Makan malam

1070 Words
Jay termenung di tempat tidurnya. Dia mengalihkan pandangannya ke tong sampah yang terletak di samping lemari pakaian. Jay bangkit lalu berdiri menatap tong sampah tersebut. Tampak topi berwarna hitam yang dia buang beberapa minggu yang lalu masih tergeletak disana. Berdesakan diantara kertas-kertas dan sampah lainnya. Jay belum membuang isi tong sampah itu selama hampir tiga minggu, Jay tak pernah tergerak untuk membuangnya. Kamar Jay memang belum dibersihkan selama hampir tiga minggu ini. Asisten rumah tangga tak ada yang berani masuk ke kamar Jay, tanpa dia perintahkan. Perlahan Jay membungkuk lalu mengambil topi tersebut. Jay mengibas-ngibas topi itu, menaruhnya kembali ke atas meja, lalu menatapnya. Jay seperti orang linglung yang tak tau harus berbuat apa. Pandangannya kosong, dan dia sangat tak bersemangat. Jay mengambil gawainya lalu mencari nama Lika. Dia terus saja menatap nama tersebut. Merasa ragu, mau menghubungi atau tidak. Dalam keraguannya, tiba-tiba gawai Jay berbunyi. Jay terlonjak kaget, dan hampir menjatuhkan gawainya. "Hah ... Vina," Jay menghela nafas, lalu menjawab telepon masuk dari Vina tersebut. "Halo, Vin ..." "Phi Jay. Paman bilang, Phi hari ini gak masuk kantor. Kenapa?" "Oh, gak kenapa-napa kok. Phi cuman capek aja." "Phi gak sakit, kan?" "Gak kok. Phi cuman mau istirahat aja." "Kalau gitu Vin ke rumah Phi ya, biar Phi ada yang nemenin." "Phi gak papa kok. Gak perlu repot-repot kemari." "Tapi kan ..." "Phi tutup dulu ya, ada urusan bentar," Jay segera menutup teleponnya. Dia menghela nafas berat beberapa kali. Lalu kembali menatap nama Lika di gawainya. "Kenapa Gua jadi mikirin dia? apa Gua kirim pesan aja ya?" Jay dengan ragu mengetik pesan di gawainya. "Stalker ..." isi pesan tersebut. Jay menarik nafas dalam, lalu menekan tombol send. Jay menutup matanya, setelah beberapa menit, dia memeriksa pesannya Namun pesan tersebut tak terkirim. "Stalker, kamu lagi apa?" Jay menulis pesan lagi. Pesan keduanya pun tidak terkirim. Jay memutuskan untuk menelepon Lika. Namun, teleponnya juga sama sekali tak bisa tersambung. "Kok gak bisa ngirim pesan ama nelpon sih?" Jay mengulang panggilannya beberapa kali, "Anjirr! jangan-jangan ... nomer Gua diblokir!" Jay memeriksa pesannya sekali lagi, "Sialann benar-benar diblokir? berani-beraninya ..." Jay yang hampir meledak, tiba-tiba terdiam, dia akhirnya sadar diri. Bahwa sekarang Lika berhak menghapus dan memblokir segala sesuatu tentangnya, karena mereka sudah tak punya hubungan apa-apa. "Terserahlah, Gua juga sebenarnya gak ada perlu ama dia. Cuman mau iseng aja," ucap Jay kemudian. Dia melempar gawainya dengan kesal lalu merebahkan diri. Berusaha menghilangkan segala sesuatu tentang Lika dari kepalanya. *** "Jam ... ada telepon!" pekik Lika dari ruang kerja Jamy. Jamy yang baru saja tiba mengambil pesanannya dari lantai bawah, segera bergegas mendengar teriakan Lika. "Tereak yang alusan dikit bisa gak sih? suara Lu nembus kesemua lantai tuh," "Ye, kalau akus gak treak itu namanya, kan biar Lu denger, tuh ada telpon, ude dari tadi bunyi-bunyi mulu." Jamy mengambil gawainya, lalu mengangkat teleponnya. "Halo ..." Jawab Jamy sambil melempar kotak di tangannya kepada Lika. Lika menangkap kotak tersebut, lalu mengambil cutter untuk memeriksa apa isi di dalam kotak itu. "Tapi, semua gak ada masalah, kok. Distribusi dan penjualan lancar. Oh, ya udah kalau gitu, nanti malam Aku datang, ok. Selamat siang," Jamy menutup teleponnya, lalu duduk sambil menyilangkan tangannya. "Siapa? serius banget ngomongnya," tanya Lika penasaran. "Keppo Lu. Liatin tuh cutter, ntar kepotong jari, baru tau rasa." "Ini udah kebuka juga," Lika menaruh cutter ke atas meja, dan memeriksa isi kotak tersebut, "Wah! apaan nih?" Lika tampak antusias, ada tiga macam barang dari dalam kotak, Hand Body, Serum, Cream UV. "Skincare" sebutan komplitnya untuk semua barang-barang itu. "Jam! ini kan yang diiklanin di channel Thailand itu!" Lika memeriksa segel dan nomer keaslian produk, "Wih, ternyata asli!" "Ya, aslilah. Mana pernah Gua beli produk KW." "Untuk gua nih?" "Iye, Elu kan dari kemaren ngebet minta skincare dari Thailand. Padahl muka biasa aja, pake skincare segala." "Wah, Jamy sialann, tapi Khop khun na kha, ude dibeliin, muehehehe." "Jangan males lagi Lu kalo kerja," "Mana ada ih Gua males. Gua ngerjain apa aja yang Lu suruh kok." "Hilih mana ada, ude balik sana ke ruangan Lu. Kerjain laporan bulanan," "Iye, iye ... btw makasih again yes Jam, Tengkyu, khop chai na, gumawoong," Lika tersenyum ceria lalu berlari meninggalkan ruangan Jamy. "Hahaha, dibeliin gituan doank, die udah senang minta ampun, dasar," Jamy tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah Lika. *** Pukul lima sore, Lika sudah bersiap untuk pulang dari kantor. Dia membuka ruang kerja Jamy, lalu menjulurkan kepalanya dari balik pintu. "Jam, pulang yok," "Astagfirullah! Lu kebiasaan ya, gak ada suara tiba-tiba tuh kepala muncul aja dari pintu, ngagetin tau gak!" "Hehehe, sorry. Lu ngapain? anterin Gua pulang donk. Males nih naek ojek, lagi hemat duit," "Nih," Jay memberikan Lika selembar uang dua puluh ribuan, "Ongkos ojek Lu, pulang sana. Gua abis ini masih ada janji." Lika menghambur masuk, lalu segera mengantongi uang yang dikasih Jamy, "Anterin Gua donk bentar," "Lah, itu kan ude Gua kasi duit." "Ini untuk ongkos ojek besok pagi. Yuk anterin Gua," Jamy menghela nafas, lalu menutup berkas di depannya, "Ya udah, bentar." "Yes!" Lika mengepalkan tangan tanda kemenangan. "Tapi Lu ada janji ama siapa Jam?" tanya Lika lagi. "Adalah. Mau makan malam sama kolega, di rumahnya." "Wih, Gua ikut donk! pasti orang kaya, kan? pasti makanannya enak!" "Gak ada. Lu pulang aja, yok Gua anterin," "Gua juga pengen makan enak. Ajak Gua donk, janji Gua gak bakal masalah." "Gak bisa!" "Bisa! harus bisa," "Hah," Jamy menatap Lika lalu berpikir sejenak, "Oke ... Lu bisa ikut. Tapi, ada syaratnya." *** "Wah! suay maak (cantik banget), siapa ya ini?" Jamy bertepuk tangan begitu melihat Lika yang keluar dari salon, mengenakan gaun selutut, dengan dandanan simple yang lembut. "Jangan sok Thailand Thailand-an deh Lu, makan malam apa coba, maksa Gua dandan segala," "Ye, tadi kan Lu bilang oke ama syaratnya, asal Lu bisa makan enak," "Tapi kan ..." "Cantik banget sih, serius," Jamy mengedip-ngedipkan matanya kearah Lika. "Idih, apaan sih Lu," Lika memukul bahu Jamy. Jamy lalu tertawa terbahak-bahak. "Udah, yok berangkat," Jamy membuka mobil untuk Lika, mereka berkendara kurang lebih dua puluh lima menit. Melihat jalan yang mereka lalui, Lika mulai merasa aneh. Lika beberapa kali membuka kaca mobil untuk melihat lebih jelas. Lika mulai curiga. "Ah, gak mungkinlah, masa Jamy segila itu " batin Lika. Lika menarik nafas dalam, lalu menggangguk meyakinkan dirinya. Namun, makin lama kecurigaan Lika makin mengarah menjadi nyata. Jamny berhenti tepat di gerbang depan. Gerbang yang sangat dikenal Lika. Lika terbelalak kearah Jamy, "Jam! Lu beneran udah gilaa!!!!?" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD