Panggilan Sayang

1026 Words
"Jay ... kamu ngapain?" tampak Khun Thivat memperhatikan Jay dari belakang. Mendengar suara Ayahnya, Jay sontak menarik tangannya dari kepala Lika, "Gak ngapa-ngapain, Yah. Aku pergi dulu ya," bisik Jay kepada Lika. Lika mengangguk pelan. "Ka, yok balik ke kantor," ajak Jamy begitu keluar dari restoran, "Khun Thivat, kami permisi ya." "Baik, sampai jumpa di pembahasan selanjutnya." Jamy dan Khun Thivat berlaman. Jamy kemudian segera masuk ke mobilnya diikuti Lika yang diam-diam memberi salam selamat tinggal ke Jay. Jay membalas dengan cara melambaikan tangan, tanpa sepengetahuan Ayahnya. "Jam, nanti aku pulang cepet ya," pinta Lika begitu mobil mereka berjalan. "Kenapa, mau kenan?" tanya Jay cuek. "Idih. Gak gitu." "Trus, Jay mau jemput Lu pulang kerja?" "Kok tau sih, hayo Lu nguping ya?" "Udah ketebak kali," "Hehehe, tapi boleh kan Gua pulang cepet," "Selese-in kerjaan Lu dulu. Jangan maen ngeloyor aja." "Siap! aman pokoknya, beres." *** Pukul tiga sore. Semua pekerjaan Lika sudah beres. Dia cepat-cepat menghubungi Jay untuk menjemputnya. Tiga puluh menit kemudian, Jay sudah berada di depan kantor Lika, dan mereka mulai berangkat meninggalkan kantor. "Stalker, Lu suka film horor?" tanya Jay kemudian. "Suka! mau nonton ke bioskop?" tanya Lika antusias. "Hm," jawab Jay singkat. "Yes!" Jay tersenyum menatap Lika dari samping. Jay membaca di internet, bahwa salah satu kiat kencan yang bagus adalah menonton film horor. Ketika menonton, wanita akan ketakutan dan itu adalah kesempatan laki-laki untuk melindungi sang wanita, "Good idea," pikir Jay ketika membayangkan simulasi yang akan dia lakukan nanti, saat Lika ketakutan. Sesampainya di bioskop, Jay mulai memesan tiket. Sementara Lika sibuk memilih cemilan yang mau dibawanya ke dalam. Cemilan tersebut berupa Berondong jagung, ukuran jumbo, sosis bakar ukuran jumbo, burger, hotdog, dan dua buah minuman ukuran jumbo. Tangan Lika penuh dengan cemilan, dan itu membuatnya bahagia. Lika memasuki studio sambil melompat-lompat kecil. Jay terkekeh, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kamu mau nonton apa mau mukbang (makan berlebihan untuk kepentingan siaran langsung), sih?" "Apapun acaranya, pokoknya makanan itu wajib!" jawab Lika sambil mengacungkan jempolnya, "Nomer berapa tempat duduk kita, Khun?" "C-21 & 22," "Oh, berarti paling atas," Lika bergegas naik ke atas melewati beberapa penonton. "Hati-hati, awas kesandung," baru saja Jay selesai bicara, Lika sempoyongan dan hampir tumbang ke belakang. Beruntung Jay segera menahannya dengan tangan, "Udah dibilang, kan ..." "Hehe, maap. Gelap sih, kayak masa depan akuh, untung ada Cahaya Ilahi yang menerangi. Terimakasih Cahaya Ilahi," ucap Lika sambil membungkuk ke arah Jay. "Sempet-sempetnya, jalan cepetan!" Jay mendorong Lika, Lika naik lanjut jalan sambil cengengesan. Begitu film dimulai, Lika sudah menghabiskan satu buah hotdog-nya, dan satu buah sosis. Jay merasa ada yang tidak beres. Benar saja, begitu musik horor dimainkan, Jay memucat. Dia menggenggam lengan hoodie Lika, lalu menjerit saat hantu muncul di layar. "Khun ... takut ya?" tanya Lika sambil memasukkan segenggam berondong jagung ke mulutnya. "S-Siapa yang takut? Gua cuman kaget aja." "Oh, oke," Lika kembali fokus. Menatap layar sambil tak berhenti mengunyah. Jay menyipitkan matanya. Jelas sekali dia ketakutan. Seumur hidup, dia belum pernah menonton film horor. Setiap adegan seram muncul dia kaget dan menutup wajahnya. "Wua!" Jay terlonjak ketika layar menampilkan hantu wanita yang bergelantungan terbalik. Dia lalu memeluk lengan Lika, lalu menyembunyikan wajahnya di bahu Lika. Lika terkekeh, lalu menepuk-nepuk bahu Jay. "Sabar-sabar, bentar lagi selesai," ucapnya, lalu kembali memakan makanannya. "U-Udah hilang belum hantunya?" tanya Jay, masih menyembunyikan wajahnya di bahu Lika. "Belum, masih ada," jawab Lika, padahal dia berbohong. Dia ingin Jay tetap pada posisi itu. Menggenggam tangannya dan bersembunyi di bahunya, "Ya ampon. kiyut banget sih pacar Gua. Kan, jadi tambah cinta," batinnya sambil cekikikan dalam hati. Setelah dua jam ketakutan di dalam studio, akhirnya Jay keluar juga. Dia menarik nafas panjang, lalu mengusap dahinya, "Nonton film horor dimasukin dalam kiat kencan. Kiat apanya? siapa sih yang nulis tuh artikel. Mau Gua labrak!" Jay ngomel-ngomel tak karuan. Lika yang baru saja jeluar dari toilet. Berlari kecil mendekati Jay. "Khun Jay, masih sehat?" ucap Lika sambil tersenyum. "Lu kira Gua sakit?" "Wih, mulai. Pasti karena ketakutan di dalam ye?" goda Lika sambil menunjuk Jay. "Apaan sih," Jay menepis tangan Lika. Namun, tepisan tersebut berubah menjadi genggaman tangan yang hangat. Lika terpana. Jay baru kali ini Jay menggenggam tangannya. di tempat umum lagi. Lika tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Dia hampir saja berlonjak, jika tidak ditahan oleh Jay. "Kenapa sih, heboh banget," "Akhirnya kayak beneran pacaran. Nih, tetep dipegang yah tangan Aku. Gak boleh dilepasin." Jay tersenyum, lalu memasukkan tangan Lika ke kantong mantel wolnya yang hangat, "Jadi sekaranga kita kemana?" tanya Jay kemudian. Lika memeriksa jam tangannya, "Udah jam tujuh malam, saatnya ... makan malam!" "Oke, makan malam! yok jalan," Jay menirukan cara Lika berbicara. Lika cekikikan, lalu mereka berdua keluar dari bioskop untuk pergi ke restoran. *** Lika memasukkan berbagai macam makanan ke mulutnya. Jay bahkan belum memulai suapannya satupun karena terpana melihat cara makan Lika. "Kamu tadi makan banyak di bioskop masih lapar juga?" tanya Jay penasaran. "Gak kok, aku gak lapar," jawab Lika dengan mulutnya yang penuh. "Trus ... kenapa sekarang makannya kayak orang lapar?" "Ye, kan emank begini cara makan aku, hehehe." "Kamu gak lapar, tapi masih bisa makan sebanyak ini?" "Bukan masalah itu, jam tujuh alarm perut aku udah di stel. Jadi lapar gak lapar tetap aja kudu makan." "Bisa gitu?" "Ya bisalah, nih buktinya," Lika menunjuk dirinya sendiri dengan bangga. Jay hanya diam, lalu memasukkan sedikit makanan ke mulutnya. "Khun Jay, gak suka ya kalau aku makan banyak kayak gini?" "Suka-suka aja kok. Tapi nanti berpengaruh ke kesehatan gak sih? takutnya kenak penyakit loh makannya gak beraturan gini." "Ulululu, pacar akuh udah pintar perhatian yah," "Ih, apaan dah," Jay sedikit menyeringai lalu melanjutkan makannya. "Khun Jay, kok masih manggil aku Stalker, sih?" "Lah, emanknya kenapa?" "Kan kita udah pacaran, pake panggilan sayang donk, apa kek." Jay meletakkan sendoknya, lalu berpikir sejenak, "Panggilan sayang ... ya, itu Stalker." "Ih, masa panggilan sayangnya Stalker," "Kan cocok ama Kamu." "Panggil Yank kek, Beb kek, Cinta kek." "Idih, apaan dah, mau jadi anak alay?" "Kalau gitu aku manggil Khun Jay, Phi yah, oke." "Gak! jangan panggil Phi, panggil yang biasa aja." "Idih kenapa sih, kan Phi lebih bagus, masa manggil pacarnya Khun, sih?" "Pokoknya gak!" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD