PART. 5

898 Words
Setelah dari membeli pakaian, Revano membawa Asma makan di sebuah rumah makan. Di sana mereka bertemu dengan teman kuliah Revano, yang makan bersama anak, dan istrinya. Revano, dan Asma datang, mereka ingin pulang. Revano, dan temannya sempat berbincang sebentar. Revano memperkenalkan Asma pada mereka. "Kami tunggu undangannya," goda teman Revano. Revano hanya tersenyum saja. Mereka berpisah, Revano, dan Asma masuk ke dalam, dan mencari tempat untuk duduk. "Jadi perempuan harus seperti istri temanku itu, pintar dandan, tidak seperti kamu, pakai bedak saja tidak," ucap Revano. "Kalau cuma pintar dandan, laki-laki juga banyak yang pintar dandan, bahkan bisa lebih cantik dari perempuan. Aku tidak perlu dandan, aku sudah cantik dari sananya." 'Eeh, dia pede juga ternyata.... ' Pelayan datang, mereka memesan makanan yang mereka inginkan. Setelah pelayan pergi. "Pinjam hpnya dong, Om," Asma menadahkan tangannya pada Revano. Meski tidak tahu untuk apa Asma meminjam ponselnya, tapi Revano menyerahkan juga ponsel miliknya. "Mau apa?" "Uuuh, nggak bisa dipakai buat bercermin ya, nih!" Asma mengembalikan ponsel Revano. Revano memperhatikan wajah mungil di hadapannya. Polos sekali, tanpa bedak, tanpa lipstik. "Kamu tidak pernah dandan ya?" "Dandan yang seperti tante, istri teman Om tadi? Tidak, itukan dandanan tante-tante. Aku masih kecil, Om. Tidak cocok dandan begitu." "Kamu tidak punya bedak, dan lipstik?" "Punya dong, bedak ada, listrik ... eh lipstik juga ada, tapi tidak aku bawa. Masa kabur masih ingat bawa begituan. Aneh deh Om ini.  Kartu ATM, dan hp yang penting saja aku lupa, mana bisa ingat bawa barang yang tidak penting." Revano terus memperhatikan gadis di hadapannya, Asma mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Jarinya diketuk-ketukan ke atas meja. "Lama ya, cacing di perutku sudah pada demo ini," gumamnya mulai tidak sabar. Revano tersenyum saja mendengar gumaman Asma. "Nah itu datang!" Asma berseru kegirangan. "Biaya makanmu selama di sini, aku masukan daftar hutangmu ya," ucap Revano menggoda. "Iih, lepit banget sih, menjamu orang tersesat itu pahala tahu!" mata besar itu mendelik gusar pada Revano "Pelit, Lili." "Tidak perlu aku ralat, toh Om mengerti juga maksud ucapanku." "Hhhhh.... " Revano menghela napasnya. Hidangan makan siang mereka memenuhi meja. Ada cumi asam manis, ada kepiting lada hitam, ada bawal bakar, ada udang besar, ada kerang, ada cah kangkung. Mata Asma melotot melihat semua yang terhidang di meja. Tadi ia hanya pesan bawal bakar saja, berarti yang lainnya adalah pesanan Revano. "Ini tidak salah, Om!" "Kenapa?" "Tadi, aku cuma pesan bawal bakar, Om pesan apa?" "Ya semua ini," Revano menunjuk makanan di meja dengan dagunya. "Semua ini!" "Iya, kenapa?" "Siapa yang makan?" "Kita berdua." "Sebanyak ini?" Asma menatap Revano bingung. "Iya, kenapa?" "Ini pasti habis semua?" "Ya tidak tahu, ayo cepat makan, nanti cacing di perutmu berteriak-teriak!" Asma mulai menyuap makanannya, tapi ia tidak bisa fokus, karena masih memikirkan bagaimana cara menghabiskan makanan di atas meja, agar tidak terbuang sia-sia. Diperhatikannya Revano yang makan dengan santai saja. 'Ooh iya, diakan Buto Ijo, raksasa'kan pasti makannya banyak. Hhhh, tenang, makanan ini pasti akan habis dia makan, tidak akan terbuang sia-sia. Buang makanan itukan, sama artinya dengan buang duit. Huuh, dia kira mencari duit itu gampang apa?' "Kamu tidak mau makan yang lain, cuma makan itu saja?" "Aduuh, Om, aku itu kecil, dan mungil, satu ikan bawal ini saja belum tentu aku habis semua. Beda sama Om, Om'kan raksasa, Buto Ijo. Eeh, Buto Ijo itu musuh Timun Mas ya Om. Aku.... " "Lili, habiskan makanmu, jangan bicara terus!" "Iya, enghhh, ini yang bayar aku semua, atau aku cuma bayar yang aku makan?" "Lili, jangan bicara terus, cepat makan, kalau kelamaan, aku tinggal di sini kamu, paham!" "Hapam, eeh paham.... " Asma memanyunkan bibirnya, tapi ia tidak mendebat lagi, dinikmati makanan di hadapannya. Tak peduli, apakah nanti semua masuk ke daftar hutangnya atau tidak. Ternyata, Revano memang hampir menghabiskan semua makanan yang mereka pesan. Asma berdecak kagum melihat makanan yang hampir tak bersisa. "Ikan bawalku tidak habis, habisin Om," Asma menunjuk ikan bawal bakar yang masih tersisa kepada Revano. "Aku tidak suka makan bekas orang!" "Kenapa, apa makan bekas orang itu dosa, aku belum.... " "Lili, cukup!" Revano mengangkat telapak tangannya, ia sudah hapal apa kelanjutan dari ucapan Asma. Meski mereka baru bertemu pagi ini di pesawat. Revano memanggil pelayan, ia membayar semua yang mereka makan. "Kasih lebih Om, buat pelayannya." bisik Asma, saat pelayan itu menjauh untuk mengambil uang kembalian. "Untuk apa, ini'kan memang pekerjaannya, dia sudah digaji," jawab Revano berbisik juga. "Iih, lepit amat sih. Bayar makanan segitu mahal bisa, masa ngasih 10-20 ribu susah banget!" Asma bangkit dari duduknya, lalu merogoh saku celana jeansnya. "Nah ada, kembalian beli air mineral, permen, sama naik gojek pas pergi dari rumah tadi pagi!" serunya girang. Pelayan kembali dengan membawa kembalian untuk Revano. "Nih Mas, maaf ya duitnya kusut, tapi yang penting ikhlas, terima Mas!" Asma menyodorkan uang tiga puluh ribu ditangannya pada pelayan itu. "Terima kasih Mbak, Mas." Pelayan itu menerima dengan senyum sumringah di bibirnya. Revano bangun dari duduknya, lalu melangkah dengan diikuti Asma. "Uang tiga puluh ribu pasti tidak ada artinya buat Om. Tapi, bisa membuat senyum sumringah bagi seorang pelayan. Orang lepit, eh pelit itu ya seperti Om ini. Untuk diri sendiri uang dihamburkan, tapi pelit untuk memberi sedikit kebahagiaan buat orang lain. Harusnya.... " "Cukup Lili! Jangan bicara lagi, paham!" "Hhhh, iya, iya, dasar Buto Ijo, diberi tahu tentang.... " "Lili, diam!" "Iya!" Asma menjinjitkan kakinya, ia berusaha berteriak tepat di telinga Revano. Revano menolehkan kepala, ia melotot gusar pada Asma. "Hiiy, serem, dasar Buto Ijo!" dengus Asma bernada menggerutu. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD