Jangan ngurusin orang

1616 Words
"Jam! Lu beneran gila!?" Lika memukul bahu Jamy. "Augh, sakit! tangan Lu ringan banget yak," "Kenapa kita dimari? ini kan rumah Khun Jay!" "Lah, kan Gua bilang mau makan malam ama kolega." "Kenapa gak Lu bilang, kalau koleganya Khun Jay! Jamy ...!" "Bukan Jay kok yang ngundang. Khun Thivat yang minta Gua dateng," "Sama aja tulul!" "Makanya dari awal tuh nanya, jangan asal ngikut-ngikut aja," Jamy menekan klakson mobilnya, pagar rumah Jay terbuka. Jamy langsung melaju memasuki halaman rumah Jay dengan santainya, sementara Lika terlihat gelisah. "Yuk masuk," ajak Jamy. "Gua pulang aja dah, gak ikutan." "Idih, kenape? rugi donk, ude cantik gini juga," "Ho, jadi Lu sengaja suruh Gua dandan karena mau ke rumah Jay? biar Gua gak malu-maluin, gitu?" "Gak. Biar Jay tau betapa cantiknya Elu. Hehehe," "Ih, jijay anjiirr," *** "Khun, tamu Khun udah nyampe," Asisten Rumah Tangga yang memiliki tubuh agak berisi, dengan tinggi kurang lebih 160 cm tersebut mengabarkan. Khun Thivat tersenyum lalu segera menengadahkan kepalanya ke lantai atas, "Jay! turun, Jamy udah dateng!" panggil Khun Thivat, "Vin, panggilin Jay gih," ucap Khun Thivat kepada Vina yang duduk di meja makan. Vina berdiri lalu, menggeser kursinya. Namun, belum sempat dia bergerak, Jay sudah turun dengan ogah-ogahan dari lantai dua. "Ayah kenapa sih, paksa -paksa Aku makan malam bareng Jamy? males banget tau gak," Jay mengomel sambil melangkahkan kakinya turun dari tangga. "Biar kalian lebih akur. Ayah gak mau lagi liat kalian berantem kayak waktu itu." "Paman benar, Phi Jay ama Jamy harus lebih akrab. Kan kalian partner bisnis, ya kan Paman?" Vina tersenyum kearah Khun Thivat. "Tuh, dengerin kata Vina," Jay melengos mendengar perkataan Khun Thivat, dia lalu duduk di kursinya dengan enggan. Beberapa menit kemudian, Asisten Rumah Tangga mengarahkan Jamy ke ruang makan. Khun Thivat berdiri, lalu merentangkan tangannya, menyambut Jamy. "Jamy Baskara, Pemuda kebanggaanku," Khun Thivat memeluk Jamy. Jamy tersenyum, lalu beberapa detik kemudian, dia segera menjauhkan dirinya dari Khun Thivat. "Maaf Khun. Aku bawa teman, karena Aku gak biasa diundang khusus begini. Jadi biar gak canggung aja," "Gak papa kok. Mana teman kamu?" Jamy menoleh ke belakang, tampak Lika sedang menyembunyikan dirinya di balik tiang dengan amat sangat tidak rapi. Jamy lalu menghampiri Lika dan menarik tangannya. "Ini. Khun kenal dia, kan?" "Dia ... bukannya ..." "Iya, karyawan Aku. Lika Miana." Jay yang tadinya acuh tak acuh, segera berdiri dan berbalik ketika Jamy menyebutkan nama Lika. Jay terpana, dia tak pernah melihat Lika memakai gaun kasual, dan berdandan cantik seperti saat ini. "S-Stalker!" Jay tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Phi, kenapa ngeliatnya begitu banget? Duduk lagi de," Vina menarik tangan Jay. Jay tersadar lalu menggelengkan kepalanya. Dia langsung berbalik dan duduk dengan kaku. "Oh, ini karyawan kamu itu, Aku hampir gak kenal. Ya udah ayo kita mulai makan," Lika gugup saat duduk di kursinya. Dia berhadapan langsung dengan Jay yang berada tepat di depannya. Seperti Lika yang gugup, Jay juga ikut salah tingkah. Dia hampir saja menumpahkan air di depannya karena melihat Lika. "Apa kabar Jamy?" Vina menatap Jamy sambil tersenyum. "Baik," jawab Jamy singkat lalu membuang muka dari Vina. "Lika, udah lama ya gak jumpa. Kamu apa kabar?" tanya Vina lagi kepada Lika. "Gua baik-baik aja," jawab Lika lalu menatap Jamy, "Udah bisa makan, belom?" bisiknya ke telinga Jamy. Jay merasa panas dingin melihat interaksi antara Lika dan Jamy. Ingin sekali dia memisahkan mereka berdua dengan cara duduk di tengah-tengah mereka. "Sabar, jangan asal ngap aja. Tunggu disuruh dulu," Jamy balik berbisik. Lika menjauh dari Jamy lalu secara tak sengaja menatap Jay. Mata mereka bertemu sekitar tiga detik. Jay terbatuk seketika. Lalu memukul-mukul dadanya. "Phi Jay, Phi gak kenapa-napa?" "Uhuk! g-gak kenapa-napa," Jay menahan tangan Vina yang hendak menyentuhnya. "Ya sudah. Ayo kita mulai makan. Jay, kamu kalau gak enak badan, naik aja ke atas. Biar Bibi yang bawakan makanan kamu ke kamar." "Vin aja Paman. Phi yuk ke atas biar Vin bawa makanannya." "Aku gak apa-apa kok. Cuman batuk biasa aja," Vina yang tadinya berdiri, segera duduk kembali. Karena Jay menolak untuk naik ke atas. "Phi Jay kenapa sih? padahal tadi dia gak mau ikut makan malam, sekarang malah gak mau naik ke atas. Apa gara-gara Lika?" Vina menatap Lika tajam. Lika balas menatap Vina tak kalah tajam, dia masih mengingat kejadian saat dirinya terkurung di ruang janitor. Lika tak bisa melupaka bahwa Vinalah dalang dibalik semua itu. "Nih cewe, the real human wajah yeoppeo, akhlak eopseo (kata slang anak-anak milenial yang berarti ,manusia berwajah cantik, tapi gak ada akhlak)." "Jam. Banyakin makannya," ucap Khun Thivat kepada Jamy. Jamy tersenyum lalu melirik piring Lika yang masih kosong. "Lu mau makan apa dulu?" tanya Jamy kepada Lika. "Ambilin Gua cumi goreng Jam, tuh yang pake tepung," Lika menunjuk cumi goreng keemasan yang berada di depan Jamy. "Nih, makannya pelan-pelan," "Yes!" Lika menyantap cumi goreng tersebut dengan bahagia. Jay tak berhenti menatap Lika. Inilah wajah ikonik itu. Wajah bahagia setiap bertemu makanan enak. Walau dandanan Lika membuat wajahnya memiliki kesan berbeda, namun ekspresinya ketika mengunyah makanan masih tetap sama seperti dulu, tak berubah sama sekali. Vina memperhatikan Jay yang tak melepaskan pandangannya dari wajah Lika, "Phi Jay, mau aku ambilin apa?" tanya Vina kemudian, membuat Jay terlonjak kaget. "Gak papa, Vin. Phi ambil sendiri aja." Lika melirik Jay ketika Jay tak melihat kearahnya. Jiwa Bucinnya mulai menggebu-gebu lagi. Padahal jiwa yang tidak berfaedah itu sudah susah payah dia kubur, dia bahkan belum bisa membuka aku fansbase-nya karena ingin fokus memurnikan diri. Tapi melihat Jay dan mendengar suara Jay, membuat Lika hampir melemah. "Tenang Lika ... ingat, jangan terpengaruh, jangan terpengaruh," batinnya, memberi sugesti pada diri sendiri. Lika makan dengan lahap, dan cepat seperti biasa. Dia menyapu semua lauk di atas meja dengan pandangannya, lalu mengambil lauk tersebut satu persatu. "Jam, ambilin Gua udang goreng," bisik Lika kepada Jamy. Jay yang mendengar hal tersebut tanpa sadar mengambil udang dengan sumpitnya, lalu menaruh udang tersebut di piring Lika. Lika terdiam, begitu pula Jamy dan Vina. Jay berdehem, lalu kembali fokus pada piringnya. Dia mulai menyuapkan makanan satu persatu sambil melirik Lika. Lika menatap udang yang di taruh Jay di piringnya, lalu memakan udang tersebut dengan canggung. Jay tersenyum melihat hal itu, lalu melanjutkan makannya. *** Setelah selesai makan, Khun Thivat dan Jamy mengobrol di ruang tamu. Vina dan Jay duduk di ruang tengah, sementara Lika menyelesaikan misinya di toilet. Beberapa menit kemudian, Jay meninggalkan Vina lalu pergi ke beranda samping rumahnya. Dia menghirup nafas dalam beberapa kali, lalu kemudian mendesah. Desahan lelah akan tekanan dunia dan tekanan takdir. Lika yang baru saja keluar dari toilet, berlari kecil ke beranda tempat Jay berada, karena dia melihat bunga mawar berwarna merah yang mekar dengan indahnya. "Wah, cantik bener," Lika mendekat lalu mencium bunga tersebut. Jay yang berdiri di sisi lain beranda, terheran sekaligus tersenyum lembut saat melihat Lika. Wanita itu memang tak mudah peka. Dia tak tahu bahwa Jay sedang memperbaiki jadi jarak pandang lima meter. "Hmm, wangi lagi. Tanaman sultan emank bedan Kok bisa sih mawar segendut and secantik ini?" "Ya bisa aja, asal dirawat baik-baik." "Wuaaa!" Lika terlonjak. Begitu mendengar suara Jay dari belakangnya. Lika begitu kaget selaligus gugup melihat Jay yang kini berdiri hanya dengan jarak satu meter darinya. Lika menjauhkan dirinya dari Jay, lalu hendak pergi meninggalkan Jay. Namun, Jay menangkap tangan Lika, hingga wanita itu terhenti. "Mau kemana? bisa kita ngomong sebentar?" tanya Jay sambil menatap Lika lekat. Lika memejamkan matanya, lalu menarik tangannya dari genggaman Jay, "Gak ada yang perlu diomongin. Kalau mau ngomong soal kerjaan langsung ke Jamy aja," ucap Lika lalu melangkahkan kakinya. Jay kemudian menghadang Lika, dengan cara berdiri di depan Lika. Lika terdiam sejenak, dia berusaha untuk menghindari Jay, dengan cara memalingkan wajahnya ke samping, pandangannya pun berkeliaran kemana-mana. "Stalker ..." "Udah Aku bilang. Nama Aku Lika bukan Stalker." "Okhe khrab. Lika, sbai dii mai khrab? (kabar kamu baik?)." "Sbai dii (baik)." jawab Lika singkat. "Syukurlah," Jay tersenyum, matanya terus menatap Lika. Mengabsen Lika dari ujung rambut hingga kaki. "Kamu cocok pake baju ini," ucap Jay kemudian. "Udah kan? permisi Aku mau lewat." "Bentar! temenin aku disini bentar bisa? kamu suka mawarnya? kamu boleh bawa pulang." "Gak de, khop Khun kha, makasih!" Lika mendorong Jay, berusaha untuk masuk kembali ke dalam rumah. Namun, tetap bergeming. "Lu maunya apa sih! minggir, Gua mau masuk!" "Kamu selama ini ngerjain apa aja?" Jay bertanya lagi. Dia tak peduli pada Lika yang menatapnya dengan jengkel. "Ya ampon, jangan ngomong lembut kayak gini, ntar Gua bisa luluh," Lika menggelengkan kepalanya, "Lu ngerti bahasa Indonesia Gak! minggir Gua bilang!" "Aku cuman mau tau kabar kamu. Karena udah lama kita gak jumpa." "Urusan kabar Gua ama Lu apa sih? udah de jangan melabay," "Gua cuman penasaran ..." "Penasaran apa! Lu pikir abis putus dari Lu, Gua bakal lemah gitu? depresi, abis itu bunuh diri?" "Bukan gitu ..." "Jangan ngarep. Lu liat Gua kan? Gua baik-baik aja. Gua makan banyak, tidur cukup, Gua gak pernah sedih dikitpun!" "Aku gak ada pikiran begitu," "Bodo! minggir!" Lika mendorong Jay sekuat tenaga. Namun, tiba-tiba kaki Lika yang memakai sepatu jenis wedges tertekuk. Dia hampir jatuh bebas ke lantai, namun Jay menangkap Lika dengan cepat. "Kamu gak apa-apa!?" Jay sedikit panik, tangan kanannya menahan pinggang Lika dan tangan kiri bersda di punggung Lika. Lika kemudian berdiri, lalu mendorong Jay dengan kasar, "Gara-gara Elu nih, Gua hampir jatoh!" omel Lika. Vina yang dari tadi menunggu Jay di ruang tengah, kemudian menghampiri beranda samping karena mendengar keributan. Vina melihat Jay dan Lika disana. Hatinya terasa panas, sedikit bensin saja, maka api di hatinya akan berkobar. "Kalian lagi ngapain!?" tanya Vina dengan suaranya yang agak melengking. Melihat Vina, amarah Lika ikut tersulut, "Tuh, pacar Lu ude datang, urus sana! jangan sibuk ngurusin orang aja!" TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD