunya lagi menjulur ke bawah. Jay menggerak-gerakkan tangannya ke wajah Lika, tak ada respon sedikitpun, "Buset nih cewe, bisa-bisanya tidur di sini." Ngok ... ngok ... Lika mendengkur keras. Jay menutup wajahnya karena beberapa pengunjung memperhatikan mereka. Beberapa lagi tertawa karena mendengar dengkuran Lika. "Nih cewe emank gak tau tempat, pake buka sepatu segala lagi, emanknya dia pikir ini hotel?" Jay hendak menendang kaki Lika. Namun dia terhenti setelah melihat kaki dengan ukuran tak lebih dari 23 cm itu. Jay berjongkok. Dia memperhatikan kaki Lika, tampak mata kaki wanita itu memerah, jari-jarinya juga ikut meruam, dan terdapat lecet di bagian tumitnya. "Sepatunya kekecilan atau gimana?" Jay menyentuh sepatu Lika dengan ibu jari dan telunjuknya, agak jijik memang. Namun dia memperhatikan sepatu itu dengan seksama sambil menutup hidung, karena bau dari sepatu tersebut bisa menyebabkan kerusakan otak. "Sepatu jaman kapan nih, kumal banget." Jay melempar sepatu itu ke lantai. "Oy, bangun!" Jay menoel-noel kepala Lika dengan telunjuknya. Lika menggeliat, begitu melihat Jay dia langsung tersenyum lalu melambaikan tangan, "Halo, masa depanku." Jay menaruh semua belanjaan ke pangkuan Lika, hingga Lika tertimbun, "Bisa-bisanya Lu tidur, ngabisin waktu Gua aja. Bawa tuh cepetan! Gua laper mau makan malam!" "Makan?" Lika memeriksa jamnya, ternyata sudah jam 7 malam, begitu di pusat perbelanjaan waktu memang cepat berjalan. Jay sudah pergi meninggalkan Lika. Lika memakai sepatunya tergesa-gesa membawa tentengannya dan segera mengejar Jay. "Khun Jay ... tunggu! makan, makan, makan." *** Setelah selesai makan malam, Jay mengantar Lika pulang. Jay masih shock dengan porsi makan Lika. Bisa-bisanya dia makan tiga menu sekaligus, dan masih ditambah cemilan. Jay tak bisa berkata-kata. Jujur saja keahlian makan Lika membuatnya takjub. Wanita dengan tubuh tak seberapa ini, bisa menampung makanan sebanyak itu, pasti lambungnya kuat. "Stop! stop! rumah aku di sini." Pak Pras yang kaget karena mendapat perintah, tiba-tiba menekan rem secara mendadak. Kepala Jay hampir menabrak kursi depan dan membuatnya mengumpat. "Maaf Tuan, cewe emank gini, suka yang mendadak-mendadak," ucap Pak Pras sambil tersenyum. Jay merasa kesal lalu menurunkan kaca mobilnya, "Mana rumah Lu?" "Itu tuh, yang pagar putih," "Itu? yang ada semak-semak itu?" "Ye, itu bukan semak, itu bunga Morning Glory," "Bodo, keluar gih," Jay membuang muka, Lika yang duduk di depan segera membuka sabuk pengaman, "Pak Pras makasih ya udah nganterin, Khun Jay makasih ..." Lika melambai-lambaikan tangannya lalu keluar. Jay melihat Lika berjalan terseok-seok, beberapa detik kemudian Jay menarik nafas, "Oy, Stalker!" Lika terhenti lalu berbalik. Tiba-tiba Jay melemparkan sesuatu kearah Lika. Lika menangkapnya dengan susah payah. "Ganti tuh sepatu Lu. Kalau kaki Lu sakit, Lu gak bisa ngejar Gua lagi." ucap Jay lalu menaikkan kaca mobilnya, "Jalan pak!" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD