Gosip, semakin digosok semakin sip

2042 Words
"K-Khun Jay, k-kenapa ..." "Kenapa? takut ya? hahaha," Jay tertawa cekikikan. Lika yang tadinya panik, kemudian menghela nafas lega, "Khun Jay! becandanya gak lucu ih, ngeselin." Jay, duduk di sofa lalu melempar sesuatu kepada Lika. Lika kelabakan menangkapnya. Benda itu yang baru saja di pukulkan Jay ke kepala Lika, yang berhasil membuat Lika hampir jantungan. "Tuh, kipas angin Lu, tadi Gua beli pas perjalanan pulang." "Khun Jay kok gitu sih, hampir jantung aing copot dah, nakutin tau gak!" "Idih, emank dasar elunya aja yang otaknya m***m. Orang Gua gak ada niat apa-apa kok." "K-Kan aku gak tau, kirain ..." Jay mengalihkan pandangannya dari Lika. Lalu mulai mengutak-atik gawainya. "Ahem ... K-Khun," Lika duduk sambil menggenggam kipas angin mini di tangannya, "Khun Jay!" "Apaan?" "Tadi ... kenapa turun duluan? marah ya sama aku?" "Iya," "K-Kok marah?" "Menurut Lu?" "Waduh, dia ngajak maen tebak-tebakan." Lika menarik nafas, sambil merilekskan diri, "Gara-gara aku ngangkat telponnya Jamy?" Lika menatap Jay, "Bodo amat, coba aja kemungkinannya, kalau salah tinggal cari alasan lain." "Hm," jawab Jay singkat, sambil masih memandangi gawainya. "Hm? Hm apanya Khun? Khun bener-bener marah karena aku ngangkat telepon Jamy?" "Iya, nanya lagi Gua getok Lu." Mendengar jawaban Jay, Lika terbelalak lalu menutup mulutnya, "Lah, kok bisa marah? K-Khun ... cemburu?" "Iya." Lika makin terbelalak. Seorang Jay Suppasit. CEO perusahaan ternama cemburu karena dia telponan sama cowo lain? wah dongeng ini sungguh sangat indah. "Ei ... Khun Jay, jangan becanda ih. Ngedongeng aja, kan aing jadi gede rasa." "Yang ngedongeng siapa? kan udah Gua bilang. Jangan angkat teleponnya!" Lika otomatis berdiri, menatap Jay tak percaya, "Khun Jay ... serius cemburu?" "Lu gak ngerti bahasa Indonesia ya? harus Gua pake bahasa Thailand? chai, phom ijchaa, I am jealous!" "K-Kenapa bisa cemburu?" tanya Lika lagi, masih belum yakin. "Gak tau. Gua gak suka aja Lu deket ama cowo lain." "Wadoh! Khun Jay suka sama aku?" Jay berhenti menatap gawainya lalu mulai berpikir, "Hmm ... kayak iya," "Uhuk!" Lika terbatuk, lalu dengan tak sadar menghidupkan kipas angin yang sejak tadindia genggam, dan mengarahkan kipas angin tersebut ke wajahnya. "Lu kenapa?" tanya Jay dengan santai. "Wua!" Lika tiba-tiba berdiri, dia bergegas menuju pintu, dan hampir terjatuh beberapa kali. "Woy, Lu mau kemana?" "A-Aku ..." Lika terdiam sejenak, "Aaa!!" dia menjerit, lalu membuka pintu dan langsung kabur. "Buset. Tu cewe hobi bet treak-treak. Ude kayak penyanyi seriosa aja." Lika kembali ke kamarnya. Wajah dan kepalanya mendadak panas. Begitu juga dengan telinganya. Jantungnya berdentum-dentum tak karuan, seperti ada yang bermain drum disana. Lika langsung tumbang ke tempat tidurnya dan terdiam beberapa saat. "Huaaa!!" Lika tiba-tiba menjerit lalu berguling-guling, "Mimpi apaan Gua? Khun Jay suka ama Gua? Gua? Lika Miana, Bucin Khun Jay yang kere ini? gak, gak, gak, ini gak masuk akal. Mungkin Khun Jay bercanda? atau ... dia mau main-main aja? atau ... dia ... mau ngerjain Gua? Huaaa! gak mungkin banget dia suka ama Gua!" Lika mengacak-acak rambutnya hingga kusut. Lalu dia mulai memukul-mukul tempat tidur dan kepalanya. "Bangun anjir, bangun ... Gua tau ini mimpi," plak! Lika menampar dirinya, lalu meringis, "Adoh! sakit k*****t, ngapain Gua pake nampar diri segala?" Lika memasukkan dirinya dalam selimut, lalu meringkuk, "Tenang-tenang ... ini cuma mimpi, besok bakal normal lagi, jangan dipikirin, jangan dipikirin." *** Ting tong! ting tong! bel kamar Lika berbunyi beberapa kali, Lika menyeret dirinya keluar dari selimut, dengan susah payah dia berusaha berdiri, lalu menguap. Bentuknya benar-benar sangat parah. Rambutnya acak-acakan seperti singa. Matanya belum terbuka sepenuhnya, dan ada bekas iler di bibirnya. Bel pintunya terus saja berbunyi. Lika mengusap mulutnya, lalu melangkah menuju pintu, sambil meregangkan tangannya ke atas, "Iya, bentar!" ucapnya dalam mode menguap. Lika membuka pintu, tampak Jay berdiri di depan pintu tersebut dengan dandanannya yang rapi. Lika mengusap-usap matanya, lalu menatap Jay dengan linglung. "Siap-siap, jam 9 turun ke bawah, sarapan. Lalu kita harus pulang, Gua udah pesan tiket untuk kita berdua." Setelah mengatakan itu, Jay lalu kembali ke kamarnya. Beberapa saat kemudian, Lika yang tadinya linglung akhirnya tersadar. Jay bisa mendengar teriakan Lika dari balik pintunya. Dia melihat wanita itu memukul-mukul kepalanya karena malu, telah menampakkan wujud aslinya kepada Jay. "Ya ampun, jelek banget," ucap Jay sambil tersenyum, "Kenapa Gua bisa suka ama orang jelek kayak gitu?" Jay berpikir sejenak, lalu kemudian mengangkat bahunya, "Bodo ah, mau jelek kek, cantik kek, kalau suka ya suka." *** Tiga puluh menit kemudian, Lika turun ke lantai bawah, sambil menyeret kopernya. Dia memakai topi hoodie lalu mengikat topi tersebut hingga wajahnya hampir tak terlihat. Dia waspada mencari-cari keberadaan Jay. Insiden tadi pagi membuat hampir mau mengganti wajah. Bissanya dia bukan orang pemalu. Tapi, karena yang melihatnya adalah Jay, dia jadi merasa menjadi wanita cantik nan elegan dan berparas menawan. "Taruh aja kopernya, nanti bellboy bawain ke mobil, kita sarapan dulu." "Wuaa!" Lika terlonjak, lalu memeriksa jantungnya. Syukurlah jantungnya tidak jauh ke lantai. Dia menghela nafas, lalu menatap Jay dengan wajahnya yang menciut karena tertutup topi yang diikat kencang. "Lu kenapa sih? hobi banget dah treak-treak. Ini apa lagi, buka dah topi Lu," Lika menggelengkan kepalanya, lalu menyilangkan tangan, tanda dia tak mau membuka topinya. "Emank dasar, kelakuan Lu absurd semua. Ya udah ayok sarapan." Jay mendorong Lika, memasuki tempat diman orang-orang berkumpul untuk sarapan. Sesampainya disana, Jay mulai mengambil makanan seadanya. Sementara Lika mengambil segunung penuh makanan di piringnya lalu di tambah dengan semangkuk makanan lagi di tangan kirinya. Lika berjalan hati-hati seolah dia seorang pencuri. Dengan topinya, dia tak begitu bisa melihat dengan jelas. "Lu ude kayak maling tau gak, lepasin tuh topi," Jay duduk lalu menghela nafas melihat Lika. Lika kembali menggeleng dan menundukkan kepalanya, "Wah, ini yang buat Lu makin aneh. Ini makanan bisa porsi tiga orang, Lu makan sendiri?" Lika mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. kKarena ikatan di wajahnya agak kencang, dia jadi susah membuka mulut. Jay berdiri dengan kesal, lalu menarik tali topi Lika, dan menarik topi tersebut hingga terlepas. Lika menghentak-hentakkan kaki, lalu menutup wajahnya. "Khun Jay ... jahat banget sih, malu tau gak!" "Malu kenapa?" "Ya, karena ..." Lika menggaruk kepalanya, "Bodo ah," ucapnya kemudian lalu memasukkan makanan hingga mulutnya menggembung. "Nanti, kita satu pesawat. Gua udah pesan tiketnya," ucap Jay lagi. "Tapi, Jamy juga mau ..." "Jamy lagi?" Jay menatap Lika tajam. Lika cengengesan. Sepertinya rasa malunya perlahan hilang, "Jamy juga mau pesenin tiket pesawat. Tapi ... kalau Khun udah pesenin sih, gak papa. Nanti aku bilangin ke Jamy." "Iya bilang kedia, Gua uda pesan tiketnya. Gua, Jay Suppasit. First Class." "Wadoh, serius kelas First Class?" "Iya, belum pernah kan Lu, naek pesawat kelas satu?" "Yes! akhirnya. Khop Khun na kha Khun ..." Lika terlihat gembira lalu mulai menghabiskan makanannya. *** Lika dan Jay sudah tiba di Jakarta. Penerbangan Lika kali ini sungguh menyenangkan. Naik pesawat kelas satu bersama Jay merupakan paket lengkap yang mungkin tak bisa didapatkan dengan mudah oleh orang lain. Lika benar-benar menjadi orang yang beruntung ditahun ini. Jangan lupakan kenyataan bahwa ternyata Jay menyukainya. Walaupun belum dipastikan secara benar, tapi itu merupakan pukulan yang besar di kepala Lika. Pukulan besar dengan sakit yang nikmat. Berapa persen kemungkinan idola bisa menyukai fansnya di dunia ini? suka dalam artian laki-laki ke perempuan? 0.1 persen. Bahkan banyak fans yang hanya menjadi penikmat layar kaca, dan hanya bermodal kuota, tanpa bisa melihat idolanya sama sekali. Menjadi bagian dari 0.1% sungguh suatu anugerah. Begitu keluar dari bandara, Pak Pras yang sudah dihubungi oleh Jay terlebih dahulu, telah menunggu di depan pintu keluar. Pak Pras segera bergegas membawa koper Jay dan memasukkan koper tersebut di bagasi mobilnya. "Halo Pak Pras ..." Lika melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum. "Lah, Pak Bos ke LN ama Lika?" tanya Pak Pras penasaran. "Gak Pak, kami kebetulan ketemu disana. Trus pulang bareng de," jawab Lika kemudian. "Pak Pras, anterin Lika ke rumahnya. Abis itu anterin barang-barang Gua ke rumah. Baru balik ke kantor. Gua langsung ke kantor, naik taksi." Setelah mengatakan itu, Jay berlalu masuk ke taksi yang banyak berjejer di depan bandara. Lika melambai-lambaikan tangannya. Namun, Jay tak melihat sama sekali. "Yah, maen nyelonong ae njir." Lika membuka pintu lalu duduk di samping Pak Pras yang bersiap menyetir, "Ayo Pak, berangkat. "Kecepatannya level apa Neng? pemula, menengah, atau veteran?" "Mm ... level menengah aja." "Ok, sip." Pak Pras mulai menancap mobilnya. Level menengah berkisar antar 100-120 km/jam. Setelah melakukan tugas yang diperintahkan Jay, Pak Pras bergegas kembali ke kantor lalu nongkrong di kantin belakang gedung. "Mbak, Mawes ama Ijul ada kemari gak?" tanya Pak Pras, pada mbak-mbak kantin. "Belum ada Pak, palingan bentar lagi " "Gak makan siang ya mereka? Gua telepon aja ah," Pak Pras segera mengambil gawainya lalu menelepon Mawes. "Iye, Pak Pras. Ada apa gerangan?" terdengar suara Mawes di ujung telepon. "Wes, Lu gak makan siang? ayok ah sini ke kantin." "Bentar lagi, masih ada kerjaan nih, Tuan Jay baru aja pulang." "Iya, Gua tau Pak Bos baru pulang, tenang aja dia lagi mabuk, gak bakal nyariin elu." "Lah mabuk kenapa?" "Pokoknya Lu kesini aja. Sekalian bawa Ijul." Setelah lima menit menutup teleponnya. Terlihat Mawes dan Ijul berjalan menuju ke kantin. Pak Pras melambaikan tangan, "Cepetan sini!" Mawes dan Ijul berlari kecil. Mawes lalu duduk di samping Pak Pras, sedangkan Ijul duduk di depan mereka. "Kenapa sih Pak? kan Gua bilang lagi ada kerjaan," tanya Mawes lalu mengangkat tangannya, "Mbak, nasi satu pakai ayam bumbu ya," "Minumnya es jeruk ya Mas?" "Iya Mbak, kayak biasa," Mawes mengambil kerupuk di depannya lalu mulai mengunyah, "Jul Lu gak pesen?" "Nih, Gua bawa bekal. Kan kesini karena Elu ngajak. Emanknya kenapa Pak Pras? pasti ada berita baru, kan?" Ijul sudah tahu pasti. Setiap salah satu dari mereka punya kabar baru, maka mereka memanggil dua lainnya untuk bertemu di kantin. Hal itu sudah terjadi sejak lama. Sejak Ijul dan Mawes belum bekerja di Methanan Grup. Pak Praslah yang terlama bekerja disana. Dia sudah mengabdi selama dua belas tahun, dulu tim Avengers-nya adalah seorang admin kantor dan Maya, Sekretaris Khun Thivat. Namun admin kantor tersebut memilih mengundurkan diri. Sedangkan Maya, susah diajak bergosip karena kesibukan Khun Thivat yang luar biasa. Hingga Mawes dan Ijul datang. Mereka tak terpisahkan. Jika salah satu mendapat kabar, dua lainnya pasti akan tahu. Begitulah mereka. "Kalian tau gak, ternyata Pak Bos di KL bareng Lika loh," ucap Pak Pras agak berbisik. "Yah Pak, kalau itu Gua juga tahu, kan waktu itu Gua sempat disana," timpal Mawes. "Ih kok gak kasih tau sih Wes, parah banget. Retak dah persekutuan Avengers kita," "Iya ih Mawes, jangan temenan sama dia lagi Pak," sambung Ijul. "Apaan sih, kan gak sempat kasih tau. Liat sendiri, begitu pulang kerjaan Gua numpuk," ucap Mawes membela diri. "Mas ini nasinya, gosip baru lagi ya?" Mbak kantin kini duduk di samping Lika setelah memberikan pesanan Mawes. "Pak Bos suka ama seseorang Mbak," Pak Pras menjawab dengan semangat. "Wih, gosip panas ini, jadi, jadi dia suka ama siapa?" Mbak kantin mulai berfokus ke gosip panas tersebut. "Suka ama cewe aneh Mbak, Mbak tau kan JJ Kosmetik? nah tuh cewe karyawan disana." Mawes terus bercerita sambil menyuap nasi ke mulutnya. "Jadi beneran Khun Jay suka ama anak TK itu? idih kalau tahu tipe Khun Jay yang begitu, mending Gua dari dulu godain dia." Ijul cemberut lalu membuka kotak makan siangnya. "Hahaha, ngimpi Lu. Jangan aneh-aneh de makan aja tuh kangkung yang banyak, tiap hari sayurnya kangkung mulu, heran." Mawes cekikikan, hampir aja dia dapat bogeman mentah dari Ijul. "Trus tadi mereka satu pesawat loh, nah pas ude nyampe Pak Bos auto naek taksi. Gua disuruh anterin Lika. Perhatian banget, kan?" "Wadoh, pantes dia minta Gua pesanin dua tiket kelas satu, ternyata baliknya ama Lika? eh tau gak sih, waktu di KL mereka juga satu hotel," Mawes menggebu-gebu, selaras dengan kunyahannya yang cepat. "Wah, Khun Jay parah nih, jadi mereka satu kamar?" Ijul ikut melepaskan bensinnya. "Gak satu kamar sih, kemaren beda kamar. Gak tau ya pas Gua pulang mereka ngapain," Mawes mulai menyulut api. "Cewe ama cowo satu hotel. Yah udah taulah mereka ngapain," Mbak-mbak kantin ikut nyalain kompor. "Jangan suudzon dulu. Gak baik, kalian ini keterlaluan. Tapi ... bener juga sih, kita musti curiga juga." Pak Pras akhirnya meledakkan semuanya. Gosip beredar dengan cepat seperti daun kering yang terbakar. Seluruh karyawan di gedung Methanan Grup membicarakan hal tersebut. Gosip, semakin digosok semakin sip. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD