Mengharap Hujan Dari Langit, Air di Tempayan Ditumpahkan

1252 Words
Jay duduk merenung di kursinya. Sesekali dia menghela nafas, lalu merebahkan kepalanya ke meja. Jay masih belum bersikap tegas tentang perasaannya. Dia masih berpikir dan terus berpikir dan akhirnya membuat dirinya frustasi. Tok-tok-tok, "Tuan boleh saya masuk?" Mawes membuka dan berdiri di ambang pintu, Jay menggerakkan tangannya pertanda Mawes diizinkan masuk. Mawes melangkah mendekati Jay, lalu memeriksa tablet di tangannya. "Batalin semua janji hari ini," ucap Jay masih merebahkan kepalanya ke meja. Mawes terdiam sejenak. Namun, melihat Jay yang tidak bersemangat, dia langsung mengunci tabletnya, dan tak melanjutkan tugasnya membaca jadwal. "Tuan, ada berita baru," ucap Mawes kemudian, berniat menghibur Jay. "Apa?" "sepertinya Tuan tak perlu khawatir tentang akun Isteri Sahnya Khun Suppasit. Beberapa minggu ini dia tak pernah mengunggah foto lagi. Acara penting pun gak ada diunggah. Mungkin dia sudah insaf," Mawes tersenyum lalu dengan cepat merubah ekspresinya karena Jay bahkan tak melihatnya. "Hm, bagus. Ya udah pergi," Jay mengusir Mawes dengan isyarat tangan. Mawes membungkuk sejenak, lalu segera keluar meninggalkan Jay yang seperti orang mabuk. Sesampainya di luar, Mawes langsung mengambil gawainya, dan membuka ruang obrolan "Avengers Salah Gaul". Mawes : "Man teman, Tuan Jay kayaknya lagi stres." Ijul : "Halah, dia stres karena kelakuan dia sendiri. Jadi cowo kok plin plan." Mawes : "Lu kenapa sih Jul? sensi banget ama Tuan Jay," Pak Pras : "Ijul sedang menjungjung solidaritas antar perempuan Wes. Kalian pada dimana? ngumpul di kantin yok," Mawes : "Gak bisa Pak, lagi beresin kerjaan Tuan Jay Nih," Ijul : "Gua mau keluar." Mawes : "Keluar kemana Lu?" Ijul : "Keppo banget seh. Suka-suka Gua mau kemana, bye bye ye." Mawes : "Idih, die kabur, ya udah bye bye ye Pak Pras," Pak Pras : "Kan ujung-ujungnya Gua ditinggalin. Gua hapus juga dah ini Grup. Ngeselin banget." *** "Mau cari siapa Mbak?" tanya resepsionis kepada Juliana begitu dia memasuki gedung JJ Kosmetik. Ijul planga-plongo beberapa kali. Lalu kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya, "Ternyata JJ Kosmetik gak kalah keren dari Methnan Group. Gede banget lagi," gumamnya. "Mbak?" "Oh iya, Gua mau ketemu Lika." "Lika? Sekretarisnya Pak Jamy?" "Nah itu die. Ho, ternyata posisi dia sekretaris?" "Gak juga sih Mbak, dia juga kadang jadi Kang fotokopi, kang desain, kang hitung-hitung uang. Intinya dia kerja sesuka dia disini, pernah juga jadi kang parkir, hehehe," Resepsionis itu tersenyum. Ijul menyadari betapa santainya kantor ini, berbanding terbalik dengan Methanan Group yang segalanya serba kaku dan sangat ketat dengan karyawan. "Jadi Gua bisa temuin dia?" "Bisa, bentar ya Mbak, Saya telp dulu." "Gak perlu buat janji dulu?" "Gak perlu, kalo Mbak Lika mah, orang paling bebas disini. Nih perusahaan ude kayak punya dia. Jadi dia bebas nemuin siapa aja sih, asal dia mau." Resepsionis tersebut segera menelepon Lika melalui intercom. Ijul tersenyum dan kagum akan posisi Lika di perusahaan ini. Ternyata dia bukan staf biasa. "Mbak Lika, ada yang nyari, mau ketemu gak?" tanya resepsionis kepada Lika. "Bentar Mbak aku tanya dulu. Mbak e namanya siapa?" Resepsionis tersebut melihat Ijul. "Bilang aja Ijul, dari kantor Khun Jay," jawab Ijul kemudian. "Ijul Mbak, dari kantor Khun Jay katanya. Oh, oke Mbak. Beres." Resepsionis tersebut menutup teleponnya, "Pak e! sini," panggil Resepsionis kepada security muda yang duduk di pintu depan. "Kenapa Mbak?" tanya security dengan tinggi hampir 180 cm tersebut. "Anterin Mbak ini ke ruang Pak Jamy." "Loh, kok ruang Jamy, Gua kan mau ketemu Lika," Ijul protes. "Emank gitu Mbak. Mbak Lika sering make ruang Pak Jamy kalo ketemu orang, soalnya dia gak suka di ruang meeting, terlalu dingin katanya. Trus kalo di ruangan dia mah gak ada sofa. Jadi karena ruangan Pak Jamy ada sofanya dia bawa deh semua tamunya ke ruang Pak Jamy." "Walau Jamy ada di ruangan?" "Ho oh. Pak Jamy mana bisa ngelarang Mbak Lika, hehehe." "Wih keren juga si Anak TK. Kenapa gak sama Jamy aja sih? pokoknya kapal Gua harus berlayar. Oke Pak, yok anterin Gua ketemu Lika!" ucap Ijul bersemangat. "I-Iya Mbak. Silahkan," Security tersebut menunjukkan jalan untuk Ijul. Lima menit kemudian, akhirnya Ijul tiba di ruangan Jamy. Tampak Lika sudah berada disana sambil mengunyah kuaci. Kulit kuacinya berserakan kemana-mana. "Ijul! sini, sini masuk," ajak Lika begitu melihat Ijul di pintu. Ijul masuk lalu duduk di depan Lika. "Tuan Jamy mana? kok Lu sendirian?" tanya Ijul kemudian. "Ngapain manggil dia Tuan, sih? Panggil aja Jamy, elah gak enak bener Gua dengernya." "Iye maksud Gua Jamy kemana?" "Gak tau tuh. Ude pergi dari pagi, gak balik-balik." "Ya ampon Lu makan kuaci ude barapa banyak ini! hampir seember kayaknya." "Gua, lagi stres. Makanya ngemil kuacai biar stres Gua ilang." "Stres kenapa?" "Khun Jay ..." Lika terdiam, "Mmm ... gak, gak kenapa-napa kok," ucapnya lagi lalu menyodorkan kuaci kepada Ijul, "Mau?" "Gak, Lu makan aja sendiri." "Ngapain Lu kesini? tumben." "Oh, Gua mau balikin ini." Ijul meletakkan sebuah tas dari kertas ke atas meja. Lika menaruh kuaci di tangannya ke atas meja lalu memeriksa isi tas tersebut. "Apaan nih? ah ... sepatu? ngapain dibalikin. Jamy juga ude buang." "Tapi kan sayang, kayaknya ini harganya mahal. Walau gak ada merk sih," "Ya gak ada merk lah, orang ini dipesan khusus. Kaki imut Gua diukur trus jadi de tu sepatu." "Anjiir ini sepatu custom Lu buang gitu aja? pasti mahal banget ini." "Bukan Gua yang buang, kan Jamy yang buang." "Lu gak sayang? kan bisa dijadiin kenang-kenangan," "Kenang-kenangan yang nyakitin? huwee jangan buat Gua inget lagi deh," "Ye ngapain Lu mesti ingat. Yang penting Lu simpan ini, sebagai bukti kalo Lu pernah kerja keras buat lakuin sesuatu. Walaupun hasilnya gak bagus. Lagian Lu gak kasian ama Jamy? ude dia bikin mahal-mahal, Lu malah gak peduli." "Lu sebenarnya peduli ama Gua atau ama Jamy sih? kalau Lu mau, ambil aja." "Kalo muat ama Gua mah ude Gua simpen njiir. Apaan nih segede gini. Kaki manusia atau kurcaci sih?" "Oh iye, gak muat ama Lu yak, hahaha. Eh, tapi ... Lu ama Gua sejak kapan jadi akrab gini? perasaan kita gak deket-deket banget deh." "Ya udah mulai sekarang deket aja. Kan Gua tim sukses Elu ama Jamy," "Ha? tim sukses gimana? tunggu dulu, jangan-jangan ..." "Gua shippernya Jaka, Jamy-Lika. Gimana, nama shipper Lu bagus juga ya," "Eh si Kuda. Ngapain Lu shipper-shipperin Gua ama Jamy segala? gak ada itu. Dia itu sahabat Gua." "Sahabat kan bisa jadi cinta." "Gak bisa! Gua kan ..." "Lu cintanya ama Khun Jay?" Lika terdiam, dia kemudian mengupas kuaci untuk menyembunyikan kegugupannya, "S-Siapa coba yang gak suka ama cowo kayak Khun Jay ..." ucap Lika kemudian. "Hah, ini nih. Gua heran banget. Kenapa cewe lebih suka ama yang nyakitin dia, daripada yang jelas-jelas baik di depan mata. Gak di drama, gak di dunia nyata sama aja. Adoh nasib Gua yang selalu terjatuh pada second lead, hiks." "Jamy? baik? mana ada." "Lu gak bakal sadar, karena dia udah terlalu banyak baik sama Lu. Jadi Lu gak pernah mikir kebaikan dia. Yang Lu pikirin Khun Jay, Khun Jay, karena Lu gak pernah dibaik-baikin ama Khun Jay, kan?" "Khun Jay baik kok!" "Budu, cewe emank lebih suka badboy daripada goodboy." "Ih mana ada!" "Apanya yang mana ada, Gua liat jelas buktinya di depan mata Gua!" Ijul melotot melihat Lika. Lika balas melotot, lalu mereka berdua cemberut. "Coba Lu pikir-pikir de, Khun Jay ama Jamy, Gua rasa dari mereka berdua, Jamy lebih punya keunggulan. Dia baik, dan selalu ngelindungin Elu." "Tapi kan Gua cintanya ama Khun Jay," "Jangan berharap yang tak pasti Ka, jangan karena mengharapkan hujan dari langit. Air yang di tempayan Lu tumpahkan. Kalo Lu terlanjur numpahin semua air Lu, trus hujan gak jadi turun. Lu bakal kekeringan." TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD