Latihan Jalan

1541 Words
Lika duduk dengan tidak nyaman. Kakinya sedang diukur, dan dia merasa geli hingga dia terkekeh beberapa kali. "Eh dudul. Bisa diem gak sih?" Jamy yang dari tadi memperhatikan Lika merasa risih. "Geli tau. Udah selesai belom Mbak? hahaha geli nih," Lika menggerak-gerakkan kakinya. "Sudah, sekarang tinggal pilih model sepatunya," Pemilik butik sepatu tersebut memberikan beberapa katalog kepada Lika dan Jamy. Jamy memilih dengan serius, sementara Lika cemberut karena tak ada model yang disukainya. "Yang ini aja," Jamy menyodorkan sebuah gambar ke pemilik butik. Lika segera melihat pilihan Jamy. "Eh buset. Tinggi bener oy. Lu mau Gua tengkurap di atas panggung?" "Makanya Elu belajar jalan. Kan desain ama ukurannya sesuai kaki Lu, pasti lebih gampang makenya. Berapa tadi ukuran kaki dia?" tanya Jamy kepada wanita paruh baya dengan penampilan elegan di depannya. "20.8 cm Mas," ucap wanita itu sambil tersenyum. "Anjirun. 21 cm aja gak nyampe? pantes Lu jalan sering nabrak." "Sembarang Lu, kaki Gua emank gini, imut sama kek orangnya!" "Hilih. Ya udah Mbak. Pake yang ini aja. Tapi pilih bahan paling bagus, yang gak buat lecet. Trus yang nyaman ya? besok bisa selesai, kan?" "Besok ... tiga hari lagi gimana Mas? soalnya ini pesanan khusus banget." "Gak ada waktu lagi. Pokoknya besok harus selesai. Dia harus latihan jalan nih!" Jamy menatap Lika. "Woy, biasa aja donk lihatnya, biji mata Lu mau keluar tuh!" "Gimana Mbak, bisa kan? Aku kasih bayaran tinggi deh, kalau gak bisa aku cari tempat lain." "Bisa Mas! bisa, nanti pesanan Mas aku duluin deh. Yang lain diundur dulu." "Nah gitu donk, cakep. Ya udah, kami pergi, besok aku jemput ya. Yok ncel." Jamy mengambil jaketnya lalu segera keluar diikuti Lika di belakangnya. "Jam, emang Gua mesti ya ikutan begituan?" "Pan Elu sendiri yang setuju. Trus? Elu mau cuman Vina yang tampil?" "Y-Ya, gak sih. Tapi ... Gua ama Vina itu bedanya jauh banget, kayak langit ama bumi." "Jadi Lu nyerah? Gua sih gak masalah, yang bakal ditinggalin Jay Elu kok, bukan urusan Gua." "Gak mungkinlah, Khun Jay ninggalin Gua cuman gara-gara Vina lebih baik, dia gak secipik itu." "Cipik, cipik. Picik dodol! suka-suka Elu dah. Mau Gua batalin?" Lika berpikir sejenak, "Y-Ya udah de, Gua ikut. Tapi Gua gak yakin nih, kalo Gua demam panggung gimana?" "Demam panggung? Elu? Elu gak sadar betapa tidak tau malunya Elu selama ini? Inget gak Lu joged-joged di nikahan orang, saudara bukan, teman bukan." "Ye, itu kan kolega kita!" "Kolega sih kolega. Tapi Lu nyanyi sambil joged, ude suara fals, joged kek robot, gak ada lentur-lenturnya, gak ada malunya tuh Elu. Yang ada Gua yang malu!" "Ini beda gaize. Ini acara resmi. Panggungnya megah. Pake liputan media segala." "Jadi Lu mau apa Gak!?" "Mau! iye Gua ikut dah." "Nah gitu donk. Awas kalo Lu masih ngeluh lagi. Gua potong gaji Lu!" "Idih, apa hubungannya dengan gaji? woy!" Jamy sudah berjalan cepat meninggalkan Lika. Lika rerpaksa mengejar Jamy dengan kaki pendeknya. "Parah Lu, masa ancemannya gaji ... sih ..." Lika terdiam sejenak, "Lah hujan yak? parkiran jauh lagi, begimane nih?" "Ya gimana? lari donk ke tempat parkiran." "Ih, gak ah, Gua tunggu disini. Lu ambil mobil trus jemput Gua." "Heh! enak aja. Gua lari ke tempat parkir. Kalau Lu gak ikutan lari, Gua bakal tinggalin Lu disini." Jamy membuka jaketnya lalu memegangi jaket tersebut di atas kepala, untuk menghindari hujan. "Woy! kok jadi jahat gitu sih Lu," Melihat Jamy tidak mempedulikannya, Lika segera berlari dan berdiri di samping Jamy, "Tungguin!" Jamy menatap Lika yang berdiri di kirinya, dia menggeser jaketnya ke kanan, hingga Lika ikut bergeser merapatkan tubuhnya agar tidak terkena hujan. Jamy tersenyum, "Awas, kalau Lu larinya lamban, bakal Gua tinggal." "Ih, parah banget sih Lu!" Lika melingkarkan tangannya ke bahu Jamy. Jamy terdiam dan membatu selama beberapa detik, "Nungguin apalagi? yok cepetan jalan, makin lebat nih?" Jamy mengalihkan pandangannya, lalu berdehem, "Ok, siap-siap, satu, dua, tiga!" Mereka berdua akhirnya berlari, Jamy cekikikan ketika melihat Lika yang berusaha menyamai langkahnya. Jamy akhirnya melepaskan tangan kirinya dari Jaket. "Aaaa! Jamy siialan!" Lika memegangi jaket dengan tangan kirinya. Jamy lalu merangkul Lika lebih dekat sambil tersenyum. "Ih, kan tetap basah, Elu sih ngadi-ngadi pake lari segala!" omel Lika begitu mereka berada di dalam mobil. Lika mengelap wajahnya dengan tisu lalu menarik-narik hoodie yang lengket ke tubuhnya karena basah. Jamy mengusap wajahnya, lalu tertawa terbahak-bahak, "Lu belum mandi kan tadi pagi? nih biar sekalian mandi, hahaha." Lika menatap Jamy dengan kesal. Lalu kembali mengelap pakaian dan tangannya. Jamy, menghidupkan mobil lalu bersiap-siap untuk tancap gas. "Hadeh, hadeh. Si k*****t. Lap dulu muka Lu!" Lika mengambil beberapa lembar tisu. Lalu mengelap wajah Jamy. Jamy tertegun sejenak. Jantungnya mulai berdegup tak karuan. Beberapa menit kemudian, dia akhirnya menepis tangan Lika. "Apaan sih Lu, Lu pikir Gua anak kecil? jauh-jauh sana!" "Ye, kutu beras. Dibaik-baikin malah nyerocos." "Bodo. Cari bandrek yok, dingin bener." "Bandrek? dosis tinggi?" "Iye, dosis tinggi." "Asik, yok jalan!" "Dasar, soal perut aja cepet." Jamy menekan gas lalu menancap mobilnya. Hujan masih terus membasahi bumi. Membuat gersang menjadi lembab, dan panas menjadi kesejukan yang menyenangkan. *** "Phi Jay, gimana gaun Vin bagus gak?" Vina memamerkan gaun yang baru saja didapatnya dari Khun Thivat. Khun Thivat sengaja memberikan Vina gaun tersebut untuk dipakai saat tampil di acara perusahaan beberapa hari lagi. Jay tersenyum lalu mengangguk, "Iya, bagus. Semua pakaian bagus kok, kalau udah kamu yang make." "Ih, Phi bisa aja. By the way katanya pacar Phi juga ikut jadi model utama?" "Hm, dia mewakili perusahaan-nya." "Tapi kan ... dia ... pendek Phi." Jay menutup majalah yang sejak tadi dia baca, lalu tersenyum lembut kearah Vina, "Ini bukan soal visual Vin. Dia punya image yang pas untuk riasan itu." "Berarti, Vin nanti disandingin ama dia, donk!" "Kenapa? kamu gak suka sama Lika? Lika pacar Phi loh, emank dia agak aneh, tapi dia itu baik banget, kok." "V-Vin suka kok, asal Phi Jay suka, Vin juga bakal suka." Vina tersenyum, lalu duduk di samping Jay, sambil merangkulkan tangannya, "Phi, hari ini kan libur. Kita jalan-jalan yuk," "Phi lagi gak pengen keluar rumah. Kalau kamu mau pergi jalan-jalan, panggil Pak Pras aja," "Ih, kok gitu sih. Vin kan maunya sama Phi Jay." "Phi capek. Khotot na khrab," "Hm, mai bpen rai. Kalau gitu Phi istirahat aja. Vin bakal jalan-jalan sendiri." "Gak papa? kamu pergi sendiri?" "It's okay. Vina ganti baju dulu. Phi istirahat yang cukup na ..." "Na Nong, be careful na." Vina mengacungkan jempolnya lalu pergi untuk mengganti pakaian. Jay meletakkan majalah yang dia baca ke meja, dan berjalan menuju kamarnya. Jay mengutak-atik gawainya, memeriksa notifikasi dan akun dari Isteri Sahnya Khun Suppasit. Dia menyipitkan mata lalu menghela nafas berat. "Kok adminnya jarang update belakangan ini? apa lagi hiatus ya?" Jay melihat postingan di akun tersebut. Hampir dua minggu lamanya akun itu tidak meng-update foto baru. Bulan ini sepertinya akun tersebut jarang aktif. Padahal sebelumnya akun ini mengunggah foto hampir setiap hari. "Kok gak ada pemberitahuan kalau dia hiatus?" Jay kembali ke layar utama, lalu merebahkan dirinya, "Biarin dah, berarti dia gak nguntit Gua lagi kemana-mana." Jay kembali mentap gawainya, "Bicara soal penguntit ... Stalker apa kabar yak? kok dia gak ada hubungin gua beberapa hari ini? pacaran macam ava kek begini? berasa gak pacaran aja." Jay berpikir sejenak, "Hah, mungkin dia masih marah waktu Gua bentak dia terakhir kali? Gua kan gak sengaja ngebentak, kira-kira dia siap gak ya untuk penampilan perusahaan? apa Gua telpon aja ya?" Jay mencari kontak Lika di gawainya lalu bersiap menelepon. Setelah berdering sebanyak empat kali, akhirnya Lika mengangkat teleponnya. "Halo, Khun Jay," "Halo, kok manggil Aku Khun Jay, sih?" "Iya sayang, kenapa?" "Kamu kemana aja? kenapa gak hubungin Aku?" "Ho, lagi sibuk latihan jalan, Yank." "Latihan jalan? buat acara perusahaan?" "Iya, kata Jamy Aku gak boleh malu-maluin dia." "Woy Ncel, Lu ngapain lagi. Latihan lagi sana! geraknya lelet amat sih!" "Iye, iye. Bawel!" "Loh, itu suara Jamy?" "Iya, kan dibilang Aku lagi latihan." "Latihannya ama Jamy?" "Iya, emanknya sama siapa lagi?" "Kalian latihan dimana?" "Di rumah Aku." "A-Apa!" "Halo, Yank ... Sayang," Lika mengguncang-guncang gawainya. Suara Jay sudah tak terdengar, panggilannya tiba-tiba terputus. "Lu telponan ama si Jay, ya? bukannya latihan malah pacaran aja Lu, Liat tuh jalan Lu aja masih ngesot-ngesot begitu!" "Iye, ini kan lagi latihan!" Lika kembali memakai high heels-nya, lalu meringis, "Sakit banget nih kaki Gua. Besok lagi aja kenapa, sih?" "Gak ada waktu lagi! baru aja latihan setengah jam ude ngeluh." "Sakit nih!" "Makanya Lu kudu make terus. Jangan dibuka-buka. Cepetan jalan lagi!" "Beh, dasar Jamy, makhluk tidak berperasaan!" Lika berdiri dari duduknya dan mulai berjalan perlahan. "Ngapain Lu seret kaki Lu begitu! angkat-angkat!" Jamy memukul betis Lika dengan gulungan kertas di tangannya. "Aih, siialan!" Lika mengumpat lalu berdiri tegak dan mulai berjalan lagi. "Pandangan lurus ke depan. Napa bentukan Lu kayak kanebo kering begitu? yang lues dikit!" "Iye, cerewet!" Lika mengayunkan tangannya, lalu berjalan perlahan. "Oke, ke depan. Fokus, fokus. dikit lagi, senyum dikit. Muka Lu jangan kecut begitu! Oke, 5, 4, 3, 2, 1. putar!" Lika berputar, namun kakinya kehilangan keseimbangan. "Aaa!" Lika hampir jatuh, beruntung Jamy menangkap Lika dengan cepat. Jamy memegangi pinggang dan tangan Lika, mereka berdua sama-sama terkejut, dan saling bertatapan. "Kalian ... apa yang kalian lakuin!" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD