PART. 8

909 Words
"Cantika!" Soleh langsung membopong istrinya ke dalam kamar, Cantika dibaringkan di atas tempat tidur. Tari mencari minyak kayu putih di dalam laci meja rias. Raka duduk di tepi ranjang, Soleh berlutut di sisi ranjang. Tari menyerahkan minyak kayu putih ke tangan Soleh, Soleh meletakan bagian atas botol yang sudah ia buka tutupnya ke dekat hidung Cantika. "Cantika, bangun Sayang." Tari berbisik di telinga Cantika. Ia sudah naik ke atas ranjang, dan duduk di dekat kepala putrinya. Raka hanya diam, ia berdoa di dalam hati, agar cucunya kembali pulang. Dan meminta pada Yang Maha Kuasa, dimanapun Asma berada, agar selalu berada di dalam lindunganNya. Soleh, dan Tari berhasil menyadarkan Cantika dari pingsannya. "Bie.... " Soleh membantu istrinya bangun dari berbaring, lalu dipeluknya Cantika yang menangis sesunggukan. "Sabar, Sayang. Insya Allah, Asma baik-baik saja. Besok, aku akan mencoba mencarinya. Kita berdoa saja, agar Allah melindungi Asma, dimanapun dia berada," bujuk Soleh. "Ada apa sebenarnya, Soleh. Sampai Asma pergi tanpa memberitahu seperti ini?" "Aku juga tidak tahu, Amma. Beberapa waktu ini dia memang terlihat agak murung. Aku sudah mencoba bertanya, Cantika juga. Tapi, dia menjawab tidak ada apa-apa. Hanya merasa lelah setelah menghadapi ujian sekolah, begitu jawabnya, Amma." Tari menghembuskan kuat napasnya. Dipijit keningnya yang terasa berdenyut. Raka meraih tangan Tari, digenggam jemari istrinya. "Apa kita bisa lapor Polisi, Aa?" tanya Tari pada Raka. "Aku rasa tidak bisa, sebelum dua puluh empat jam, Sayang." "Hoooh, aku merasa sangat tidak tenang, Aa" Tari menyandarkan kepala di lengan Raka. Raka mengusap lembut punggung telapak tangan Tari yang berada di dalam genggamannya. Sementara itu, Cantika tidak lagi mampu berkata-kata, di dalam hati, ia sibuk menyalahkan dirinya sendiri, karena teledor menjaga putrinya. "Besok aku akan ke bandara, mungkin bisa dicek, Asma terbang dengan tujuan ke mana," gumam Soleh. "Ya, Soleh. Semoga ada titik terang akan keberadaan Asma." Tidak ada lagi yang bicara, hanya suara isakan Tari, dan Cantika yang terdengar. Revano menatap Asma dari samping. Gadis di sebelahnya itu tatapannya sangat fokus pada layar di hadapan mereka. Tampaknya, Asma sangat menikmati film India yang mereka tonton. Film terbaru Ajay Devgan, dan Anil Kapoor, bersama Madhuri Dixit. Tangan Asma meraba-raba, untuk mengambil pop corn yang tempatnya dipegang Revano. Revano sengaja menjauhkan tempat pop corn, untuk menggoda Asma. Asma menolehkan kepala. "Enghh, sini!" Asma menjangkau tempat pop corn yang diletakan Revano di tangan satunya. "Ambil sendiri," sahut Revano berbisik di depan wajah Asma. "Emhhh.... " bibir Asma manyun, meski remang, tapi Revano bisa melihatnya, karena cahaya dari layar di depan mereka. Asma yang kesal kembali fokus pada film yang ia tonton, ia sudah mengikhlaskan pop corn yang diinginkannya. Ia tak mau kehilangan momen menikmati film India. Tinggal Revano yang kesal, karena gagal membuat Asma melepaskan fokusnya pada film. Setelah nonton, memutari mall, makan, mereka berkeliling kota Jakarta, sekarang mereka menuju pulang, saat jam sudah menunjukan lewat tengah malam. "Kenapa kok suka film India?" Revano baru teringat untuk menanyakan hal itu. "Di rumahku, semua suka nonton film India." "Kamu tidak rindu orang tuamu? Aku rasa, saat ini mereka sedang cemas memikirkanmu. Dan, pasti sedang berusaha mencarimu. Aku pikir, sebaiknya kamu pulang." Revano melirik Asma yang duduk diam, dan sedang melemparkan pandangannya ke luar jendela. "Jangan karena kamu merasa sakit hati dengan si Wira itu, lalu kamu menyakiti hati orang tuamu, Lili. Jangankan anak perempuan, anak laki-laki saja kalau pergi tanpa pamit, pasti akan membuat orang tua gelisah." Revano menolehkan kepala, untuk menatap Asma yang masih diam saja. Revano menghela napasnya. "Kamu tahu, aku saja yang sudah setua ini, kalau pergi tanpa pamit, masih selalu dicari orang tuaku. Mereka pasti menelponku, untuk memastikan aku baik-baik saja. Bagaimana dengan orang tuamu? Pulang ya, besok aku antar kamu pulang," bujuk Revano. Asma masih diam pada posisinya, tapi bahunya bergoncang. Revano menepikan mobilnya. "Lili.... " Revano meraih bahu Asma, Asma menggelengkan kepalanya. "Pikirkan orang tuamu, Lili." "Aku tidak ingin melihat Bang Wira menikah. Aku tidak ingin datang ke pernikahannya!" "Aku akan menemanimu, aku sudah berjanji padamu. Kita sudah sepakat, iya'kan?" "Bagaimana kalau orang tuaku meminta Om menikahi aku betulan?" "Aku sudah katakan padamu. Aku juga sedang dituntut orang tuaku untuk segera menikah. Aku akan menikahimu, kalau kamu setuju." "Menikah harus pakai cinta'kan, Om?" "Dulu, orang tuaku menikah tanpa cinta, tapi mereka baik-baik saja sampai sekarang." "Eeh iya, Kai, dan Niniku juga menikah tanpa cinta, tapi bisa sampai punya cucu sekarang! Ehmm ... Kai, Nini ... Abba, Amma.... " Asma kembali menangis. Revano meraih bahu Asma, Asma menangis di d**a Revano. Ia teringat dengan kedua orang tuanya, juga kai, dan nininya. "Besok pulang ya, aku antar. Aku tidak mau sampai orang tuamu lapor Polisi. Nanti aku dituduh melarikanmu," bujuk Revano. Kepala Asma mengangguk perlahan. Revano menarik napas lega. Satu keputusan sudah ia ambil. Revano pernah mendengar ucapan seorang temannya, obat paling manjur untuk menyembuhkan patah hati, adalah mencari pengganti. Selama ini, ia belum menemukan sosok wanita yang bisa menggetarkan perasaannya. Yang bisa membuatnya tertawa. Yang membuat ia merasa ingin melindungi. Ingin berbagi. Dan, bisa membuatnya melupakan Clarisa Qanina, atau Sasa, cinta pertamanya. Bersama Asma, meski mereka baru bertemu tadi pagi. Revano merasa, ia seperti sudah mengenal gadis ini bertahun-tahun lamanya. Hatinya langsung merasa dekat. Padahal, Asma sangat jauh jika dibandingkan dengan Sasa. Sasa.... Ketukan dikaca mobilnya memutus lamunan Revano. Asma menarik kepala dari d**a Revano. Revano yang terkejut dengan suara ketukan, sontak membuka kaca mobilnya. "Keluar!" sebuah pisau di todongkan padanya. Revano menatap Asma, mulut Asma terperangah melihat kilatan pisau yang ditodongkan pada Revano. Kaca mobil di dekat Asma juga diketuk. "Jangan dibuka!" seru Revano, tapi terlambat.... BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD