Petir di siang bolong

1349 Words
Jay dan Lika akhirnya tiba di hotel setelah seharian berkeliling. Lika berlari-lari kecil sambil bersenandung memasuki hotel. Diikuti Jay yang tersenyum di belakangnya. "Khun langsung ke kamar?" ucap Lika kemudian. Sambil berjalan mundur menatap Jay. "Hm, Gua gerah, mau mandi." "Oh iya, Gua juga belum mandi dari tadi pagi," batin Lika. "Awas!" Lika hampir menabrak orang di belakangnya. Jay dengan cepat menarik Lika. Tangannya merangkul pinggang Lika, demi menahan Lika agar tidak terjatuh. Jay dan Lika terdiam sejenak. Mata mereka beradu. Entah bagaimana Jay seperti mendengar detak jantungnya sendiri. Begitu cepat dan tak terkendali. Setelah beberapa detik kesadaran mereka menghilang, buk! Jay melepas Lika begitu saja. Lika terduduk di lantai lalu meringis. "Akh! Khun ... sakit tau gak," Lika berdiri sambil menggosok-gosok bokongnya. "Salah siapa jalan gak lihat-lihat," "Kan aku ngeliat sih," "Ngeliat apa? tuh hampir aja nabrak orang." "Ngeliat Khun lah, masa ngeliat yang lain, hihihi," Lika cekikikan, lalu kembali menggosok bokongnya, "Au ... sakit," Jay menggelengkan kepkepala dan bergegas menuju lift. Lika berlari kecil mengikuti Jay. "Biar aku yang tekan liftnya!" Lika mendahului Jay lalu menekan tombol lift, "Silahkan say ... eh Khun Jay, hehehe," ucap Lika setelah pintu lift terbuka. Jay masuk ke lift diikuti Lika, dia kemudian menekan lantai 3, tempat dimana kamar mereka berada. Sesampainya di lantai 3 keduanya menuju kamar masing-masing. Begitu di depan pintu, keduanya serentak berhenti lalu saling pandang. "K-Khun ..." Lika memanggil dengan ragu. "Apaan?" "Ng ... hehehe gak kenapa-napa, ya udah masuk dah. Selamat istirahat yah Khun," Lika kemudian membuka pintu kamarnya, lalu memasuki kamar. "Stalker!" mendengar panggilan Jay, Lika terhenti lalu menjulurkan kepalanya menatap Jay dari balik pintu. "A-abis ini ... mau makan di restoran atas? masih jam 8 malam, kita bisa istirahat bentar jam 9 kita ke atas." "Khun yang bayar?" "Iya, Gua yang bayar." "Asik ... Okeh, jam 9 yah Khun," "Hm," Jay membuka pintunya lalu masuk ke kamarnya tanpa melihat lagi. Sementara Lika menutup pintu sambil berlonjak kegirangan. *** Pukul 9 malam, Jay dan Lika sudah berada di lantai 9 tempat dimana restoran hotel berada. Tempatnya begitu tenang, redupnya lampu dan pemandangan luar gedung yang indah menjadikan suasana sedikit romantis. Lika duduk sambil melipat tangannya di atas meja. Kali ini dia memakai hoodie berwarna pink. Warna yang tidak dia sukai. Tapi terpaksa dia pakai karena tak punya baju yang bersih lagi. Entah pengaruh siapa waktu itu, bisa-bisanya dia membeli hoodie berwarna pink ini. Rambut Lika tergerai indah separuh basah. Dia tak sempat mengeringkan rambutnya hingga benar-benar kering. Karena tak sabar untuk bertemu Jay. Di sisi lain, Jay mengenakan kemeja lengan pendek yang santai, berwarna cream dengan sedikit motif daun. Tak seperti biasanya, kini Jay membiarkan rambutnya menjulur menutupi dahinya. Poni tersebut membuatnya terlihat lebih imut dan terlihat lebih muda. "Wadoh, cakep banget ini laki Gua. Gimana caranya ya? biar Gua bisa fotoin dia. Kan kasian followers Gua gak bisa liat serbuk berlian makin mentereng," batin Lika sambil membuka mulutnya. "Lu ke KL ngapain? ada urusan apa?" suara Jay membuat Lika kaget. Dia hampir meneteskan air liurnya. Cepat-cepat dia memblokade mulutnya dengan tisu. "Aa ... aku kesini buat ngasih dokumen ke Bapaknya Jamy," ucap Lika kemudian setelah mengelap bibirnya. "Ngasih dokumen pake terbang segala? kan bisa kirim lewat email kek, dipaketin kek." "Gak bisa, kalau bisa sih ude dari kemaren-kemaren dikirim." "Kenapa gak bisa?" "Gak tau, hehehe Bapaknya Jamy agak aneh orangnya." "Trus kenapa Lu yang pergi, kenapa bukan dia." "Jamy gak bisa ketemu Bapaknya, kalau ketemu bisa baku hantam. Lagian kan syukur aku yang pergi." "Kenapa?" "Kan jadi bisa ketemu Khun disini." "Ah, bener juga," gumam Jay sambil mengangguk. "Trus Khun kenapa ke KL?" "Gak kenapa-napa cuman mau sibukin diri aja." "Jadi bukan kerjaan kantor? pantes gak kerekap di tabletnya Mawes," gumam Lika. "Apaan? kerekap apaan?" "Hehehe, gak kok. Gak papa." Jay diam, lalu meneguk minuman di depannya. Lika kemudian memasukkan sepotong besar kue coklat, hingga mulutnya menggembung. "Lu makan gimana sih, ada coklat tu di bibir Lu," ucap Jay setelah melihat bibir Lika yang belepotan. Lika kemudian mengelap bibirnya sembarangan, lalu mulai mengunyah lagi "Masih ada, di kiri tuh," ucap Jay lagi. "Hmm ... sini?" Lika kembali mengusap bibirnya, Jay menghela nafas lalu mengambil tisu. "Lu gak bisa bedain kanan ama kiri ya? disini nih," Jay mengelap sudut bibir Lika. kejadian sebelumnya terulang lagi. Mereka terdiam beberapa menit. Lika menatap Jay yang kini sangat dekat di hadapannya. "Anjir, ini kayak di drama-drama gak sih? bentar lagi ... a-adegan kissing?" Lika mengedip-ngedipkan matanya, "Wuaaa!" Jay terlonjak kaget, mendengar teriakan Lika, "Lu apa-apaan sih, ngagetin aja," "I-itu, anu ..." "Ho, pasti otak m***m Lu lagi traveling, kan?" "M-mana ada, ih Khun Jay, ngomongnya sembarangan. Wuaa!" "Wuaa!" Jay ikut menjerit, ketika mendengar Lika yang tiba-tiba menjerit untuk kedua kalinya, "Lu kenapa sih? gila ya?" "Sorry Khun, aing kaget. Ini tiba-tiba talipun bunyi," Lika mengambil gawai di kantung hoodie nya, lalu melihat siapa yang menelepon. "S-Siapa?" tanya Jay penasaran. "Oh, biasa ... Jamy, aku angkat dulu ya Khun ..." "Jamy?" Jay tiba-tiba berdiri, "jangan diangkat!" Jay tampak menunjukkan ekspresi aneh. "La, kenapa?" "Pokoknya jangan diangkat!" "Bentar aja kok Khun, palingan dia mau nanya hari ini ngapain aja. Trus kapan pulang. Bentar ya," Lika beranjak dari duduknya, lalu pergi ke pinggir untuk mengangkat telepon. Jay tampak kesal, lalu melempar serbet ke atas meja. "Nah, Khun udah se ... le ... sai ..." Lika melongo. Jay sudah tidak ada di tempatnya. Dia melihat kesana-kemari untuk mencari Jay. Namun, Jay tak terlihat, "Lah, kemana Khun Jay? ngilang aja kayak makhluk gaib." Lika kemudian mencari nama Jay di gawainya. Lalu, mulai menelepon. Namun, Jay tak mengangkat teleponnya sama sekali. "Apa udah balik ke kamar yak? ya udah turun aja deh," Lika kini berada di lantai tiga. Dia mondar-mandir hampir dua puluh menit di depan kamar Jay. Sesekali dia berhenti dan hendak menekan bel. Namun, setelah berpikir dia akhirnya mengurungkan niat, lalu mulai mondar-mandir lagi. Hal itu dia lakukan beberapa kali sambil menerka-nerka apa yang terjadi dengan Jay. "Salahnya dimana ya? tadi Gua makan coklat, trus mulut Gua belepotan. Ho, apa dia jijay liat mulut Gua belepotan?" Lika berpikir dengan serius, "Ah, kayaknya gak de. Biasanya Gua juga kalau makan belepotan," Lika kembali melangkan seperti setrika, "Apa dia kesel karena Gua bingung, mana kiri mana kanan?" Lika berhenti, "Ei ... gak mungkin, buktinya tadi dia ngelap bibir Gua. Pake adegan pandang-pandangan segala lagi. Tunggu-tunggu ... jangan-jangan dia marah ... karena Gua ngangkat telponnya Jamy?" Lika menatap pintu kamar Jay sambil terbelalak, "Kan tadi dia bilang jangan diangkat. Tapi ... kenapa dia marah? hek ... masa gara-gara cemburu? kenapa cemburu? masa sih? ih kayaknya gak mungkin dah, adoh begimane ini ..." Lika mengacak-acak rambutnya. Namun, beberapa detik kemudian, jantung Lika hampir saja lepas, karena tiba-tiba Jay membuka pintu kamarnya. "K-Khun Jay! t-ternyata bener di kamar. Ng ... Khun jay kenapa tadi turun duluan? telepon juga gak diangkat. Ada masalahkah?" tanya Lika dengan hati-hati. Namun, Jay tak bersuara. Dia diam sambil menatap lekat Lika. Membuat wanita itu menjadi gugup, "Hehehe, k-kalau gak mau jawab gak papa kok, a-aku ke kamar dulu ya," Lika hendak melarikan diri. Namun, tiba-tiba Jay menangkap tangannya, lalu membawa Lika masuk ke kamar. Lika kemudian duduk di tempat tidur, jantungnya berdegup kencang, keringat membasahi dahinya. Dia sangat gugup dan agak sedikit ketakutan. "K-Khun ... i-ni kenapa aku dibawa masuk? j-jangan bilang ..." Lika terbelalak, "Khun! yang waktu itu aku bilang kita satu kamar aja, Itu cuman bercanda kok, gak beneran!" Jay mendekat perlahan ke arah Lika. Lika mulai panik. Dia menjauhkan dirinya dari Jay, "Khun ... i-ini gak bener. Emank sih aku itu bucin banget ama Khun. Cinta banget, tapi ... kita belum sah loh. Mana boleh gini!" Jay makin mendekat, Lika mencondongkan dirinya ke belakang, agar wajahnya tak terlalu dekat dengan wajah Jay. Bagaikan petir di siang bolong. Lika benar-benar tak menduga hal ini bisa terjadi. Lika ingin kabur saja. Namun, dia bahkan tak bisa menggerakkan diri. Beberapa menit kemudian, tiba-tiba ... tak! kepala Lika dipukul oleh sesuatu. Jay menyeringai. Kini jantung Lika sepertinya benar-benar lepas dari tempatnya. "K-Khun Jay, k-kenapa ..." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD