Dalang

977 Words
Pagi yang begitu cerah hari ini. Berbanding terbalik dengan perasaan Lika. Dia masih mengingat perkataan Jay tadi malam. Waktu. Laki-laki brengsekk yang tak bisa dibenci itu meminta Lika untuk memberinya waktu. Dia ingin berpikir lebih dalam tentang hubungan mereka. Dalam hal ini, Lika benar-benar merasa dirugikan. Jika Jay merasa mereka memang tidak bisa bersama, berarti Lika harus bersiap untuk kehilangan Jay. Bagaimanapun Lika tak bisa membantah. Dia masih ingat perkataannya kepada Jamy saat Jamy protes tentang hubungannya dengan Jay. Dengan santainya dia mengatakan, tak masalah jika Jay meninggalkannya, yang penting sudah mendapat predikat sebagai "Mantan pacarnya Khun Suppasit". Wanita yang mengabdikan hidupnya dengan ngebucin tanpa pernah pacaran itu tidak tahu, betapa sakitnya kehilangan seseorang saat lagi sayang-sayangnya. Kini Lika hanya pasrah. Bagaimana dia bisa mempertahankan Jay? dari awal dia hanya sekedar fans yang beruntung. Lalu, soal Vina. Dia ingin mengumpati gadis itu, tapi dia tak memiliki kelebihan apapun dibanding Vina. Gadis itu masih muda darinya, sangat cantik, dari keluarga kaya dan sangat elegan. Lika hanya seonggok kentang di depan bongkahan berlian jika sudah berdiri di depan Vina. "Jadi Gua tinggal nunggu di eksekusi?" gumam Lika sambil menggeser layar gawainya. Menatap foto di akunnya satu persatu. Begitu banyak pesan masuk dan komen yang ada difoto yang menanyakan keberadaan Lika. Yah, beberapa minggu ini dia memang belum ada mengunggah foto sama sekali. Para followers-nya memiliki banyak pemikiran. Ada yang khawatir dengan menanyakan keadaannya, ada juga yang terus menyerbu Lika untuk segera update. Lika sedang tak punya semangat untuk mengunggah apapun. Followers-nya dibuat bingung. Bahkan event penting seperti make over show tempo hari saja tidak diunggah Lika. Dia juga tak menanggapi pertanyaan tentang artikel Jay dan Vina. Padahal biasanya dia lebih cepat dari media manapun. "Hah, gimana mau update foto. Guanya aja kekurung di gudang." Lika menghela nafas, "Gimana mau tanggepin soal Khun Jay ama Vina? sementara Gua pacar yang gak dianggap," Lika tampak lesu, dia berbaring lalu menyamankan dirinya, dan tertidur di sofa. Beberapa menit kemudian, Jamy yang baru saja tiba di kantor, kaget mendapati Lika yang sudah berada di ruangannya. Jamy memeriksa jam jangannya, memastikan bahwa dia tak terlambat masuk kantor. Benar saja, masih jam delapan pagi. Artinya Lika sudah berada di kantornya sebelum jam itu, atau ... saat subuh?. "Ncel!" Jamy menepuk-nepuk pipi Lika. Lika menggeliat, lalu menyingkirkan tangan Jamy dari wajahnya, dia kemudian berpindah posisi dari terlentang menjadi menyamping. "Lu ngapain disini"? tanya Jamy lagi. "Cuman di ruangan Lu yang ada sofanya. Makanya ruangan Gua kasih sofa juga donk," ucap Lika dengan suaranya yang tidak jelas. "Maksud Gua Lu pagi-pagi udah disini? dari jam berapa Lu dateng?" "Gak tau. Masih gelap pokoknya." "Lu emank sengaja tidur di kantor? anjiir Lu gak punya rumah?" "Gua gak bisa tidur di rumah, banyak poster Khun Jay dimana-mana. Udah ah! berisik banget, biarin Gua tidur lima belas menit lagi. Okhe?" "Beh ni cewe." Jamy tak bisa berbuat apa-apa. Dia memang tak bisa membantah Lika, dia akhirnya membiarkan Lika tidur di sofa. Sementara dia segera menuju mejanya untuk mengurus beberapa berkas. Dua puluh lima menit kemudian, Jamy telah selesai memeriksa dan menandatangi beberapa berkas di mejanya. Lika masih tertidur pulas, Jamy mendekat lalu menyelimuti Lika dengan mantel panjang miliknya. Beberapa kemudian, Jamy mendapatkan sebuah pesan. Dia memeriksa gawainya, setelah membaca pesan tersebut, dia menatap Lika lekat. Lalu beranjak meninggalkan ruangannya. *** Hampir empat puluh menit kemudian, Jamy tiba disebuah rumah sakit kepolisian. Dia langsung menuju laboratorium medik tempat temannya bekerja. Raya, teman Jamy tersebut biasa menerima kasus yang berat. Kadang dia mengatopsi mayat. Mencari penyebab kematian, dan meneliti zat-zat yang mustahil ditemukan dengan mata telanjangg. "Jadi, udah ketemu zatnya?" ucap Jamy begitu memasuki pintu. Raya tersenyum lalu melepaskan kacamatanya, " Hei Bung. Setidaknya duduk dan nafas dulu," ucap Raya sambil menggelengkan kepalanya. Jamy menghela nafas lalu duduk di depan Raya. Raya memberikan s**u kotak kepada Jamy, "Minum?" ucapnya lagi. "Lu habis ngebelah mayat?" tanya Jamy ragu-ragu setelah melihat s**u kotak di depannya. "Kok tau?" Jamy lalu menyingkirkan s**u kotak itu ke pinggir, "Kenapa sih tiap belah mayat Lu selalu minum s**u kotak? jadi merinding Gua liatnya!" Jamy bergidik, lalu menggosok-gosok bahunya dengan kedua tangan. "Kan udah kebiasaan." "Jadi gimana? masalah gaun," "Jam, Jam. Mesti ya, Lu ngerepotin Gua yang sibuk ini cuman buat masalah itu doank." "Kan cuman masalah ringan, bagi Lu ini cuman seujung kuku, kan? apa salahnya sih bantuin temen." "Hmm, emank Lu gak tau? itu obat bius cair dicampur alkohol bening, ada beberapa zat asam juga sih," "Nah! ternyata itu bau alkohol. Anjir kok Gua bisa lupa." "Jadi sifatnya sama kayak kloroform." "Kloroform? yang di tipi-tipi? yang kalau taruh di sapu tangan terus deketin ke idung bisa buat pingsan?" "Nah, itu tau. Ngapain nanyain ke Gua segala?" "Emanknya hirup itu bisa pingsan? kan gak langsung ke idung," "Gak juga sih, karena gak langsung dihirup hidung, dia nempel di baju, palingan bisa jadi linglung, trus ..." "Kalau Lika yang hirup pasti pingsan. Dia gak bisa nyium bau alkohol. Makanya dia bersihin luka selalu pakai air hangat." "Oh, jadi ini masalah Lika? Lu masih jadi tukang jaga gerbang?" "Apaan sih Lu!" "Nah iya kan, dari dulu emank gitu. Lu cuman berdiri di depan gerbang, gak berani masuk, tapi gak mau pergi juga. Kalau Lu emank beneran cinta ama dia, masuk donk. Terobos gerbangnya, and langsung ngomong keorangnya. Masa Jamy yang bisa lakuin apa aja, bertahun-tahun gak bisa nyatain cinta sih?" "Gua gak mau dia jadi gak nyaman. Lagian dia ngebucinin orang lain." "Aduh Jam ... Jam, Lu emank gak berubah. Pesimis banget sih," "Kebiasaan manusia emank susah berubah, ya udah Gua cabut dulu, thanks ya." "Lu mau kemana?" "Jadi detektif dadakan. Mencari dalang untuk kasus ini. Jamy segera berlalu meninggalkan Raya. Raya mengambil s**u kotaknya, lalu mulai minum sambil berpikir. "Aih, Jamy itu gak bodoh. Tapi kenapa masalah cinta dia jadi bodoh gini sih? au ah. Mending belah mayat lagi." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD