Waktu

1057 Words
Lika sangat kesal. Dia berkali-kali menelepon Jay. Namun, Jay tak mengangkat teleponnya. Lika melemparkan bantal dan gulingnya, serta mengacak-acak seprai dan selimutnya karena dia sangat marah. Kali ini hatinya benar-benar merasa sakit. Jay bahkan tak memperhatikannya saat dia hampir celaka di ruang Janitor, dan kini ada artikel tentang kemungkinan hubungannya dengan Vina. Lika sangat geram, dia lalu memeriksa kembali gawainya. Jay masih tak memberi respon apapun. Lika akhirnya mengambil sepatu kets dan memakainya. Dia menaikkan topi hoodie nya ke atas kepala. Lalu bergegas pergi keluar, dengan terpincang-pincang. "Ini gak bisa dibiarin. Khun Jay! dasar cowo gak punya perasaan!" Ting-tong, ting-tong. Lika menekan bel rumah Jay beberapa kali. Setelah tiga puluh lima menit perjalanannya yang penuh rintangan. Akhirnya Lika berdiri di depan pagar rumah Jay, hanya untuk mendapatkan pengabaian yang lain. Tak ada satu orangpun yang membuka pagar. Padahal Lika susah payah datang dengan hatinya yang geram. Lika bahkan berganti ojek dua kali. Karena ojek yang pertama tiba-tiba mengalami kempes ban saat baru setengah jalan membawa Lika. Ojek yang keduapun tak kalah berat cobaannya. Mereka hampir saja terjungkang ke aspal. Untuk menghindari raja jalanan yang menghidupkan lampu penanda sebelah namun di malah berbelok ke kanan. Beruntung "Kang Ojek" yang membawa Lika memiliki skill tingkat dewa saat mengemudi. Hingga mereka bisa melewati rintangan itu, walau jantung Lika hampir copot karena kaget. Hampir lima belas menit Lika berdiri di depan pagar. Bahkan asisten rumah tanggapun tidak keluar. Lika berjongkok, menyandarkan dirinya ke pagar besi yang dingin, dan memeriksa gawainya. "Kemana sih ni orang?" Lika mulai menghubungi Jay lagi. Beberapa menit kemudian, tampak Juwita, mobil kesayangan Pak Pras berhenti di depan Lika. Lika berjinjit untuk memeriksa siapa orang di dalam mobil tersebut. Saat itu dari bangku pengemudi, Jay turun dan menatap Lika, sambil menghela nafasnya. "Ngapain Lu disini?" tanya Jay yang masih berdiri di samping mobil. "Aku mau bicara!" ucap Lika. Raut wajahnya tidak seperti biasa. Tak ada lagi senyum ceria yang menghiasi wajah bulatnya, yang kini berubah sedikit oval karena tekanan batin. Tak ada juga lambaian tangan atau lompatan khas yang selalu dia gunakan. Hari ini dia harus marah pada Jay. Harus pokoknya. Jay kembali masuk ke dalam mobil, Lika segera membuka pintu dan duduk di sebelah Jay. Jay lalu menjalankan mobilnya dan kearah utara menuju gedung tinggi tempat dia dan Lika melihat bintang hampir tujuh bulan yang lalu. Di dalam mobil baik Lika maupun Jay, tak ada satupun yang buka suara. Mereka hanya diam, memperhatikan jalanan yang masih ramai, karena baru pukul sembilan malam. Bahkan mereka tak melihat satu sama lain. Tiga puluh menit kemudian, Jay memarkir mobilnya. Tanpa basa-basi dia lalu keluar dan menuju ke dalam gedung. Lika mengikuti di belakangnya. Beberapa menit kemudian mereka akhirnya tiba di atap gedung. Jay menghela nafas, lalu menatap langit yang gelap tanpa adanya bintang-bintang. "Mau ngomong apa?" tanya Jay begitu Lika berdiri di sampingnya. "Kamu udah baca artikel yang terbit hari ini?" "Tentang Aku ama Vina? itu cuman gosip. Gak perlu dipermasalahkan." "Iya, dan gosip itu heboh banget. Sampe Aku jadi sakit hati." Lika menatap Jay tajam, Jay mengalihkan pandangannya dari langit lalu ikut menatap Lika. "Trus Aku harus gimana?" "Khun Jay! Kamu gak ngerasa selama ada Vina kamu itu berubah jadi cowo buaya yang nyebelin?" "Udah Gua bilang, kan. Vina itu sahabat sekaligus Sepupu Gua." "Trus kalau dia sahabat ama sepupu Lu, Lu bebas nempel-nempel ke dia!? Lu gak peduliin perasaan Gua sama sekali!?" Lika meninggikan suaranya. Baru kali ini Jay mendengar Lika berbicara dengan nada seperti itu, dan baru kali pula Lika bicara padanya dengan sebutan "Elu" "Gua". "Kenapa Lu jadi ngamuk gini?" "Gua gak pengen berantem ama Lu ya. Tapi Lu udah keterlaluan. Di gedung acara tadi siang contohnya, jelas-jelas Gua shock karena gak tau Gua diculik ato diapain, tapi Lu lebih perhatiin Vina!" "Lu kan udah diperhatiin Jamy," "Khun Jay!" Lika menjambak rambutnya sendiri, lalu berjongkok dengan kesal. Jay menyandarkan dirinya ke tembok pembatas, lalu menundukkan kepalanya, "Jadi Gua lebih perhatiin Vina dari pada Elu ya?" Pertanyaan Jay membuat Lika terperangah. Dia tak menyangka bahwa Jay bisa menjadi sebrengsekk ini. "Padahal Gua udah latihan keras, kaki Gua bengkak, gara-gara make separu siialan yang bukan gaya Gua sama sekali agar Gak buat Lu malu. Tapi ... Lu bahkan gak peduliin Gua sama sekali." Lika menyembunyikan wajah dikedua lututnya. Dia hampir saja menangis. Namun, dia menahan air matanya agar tak terlihat lemah. Jay perlahan ikut berjongkok sambil masih menyandarkan punggungnya. Ditatapnya Lika yang sedang berusaha untuk menyembunyikan dirinya diantara kedua lutut itu. Jay bahkan tak tau harus bersikap bagaimana. Sebenarnya sepanjang sore hingga malam, Jay berkeliaran tanpa tujuan. Dia berpikir dan terus berpikir tentang hubungannya saat ini. Dia kebingungan sepanjang hari, bahkan sampai detik dia melihat Lika pun dia tak mengerti dengan perasaannya. Dia ingin melepaskan Lika, namun di sisi lain hatinya keberatan. Sisi lainnya lagi mengatakan bahwa dia masih mencintai Vina, namun sebagian lainnya membantah perasaan itu. "Stalker, menurut Lu ... Gua harus gimana?" Jay menatap Lika. Lika mengangkat kepalanya, menatap Jay dengan matanya yang memerah, "Jay Suppasit Methanan. Jujur ama Gua. Senyum terindah nomer satu yang pernah Lu bilang, apa senyum itu milik Vina?" Jay menunduk mendengar pertanyaan Lika. Lika menyeringai lalu menghela nafas tak percaya, "Oh bener juga. Cuman dia yang manggil dengan sebutan "Phi" padahal Gua dilarang. Gua kira "Phi" itu hanya khusus untuk keluarga, tapi ternyata ... wah! gini amat nasib Gua, hahaha, Lucu gak sih? hahaha ..." Lika tertawa dengan berat, sebulir air mata menetes di pipinya. Namun dia langsung menghapus air mata itu. "Sejujurnya, Gua ragu sejak Vina ada disini. Kasih Gua waktu, Gua bakal beresin semuanya." Lika berdiri sambil menyeringai, "Yah, Sultan mah bebas! Gua apalah, cuman butiran detejen yang kena air langsung ngilang." "Stalker ..." "Nama Gua Lika! berhenti manggil Gua Stalker! Gua gak mau jadi Stalker Elu lagi!" Lika hendak beranjak. Namun, Jay menahan tangannya, "Lu mau kemana?" "Eh, Lu ngerti Gua sakit hati gak sih? G-Gua ... hiks, Gua itu cinta banget ama Elu. Tapi kenapa Lu giniin Gua ... hiks," Lika akhirnya menangis. Jay menarik Lika lalu menyembunyikan Lika ke dalam pelukannya, "Maafin Gua. Kalo Lu gak bikin masalah Gua juga gak bakal marah sampe ngebentak Elu." "Bukan, masalah marah! tapi Lu itu gak adil. Lu lebih mentingin orang lain dari pacar Lu sendiri, yang pacar Elu itu, Gua! bukan Vina!" "Gua tahu Gua salah. Maafin Gua. Kasih Gua waktu." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD