Perkara Kamar

1100 Words
"Wuaaa!" Lika terlonjak kaget. Dia tak menyangka bahwa dia telah membuat orang pingsan, dan orang itu tak lain tak bukan adalah Jay. Lika menaruh tangannya ke hidung Jay dengan hati-hati. Memastikan bahwa Jay benar-benar pingsan, bukan on the way ke alam baka sana. Setelah merasakan nafas Jay, Lika menghela nafas lega. "Ya ampun, nih Sultan kenapa bisa ada disini? omegod! jangan-jangan ... si Khun ngikutin Gua? wadoh sekarang Khun Jay jadi stalker?" Lika berpikir sejenak. Namun, cepat-cepat dia menepis pikiran absurd-nya itu, "Ei ... gak mungkinlah, emank Khun Jay manusia apaan pake stalker-in Gua segala, tapi ... kenapa dia ada dimari?" Lika menyeret Jay dengan susah payah, lalu mengangkat Jay ke tempat tidur, "Wuanjir! berat banget ini anak Sultan. Berat duit atau berat dosa nih?" Lika terengah-engah, mengelap keringat yang membasahi dahinya. "Terus ... sekarang gua mesti gimana?" Lika menatap Jay lekat. Meski dalam keadaan pingsan, namun tak merubah wajah tampan Jay, yang seperti kisi-kisi surga tersebut, "Ya ampun, nih human makan LPG kali yak? gantengnya ngegas banget." Lika agak mendekat kearah Jay, kini jarak mereka hanya terpaut 35 cm saja, "Kalau di drama, saat-saat begini ini ..." Lika merasa telinganya menjadi panas, dan wajahnya seperti meruam. Dengan cepat dia segera berlari ke kulkas, meminum air dingin, lalu meletakkan botol air tersebut ke telinganya, "Wah! gak ada akhlak emang, dasar m***m, enyahlah kau dari pikiranku!" ocehnya seperti membaca mantra. Tiba-tiba terdengar nada dering, Lika terlonjak lalu melihat sekeliling. Setelah berputar-putar hampir keempat kalinya, Lika baru menyadari bahwa nada dering tersebut berasal dari saku stelan Jay. "Mon maap Khun Jay, colek dikit gak papa lah ya," ucap Lika, dengan hati-hati dia merogoh saku stelan Jay untuk mencari gawai tersebut, "Jangan salah pegang, please ... please, yap, ini dia." Begitu mendapat gawai Jay, Lika langsung menjawab panggilan telepon yang masuk. "Ha ..." "Tuan Jay, Tuan dimana? katanya mau ke kamar sebentar. Tapi Tuan gak balik-balik, Tuan Abdul udah pulang dari tadi, trus ini saya di kamar Tuan, tapi Tuan Gak ada, Tuan dimana sekarang?" Lika tertegun sejenak, suara ini sepertinya tidak asing. Yap, siapa lagi yang mengekori Jay kemana-mana jika bukan Mawes Sang Sekretaris yang berdedikasi tinggi. "Mawes? yo Mawesra what's up!" Lika tertawa kegirangan. Entah kenapa dia tiba-tiba senang mendengar suara Mawes. "Lah, ini siapa? Tuan Jay dimana?" Mawes kebingungan. "Wadoh, masa gak kenal? Gua Lika, Lika Miana. Calon kakak ipar kamu tuh, muehehehe," "T-tunggu dulu, kenapa Lu yang angkat? Lu lagi sama Tuan Jay," "Nah itu dia masalahnya, mending Lu datang kemari." "Kemana?" "Ke kamar Gua, Sri Hotel, kamar No. 9." "Lah, Gua juga di Sri hotel," "Beneran? ya udah, kamar No. 9, cepetan!" *** Tak sampai lima menit, Mawes sudah menekan bell kamar Lika. Lika langsung berlari membuka pintu. "Anjir, cepet bener. Pake jalur teleportasi?" "Teleportasi apanya, Gua dari kamar sana noh," Mawes menunjuk kamar yang tak jauh dari kamar Lika," Tuan Jay mana?" Lika mempersilahkan Mawes untuk masuk. Begitu melihat Jay yang terbaring di kasur dengan dahi yang agak benjol, Mawes langsung shock. "Woy, Lu apain Tuan Jay? kenapa bisa tergeletak tak berdaya begini?" "Idih bahasa Lu, tergilitik tik birdiyi. Dia pingsan tau, pingsan." "Ya kenapa bisa pingsan? Lu apain?" "I-itu, Gua gak sengaja mukul dia pake tong sampah kaleng. Abisnya dia sih maksa masuk kamar Gua. Gua kirain penjahat atau maling gitu." "Astagfirullah, geger otak dah bos Gua." Mawes mendekati Jay, lalu menepuk-nepuk pipi Jay, "Tuan, Tuan Jay ... bangun Tuan," Mawes menatap Lika yang berdiri sambil cengengesan, "Punya minyak angin gak Lu?" "Minyak angin?" Lika membongkar tasnya, "Nah, minyak kayu putih," Mawes kemudian mengambil beberapa tetes minyak tersebut, lalu diusapkan ke hidung Jay. Beberapa detik kemudian, Jay mulai bereaksi. Dia menggerakkan sedikit kelopak matanya, dan menggerakkan tangannya. "Khun Jay bangun!" teriak Lika histeris. "Tuan Jay, Tuan gak kenapa-napa? masih inget saya kan? gak amnesia kan?" Jay perlahan bangkit, dan meringis sambil memegangi kepalanya, "Sialan! kepala Gua kayak kejatuhan genteng. Siapa yang mukul kepala Gua!" Lika terlonjak, dengan cepat dia mengambil botol dingin dari dalam kulkas lalu menempelkan botol tersebut ke kepala Jay yang bengkak, "Khotot na kha khun, mai catnaa (maaf Khun, gak sengaja)," ucap Lika sambil nyengir. "S-Stalker? napa Lu ada dimari? Lu ngikutin Gua?!" "Mana ada ih, Khun Jay kok yang maksa masuk ke kamar aing," "Lu pikir Gua begok? ngapain Gua coba masuk ke kamar Elu? jelas-jelas ini kamar Gua." "Hng ... ini kamar akuh loh Khun, lihat nih aku punya kuncinya," "Lu ngelawak? ini kamar Gua!" "T-Tuan, harap bersabar, ini bener kamarnya si Lika," Mawes berusaha menenangkan. "Mana mungkin, lagian mana bisa dia sewa kamar di tempat mewah kayak gini! "Ye ... siapa bilang gak bisa. Emank gak bisa sih, ini Jamy yang bayar, hehehe," Lika cekikikan, "Tapi bener kok, ini kamar aku, liat nih No. 9," Lika menunjuk kunci kamarnya. "Kamar Gua juga No. 9!" Jay bersikeras. "Tuan, kamar Tuan No. 6," ucap Mawes sambil menghela nafas. Jay merogoh ke dalam saku jasnya, untuk mengambil kunci, "Nih, No. 9!" Mawes lalu memutar kunci di tangan Jay yang berbentuk kartu tersebut, "No. 6, Tuan, ini ..." Mawes lalu mengambil kunci Lika, "No. 9," Jay terdiam sejenak. Ternyata dia terbalik melihat angka di kuncinya. Pantas saja dia tak bisa masuk ke kamar Lika, "Hmm ... walau gitu, kenapa Lu pukul kepala Gua!" Jay berteriak. "Kan gak sengaja Khun, siapa suruh Khun gedor-gedor pintu kayak maling," "Lu mukul Gua pake apa?!" Mawes menggelengkan kepalanya ke arah Lika. Memberi kode agar Lika tak menjawab Jay. Jika Jay tahu dia dipukul dengan tong sampah. Bisa lebih runyam urusannya. "Gak pake yang aneh-aneh kok Khun, alatnya aman, steril pokoknya. Tenang aja," Lika bicara sambil memasang senyum yang dibuat-buat. "Khun, ayo kembali ke kamar. Saya bakal beli salep penghilang bengkak," ucap Mawes lalu membantu Jay berdiri. "Yah, jadi Khun jay balik ke kamar? Khun mau disini? disini aja gak papa, Aku ikhlas kok, berbagi kamar sama Khun Jay," ucap Lika sambil mengedip-ngedipkan matanya. "Gila Lu!" balas Jay, lalu pergi dengan kesal. "Dasar sinting!" ucap Mawes kemudian, lalu pergi mengikuti Jay. "Nah ini nih, perkara kamar, gua dibilang gila ama sinting, kan jadi gila beneran, huwa! Gua tergila-gila again ama Khun Jay, hoki banget njir, satu hotel ama Khun Jay. takdir baik banget, baiiik banget." *** Pukul 8 pagi, gawai Lika berbunyi. Melihat nama penelepon yang tertera, Lika langsung kelabakan. Hatinya terdugun-dugun tak karuan. Dengan satu helaan nafas dalam, Lika lalu mengangkat telepon tersebut. "Arun Sawad Khun Jay, sabai di mai kha," (Mat pagi khun Jay, gimana kabarnya), ucap Lika dengan nada centil khasnya. "Stalker. Siap-siap dalam 10 menit. Kita ke Selangor!" "What!" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD