Putus Saja

1102 Words
Lika mematikan gawainya. Banyaknya notifikasi dari akun Isteri Sahnya Khun Suppasit, membuatnya semakin stres. Para followers terus saja menanyai tentang Jay. Jangankan menjawab pertanyaan tentang Jay, melihat foto Jay di dinding saja sudah membuatnya meneteskan air mata. Sebenarnya wanita urakan yang sering tertawa dan bertingkah konyol itu adalah manusia yang sangat cengeng. Jika dia sendiri, dia bisa merenung dan menangis hingga berjam-jam. Tapi, berbeda jika dia bertemu orang lain, sesedih apapun, Lika akan tetap tertawa. Hari ini Lika melakukan rutinitas keahliannya, yaitu rebahan. Selain makan dan ngebucin, rebahan adalah salah satu hal yang bisa dilakukan Lika dengan baik. Tak main-main, dia bahkan tidur hampir dua belas jam, karena dia dalam kondisi bersedih. Bagi Lika tidur adalah salah satu obat ampuh untuk menghilangkan kesedihan. Namun, kesedihan kali ini tak mampu diobati dengan tidur dua belas jam. Begitu bangun, Lika mengingat kejadian itu lagi. Dimana Jay dan Vina berciuman di depan matanya. Lika kembali sedih, tubuhnya lesu, lemah dan letih. Lika benar-benar tak keluar rumah hari ini. Matanya masih sembab dan dia masih merasa tertekan. Saat lapar Lika bangun dari tempat tidurnya dan makan tiga bungkus mie instan, lalu dia rebahan lagi. Dia bangun kembali ketika merasa lapar. Dia akan mulai makan, dan rebahan lagi. Begitu seterusnya hingga malam tiba. Pukul tujuh malam. Lika membuka matanya, dia tak bisa melihat apa-apa, karena sudah gelap dan dia tidak menghidupkan lampu. Lika perlahan bangun dari tempat tidurnya, dia berjalan dengan hati-hati, meraba-raba dinding untuk mencari stop kontak, agar lampu di kamarnya menyala. Lika hampir saja menabrak meja, dalam proses itu. Begitu dia menemukan apa yang dia cari, Lika langsung menekannya dan lampu di langit-langit kamar, hidup dengan warna putih yang menyilaukan. Lika menghidupkan gawainya. Wajahnya yang masih bau bantal ditambah rambutnya yang acak-acakan, membuat penampilannya hampir seperti induk singa pesakitan. Pukul tujuh lewat enam menit. Begitu banyak notifikasi yang masuk ke gawainya. Sebagian besar dari followers ISKS, lalu beberapa pesan dari Jamy, dan yang terakhir panggilan tak terjawab dan pesan dari Jay. Lika menatap kotak masuk tersebut. Dia tak membuka semua pesan itu, Lika memilih untuk mengabaikan mereka, dia kemudian melemparkan gawainya ke tempat tidur, lalu mengambil handuk untuk mandi. Dua puluh menit berlalu. Lika keluar dari kamar mandi, memakai hoodie berwarna biru, celana trening dan handuk yang dilingkarkan ke kepalanya. Lika menghela nafas, ketika tak sengaja menatap poster Jay di dinding. Dia baru sadar, setiap bagian kamarnya dipenuhi dengan Jay. Poster disetiap bagian dinding yang begitu besar, foto-foto kecil yang terpajang di meja, bahkan potret Jaypun terpampang disalah satu bantal dan selimutnya. "Gua beneran udah gila," gumam Lika lalu duduk sambil memeluk foto Jay, "Jadi Bucin emank gak mudah, walau udah disakitin pun masih gak mau nyerah." Lika merengut, lalu menyembunyikan foto Jay di dalam laci lemarinya, "Gua, Lika Miana. Gak bakal pernah nangis lagi!" ucapnya memberi motivasi pada dirinya sendiri, namun beberapa detik kemudian, dia mulai lesu lagi, dan merebahkan dirinya, "Hah, nasib Gua gini amat," ucapnya kemudian, lalu menendang-nendang selimut di kakinya. *** Pukul delapan malam. Jay mengetuk-ngetuk pintu rumah Lika beberapa kali. Beberapa menit kemudian, Lika keluar sambil tersenyum menatap Jay. "Kenapa hengponnya gak bisa dihubungi?" tanya Jay begitu Lika berdiri di depannya. "Oh, batrenya abis," jawab Lika singkat. "Kenapa gak dicas?" "Cas Aku rusak," Lika menaikkan topi hoodie-nya ke kepala. Lalu keluar dan mengunci pintu rumahnya, "Khun Jay mau bicara apa? ayo cepetan, Aku harus cepat-cepat pulang soalnya harus bangun pagi, besok banyak kerjaan di kantor," Lika berjalan melewati Jay, dan segera masuk ke mobil. "Kita pergi makan dulu. Kamu mau makan apa?" tanya Jay begitu dia duduk di mobilnya. "Sate madura aja, kalau gak mau makan di kaki lima. Banyak resto sate madura di mall," "Hm, ya udah. Kita makan di mall aja." Jay menancap mobilnya. Di perjalanan Lika hanya diam. Jay pun merasa canggung, dia tak pernah melihat Lika begitu diam seperti hari ini. Dua puluh lima menit kemudian, mereka tiba. Lika langsung turun begitu Jay memarkirkan mobilnya. Dia segera memasuki resto sate madura yang terletak di lantai satu mall tersebut. Jay yang ditinggal oleh Lika, terpaksa harus berlari kecil untuk mengejar Lika. Begitu tiba di dalam. Jay menatap Lika yang sejak tadi menghindarinya. Lika tersenyum beberapa kali. Namun, senyum tersebut tidak seperti biasanya. Senyum itu terlihat hambar dan tampak dipaksakan. "Kamu gak kenapa-napa?" Jay akhirnya buka suara. Lika hanya menatapnya sekilas, lalu dia beralih membaca menu makanan di depannya "Mas, satenya satu. Sama jus mangga ya. Khun mau apa?" tanya Lika kepada Jay. "Kamu gak mau nambah yang lain lagi? banyak cemilan di menu." "Gak, itu aja," Lika menaruh buku menu di atas meja. Lalu memainkan kotak tisu di depannya. "Aku pesan yang sama, Mas." Ucap Jay kepada peramusaji resto tersebut. Laki-laki jangkung itu segera mencatat pesanan Jay dan Lika lalu pergi untuk menyiapkan pesanan mereka. "Kamu belum jawab pertanyaan Aku. Kamu gak kenapa-napa?" tanya Jay lagi. "Gak, gak kenapa-napa, kok," Lika menjawab dengan nada rendah, dia masih tak melihat kearah Jay. "Trus kenapa sikapnya begitu?" "Begitu, gimana?" "Ya, sikap kamu aneh." "Biasa aja kok," Lika menatap Jay, lalu berdiri dari duduknya, "Aku ke toilet dulu." Lika kemudian berlalu, Jay menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Lika biasanya tak pernah bersikap acuh tak acuh seperti itu. Walau mereka bertengkar hebat sekalipun. Sementara itu di toilet. Lika mencuci wajahnya lalu menatap dirinya di cermin, "Jangan lemah. Kamu bisa Lika, kamu bisa!" *** Tiga puluh menit kemudian, mereka selesai makan. Lika memaksa Jay untuk mengantarnya pulang, dan membicarakan hal yang ingin disampaikan Jay di rumahnya saja. Jay yang awalnya berencana menuju ke atap gedung tempat mereka biasa bicara, akhirnya memutuskan untuk menuruti Lika. Disinilah mereka. Duduk di beranda rumah, selama hampir tiga puluh menit tanpa bicara sedikitpun. "Tiga puluh menit, kita disini ... tanpa suara. dan aku resah, harus menunggu lama, kata darimu" (Jamrud - Pelangi Di Matamu) Lika menyanyikan lagu itu di dalam hatinya. Alunan nada pelan yang menyentuh dari lagu itu serasa bermain di kepalanya. Kondisi mereka saat ini persis seperti lagu itu. Tak ada satupun yang memulai pembicaraan. Keduanya terdiam, tak ada interaksi sama sekali. Bahkan suara jangkrik terdengar sangat memekakkan di tengah kesunyian itu. Sementara itu, Jay berkali-kali merangkai kalimat dalam benaknya. Kalimat tersebut sudah siap untuk diucapkan, namun tak bisa keluar dari mulutnya. Jay akhirnya menghela nafas, dia harus bicara. Jika tidak, mereka akan terus seperti itu. Diam tanpa bisa mengatakan apapun. "Stalker ..." Jay memulai percakapan. "Hmm," Lika menunduk, dan bergumam dengan pelan. "Aku udah mikirin tentang hubungan kita," Jay menatap Lika. Lika masih menunduk, menyembunyikan wajahnya dari Jay, "Menurut Aku kita sebaiknya ..." "Menurut Aku kita sebaiknya putus aja." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD