Keributan

873 Words
Jamy menggendor-gedor pintu rumah Lika beberapa kali. Jamy agak cemas, Lika mengatakan padanya bahwa dia akan cuti sehari. Namun, hari ini dia tak datang ke kantor hingga pukul sepuluh pagi. Jamy mencoba menelpon Lika namun baik telepon maupun pesan yang dia kirim, tak masuk sama sekali. Akhirnya Jamy mendatangi rumah Lika. Sudah hampir lima menit dia menggedor rumah tersebut, namun Lika belum keluar juga. "Ncel! Lu di dalem, kan? buka pintu oy!" Jamy berteriak. Sementara itu, di dalam kamarnya yang berantakan, tampak wanita yang tak kalah berantakannya sedang meringkuk di bawah selimut. Lika sudah terbangun sejak Jamy menggedor pintu pertama kali. Karena dia hanya bisa tertidur dua jam tadi malam. Di subuh hari, dia tak bisa memejamkan matanya, dan malam itu dia habiskan dengan makan dan sesekali menangis. Lika yang kekurangan tenaga, enggan beranjak dari sarangnya. Dia merasa begitu lelah walau sudah makan sepanjang malam. Lika menunggu Jamy capek menggedor dan pergi dari rumahnya. Tapi, setelah dilihat-lihat sepertinya Jamy tak kan pergi begitu saja. Lika dengan malas bergerak dari tempat tidurnya, dia berdiri menggulung tubuhnya dengan selimut hingga ke kepala. Lalu berjalan terhuyung. "Lika! Boncel! buka pintu!" Jamy masih berteriak. "Bentar ..." jawab Lika dengan suaranya yang parau efek menangis tadi malam. Dia menderita sakit tenggorokan dan mata sembab. Lika menutup wajahnya dengan selimut lalu membuka pintu. Hanya kepalanya yang mengintip dari balik pintu, membuat Jamy semakin khawatir dengan keadaannya. "Lu ngapain di rumah? kenapa gak masuk kerja?" "Gua cuti ya, gak enak badan." "Kenapa gak telepon? Gua telepon juga gak masuk-masuk." "Hengpon Gua abis batre. Casnya rusak." "Ngapain sih Lu ngintip-ngintip gitu? minggir! gua mau masuk!" "Gak usah! kan udah Gua bilang, Gua minta cuti. Balik ke kantor lagi sana!" "Gak ada, minggir!" Jamy mendorong pintu hingga Lika mundur dan hampir terjatuh. Lika kemudian duduk di sofa lalu menyembunyikan wajahnya dari Jamy. "Lu gak papa?" tanya Jamy lagi. "Gak papa, Gua cuman ngantuk. Mau tidur." "Aih, kenapa pake selimut segala sih ini, bikin risih aja." Jamy lalu menarik selimut dari wajah Lika. Jamy terbelalak melihat Lika yang acak-acakan, wajahnya yang memerah, dan matanya yang bengkak. "Lu kenapa! siapa yang bikin Lu jadi kayak gini!" Jamy menangkupkan tangannya ke wajah Lika. Lika memonyongkan bibirnya, lalu menunduk dan diam sesaat, "Hari ini, hari pertama Gua jomblo," ucap Lika setelah beberapa detik kebisuannya, "Padahal Gua mau semangat hari ini, karena Gua buka lembaran baru. Tapi ... semangat apanya! huwaaa ... Gua masih sedih ... hiks ... hiks ..." Lika meraung. Dia memang kekanakan jika sudah bertemu Jamy. Ketika dia sedih, dia tak bisa dihibur atau ditanya apapun, itu hanya membuatnya semakin sedih dan semakin menangis. "Lu putus ama Jay?" "Gua yang mutusin. Biar agak kerenan dikit gitu, Kalau Gua tau Gua gak bakal mutusin dia, haaa ... padahal Khun Jay mau minta break bentar. Gua malah minta putus, huwaa!! Gua sedih ... hiks," "Badjingan si Jay. Awas aja dia!" Jamy berdiri lalu pergi melangkah keluar "Lu mau kemana!" seru Lika yang masih sesenggukan. "Bikin perhitungan!" Lika tak mau beranjak lagi. Dia merebahkan diri di sofa saking lelahnya. Sementara Jamy sudah menghilang dengan kecepatan penuh mengendarai mobilnya. *** Jamy tiba di Methanan Group lalu bergegas masuk ke gedung tersebut. "Pak mau ketemu siapa?" tanya resepsionis yang berada di lobi. "Bukan urusan Lu!" Hardik Jamy, lalu segera pergi menuju lift. "Pak tunggu! gak boleh masuk sembarangan begini!" Resepsionis tersebut berlari menuju Jamy. "Diem! jangan berani-berani ngelarang Gua, mau perusahaan ini Gua beli? ha!" Jamy masuk ke lift dan segera menuju lantai tujuh tempat ruangan Jay berada. "Aduh, gimana nih. Satpam!" Resepsionis itu berteriak. Begitu pintu lift terbuka, Jamy segera keluar sambil mengepalkan tangannya. "Loh, Tuan Jamy! mau kemana?" Ijul yang tak sengaja berpas-pasan dengan Jamy langsung kaget. Jamy hanya melewatinya tanpa menoleh sama sekali. "Tuan Jamy, mau cari siapa Tuan?" Mawes yang mempunyai ruangan bersebelahan dengan Jay juga berpas-pasan dengan Jamy. "Mana si Jay!?" tanya Jamy dengan nada tak bersahabat. "T-Tuan Jay ... ada di ruangan ..." Belum sempat Mawes bicara dengan komplit, Jamy sudah menerobos masuk ke ruangan Jay. Ijul berlari menghampiri Mawes dan mereka berdua merusuh di depan pintu. "Ada apaan, Pu?" tanya Ijul pensaran "Gak ngerti Gua njiir, nguping ajalah kita," jawab Mawes lalu menempelkan telinganya. Ijul ikut-ikutan menempelkan telinganya. Buk! Jamy menghantam wajah Jay dengan tinjunya. Jay terhuyung sudut bibirnya pecah dan mengeluarkan darah. "Lu apa-apaan sih! datang-datang maen pukul aja!" Jay terlihat geram. Namun Jamy lebih geram lagi. Dia mencengkram kerah Jay lalu menatap Jay tajam, "Berani-beraninya Lu buat Lika nangis! cowo gak tau diuntung!" buk! satu tinju lagi mendarat di wajah Jay. "Bangkee! Lu mau cari perkara? siapa yang buat dia nangis? ha! dia sendiri yang minta putus dari Gua!" "Itu karena Lu cowo brengsekk! badjingan!" "Dia yang mutusin kenapa dia yang nangis! Ini bukan salah Gua!" "Hah, ada ya cowo gak tau malu kayak Lu! siall banget nasib Lika bisa suka ama cowo kayak Lu!" "Anj*ng, apa maksud Lu ngomong gitu? Lu mau cari ribut!?" "Sini Lu Nj*ng! Gua bunuh Lu!" Jamy dan Jay saling menyerang, Mawes dan beberapa security masuk lalu menahan Jamy dan Jay yang hampir baku hantam seperti di ring tinju. "Lepasin Gua Wes! Gua mau kasih pelajaran nih si tukang bedak!" "Sini Lu kalau berani cowo gak tau malu! lepasin Gua!" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD