Judul: Because Of You
Penname: Niwi Time
Link cerita:
https://m.dreame.com/n****+/JzLiiJlVsZ0sZa0BSzh4Kg==.html
___________________________________
LIMA
Kedua pelupuk mata itu terbuka secara perlahan-lahan lalu menutup lagi karena harus menyesuaikan cahaya yang masuk pada netra kedua matanya. Kedua mata itu akhirnya terbuka dan yang pertama ia lihat ialah atap ruangan bernuansa putih serta indra penciumannya menghirup bau obat-obatnya.
"Akhirnya kamu sudah sadar Zena. "suara wanita yang familiar itu membuat dirinya langsung menoleh ke asal suara itu.
" Mbak Irene, "ucap Zena, wanita yang baru saja bangun dari pingsannya tadi.
" Iya, Aku Irene. Kakak Pandu. "Wanita dewasa itu memakai jas almamater berwarna putih yang bertanda jika ia adalah seorang dokter terlihat sebuah stetoskop mengalun indah di kerah leher seragam dokternya itu.
" Kenapa aku bisa di sini? "Zena nampak kebingungan dan hanya tak sadarkan diri saja sampai di bawa ke klinik. Ya ia mengenali ruangan ini ialah klinik Irene, kakak Pandu itu.
Irene menghembuskan napasnya pelan, wanita itu merasa tak tega jika nantinya Zena mengetahui kalau dirinya hamil. Anak yang dikandung oleh Zena adalah keponakannya, ia sudah tau semuanya dari cerita Pandu. Sungguh ingin rasanya ia menghajar adiknya itu yang ternyata sangat munafik. Benar di keluarga besarnya adiknya itu paling pendiam ternyata adiknya itu tak seperti ia kira sedari dulu bahkan sampai berani menghamili seorang wanita cantik dihadapannya ini. Walau Pandu mengakui jika dirinya kehilangan keperjakaannya tapi bagaimana pun juga Irene menyalahkan Pandu yang tidak berterus terang bahkan berniat tidak mau bertanggung jawab karena adiknya itu juga memiliki seorang kekasih.
"Kamu--"ucapan Irene terpotong saat seseorang tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya lalu memeluk Zena yang sedang kebingunan pada kondisi ini.
"Zena maafkan tante sayang hiks hiks, Pandu kurang ajar! Maafkan Pandu, tante janji tante akan menyuruh Pandu untuk segera tanggung jawab! "seorang wanita paruh baya itu tengah menangis tersendu-sendu memeluk Zena yang sudah ia anggap anak sendiri baginya.
Kedua mata Irene membulat tak menyangka jika orang itu adalah ibunya, Anggun. Irene tak tau mengapa ibunya bisa mengetahui hal ini.
" Tanggung jawab apa tante? Zena tidak paham maksud tante,"balas Zena yang kini memposisikan badannya untuk duduk dan dibantu oleh Irene serta Anggun.
"Apa? Jadi kamu tidak tau? "Anggun mengernyitkan dahinya lalu kedua matanya melirik tajam pada Irene yang terdiam tak berkutik sama sekali.
" Emm sepertinya--"Irene meringis ketika ditatap tajam oleh ibunya bahkan tidak bisa melanjutkan ucapannya.
"Kamu hamil nak, hamil anak Pandu yang berarti anak yang kamu kandung itu cucuku nak,"ucap Anggun dengan perasaannya campur aduk antara kesal pada anaknya, sedih melihat Zena serta senang yang berarti anaknya akan bersatu kembali pada Zena, menantu yang ia impikan.
Deg!
Detak jantung Zena berdegub tak karuan ketika mendengar kalimat yang terucap dari mulut Anggun. Tapi beberapa detik kemudian kepalanya menggelengkan berkali-kali dan berkata, "Aku tak hamil."
Kedua orang yang mendengar ucapan Zena pun saling menatap satu sama lain.
"Sayang tenang nak! "pekik Anggun saat menyadari jika Zena kini berteriak histeris tak menerima apa yang terjadi pada dirinya.
" Zena tolong tenanglah. "Irene pun ikut membantu menenangkan Zena yang masih syok atas fakta yang didengar olehnya.
...
PLAKKK!"
"Dasar memalukan! "teriak seorang wanita paruh baya pada anaknya. Anaknya meringis karena tamparan darinya yang begitu kuat.
" Apa katamu tadi? Kamu tak mau tanggung jawab setelah apa yang kamu lakukan pada Zena, ya meskipun kalian sama-sama melakukan itu tak sadar. Tapi kamu harus tau perbuatan itu juga harus ada pertanggung jawabannya Pandu! "ya wanita yang kini sedang marah besar adalah Anggun, ibu Pandu.
Bagimana tak marah jika anaknya itu tak mau bertanggung jawab yaitu menikahi Zena dengan alasan tidak mencintai Zena. Hati ibu mana yang tak terluka jika anaknya melakukan kesalahan bahkan kesalahan itu menimbulkan dosa besar? Sungguh rasanya Anggun ingin mencakar habis wajah polos Pandu yang ternyata tak sepolos dengan kelakuannya. Anggun mendapat info dari teman-teman Pandu jika anaknya itu memang sangat nakal padahal Pandu bukanlah anak broken home walau kedua orangtuanya bekerja. Ia heran pada Pandu yang tak berubah sama sekali dan nakalnya makin melunjak sampai bisa menghamili seorang wanita. Ia tak habisr pikir dengan kelakuan Pandu seperti ini apalagi disaat kondisi Estu-ayah Pandu tengah sakit keras.
"Kamu anak laki-laki yang diharapkan ibu untuk menjadi anak yang bertanggung jawab nantinya tapi kenyataannya kamu malah membuat hati ibu terluka! Bersusah payah sedari dulu kamu dimanja oleh ibu, apa yang kamu inginkan selalu ibu turuti, kamu anak laki-laki kesayangan ibu tapi kamu menghancurkan kepercayaan ibu padamu! Kamu tega nak! Tega pada wanita malang yang menjadi anak yatim piatu! "teriak Anggun dengan suaranya yang parau.
Pandu memenjamkan kedua matanya, ia sebenarnya juga merasa hatinya sakit mendengar suara tangisan ibunya yang menyayat hati. Ibunya menangis karenanya. Betapa dosanya dirinya itu.
" Bagaimana jika kondisimu sekarang ini ditukar, kamu berada diposisi Zena yang hamil tanpa seseorang yang menemani yaitu sang suami. Nak asal kamu tau, ibumu saat hamil ini pun susah padahal sudah ada ayahmu yang menemani ibumu dengan sabar dan telaten merawat ibumu sedangkan Zena? Bagaimana dengan Zena nantinya yang hamil tanpa sosok yang seharusnya menemani yaitu kamu, kamu Pandu! "tubuh Pandu terdorong pelan ke belakang saat ibunya mendorong tubuhnya.
" Kamu jangan jadi laki-laki seperti itu nak! Wanita itu terbuat dari tulang rusuk laki-laki jika kamu berbuat seperti itu pastinya kamu juga berdosa. Sudah berbuat dosa, kamu menambah dosa pula!"teriak Anggun sampai suaranya terdengar akan habis.
"Hiks hiks anakku, kenapa ucapanmu menyakiti hati ibu nak? "Anggun menangis, menangis mendengar ucapan anaknya beberapa menit lalu yang mana anaknya tak mau bertanggung jawab bahkan berniat hanya menafkahi saja tapi bukan itu maksud Anggun, Anggun ingin anaknya menikahi Zena dan hidup bahagia bersama Zena.
" Tapi bu, Pandu tidak mencintai Zena." Pandu tetap berusaha membela diri walau nyatanya percuma saja, ibunya masih saja menyuruhnya untuk bertanggungjawab padahal ia tak salah saka sekali karena ini hanya ketidak sengajaan. Pandu makin marah mengetahui Zena cepat hamilnya.
"Terserah! Terserah apa katamu! Ibu sudah lelah saat ini! "Anggun pun mengusap air matanya yang menetes sangat deras dikedua sisi pipinya.
Anggun membalikkan tubuhnya tapi ia masih belum melangkah kakinya untuk pergi.
" Jika kamu tetap pada keputusanmu, aku sudah tak mengakui kamu sebagai anakku! "Dengan hati yang terluka, Anggun pergi dari ruangan ini.
" Arghhh sialan! Kenapa begini sih! "Pandu mengacak-acak rambutnya dan menjambaknya pelan.
Jujur saja Pandu tak bisa berbohong pada ibunya. Itulah yang membuat Pandu berkata terus terang jika Zena hamil anaknya tadi apalagi soal Zena hamil selalu membuat kepalanya pening karena memikirkan soal itu terus-menerus.
" Bagaimana ini? "Pandu mendongakkan kepalanya ke atas, napasnya memburu karena emosi yang membara di dalam hatinya.
Pandu merasa menyesal datang ke acara sialan itu, andai dirinya tak datang pastinya tak ada kejadian ini padanya.
Melihat air mata ibunya pun Pandu sudah tak kuat. Pandu seolah-olah sekarang menjadi anak yang durhaka. Sungguh Pandu tak mau dicap sebagai anak durhaka. Ia sudah melakukan dosa besar lagi dan dirinya tak mau melakukan dosa lagi dengan membantah ibunya.
"Ahh tapi aku mencintai Cala, bukan Zena. "Berat rasanya bagi Pandu untuk memutuskan permasalahan ini.
Disisi lain...
Seorang wanita muda tengah berdiri di hadapan cermin besar di ruang kamar yang menjadi tempat dirinya sedari siang tadi dirawat. Tubuhnya semakin lemas saja serta pikirannya pun sangat berat. Wajahnya sangat pucat dan di sekitar matanya nampak sembab sebab sedari tadi menangis terus menerus walau sejenak ia berhenti karena merasa lelah tapi selang beberapa menit kemudian dirinya menangis lagi. Punggung tangan kirinya terpasang jarum infus sebab kurangnya cairan di dalam tubuhnya hingga membuat Irene memutuskan untuk Zena tetap berada di klinik yang mana memang klinik Irene sangat luas. Saat ini Irene tengah mengurusi seorang ibu yang akan melahirkan di ruang sebelah.
"Aku belum siap untuk hamil di usiaku sekarang ini, "lirih Zena dengan suaranya yang parau.
" Hamil tanpa suami itu sungguh menyiksa. "
" Bagaimana aku bisa menghidupi anakku nanti? Jika menghidupi diri sendiri saja masih susah dan sering kelimpungan. "itulah yang dipikirkan Zena saat ini.
" Kenapa ada cobaan lagi? Cobaan yang lebih berat. Aku sudah mengikhlaskan kepergian mendiang orang tuaku, tapi mengapa Engkau malah memberi sosok bernyawa di dalam rahimku, Tuhan? "
" Aku sekarang menjadi wanita hina, wanita yang penuh dosa. Tak kuasa aku menerima kenyataan ini! "teriak Zena sambil tangannya meraih sebuah gelas kaca berisi air sangat penuh.
Pyarrr
Suara pecahan gelas kaca itu di atas lantai yang dingin dan lembab. Zena menundukkan wajahnya menatap miris pada gelas kaca yang sudah tak terbentuk lagi, pecahan kaca berkeping-keping itu seperti hati Zena. Wanita muda itu menangis sambil tangannya mengambil salah satu pecahan kaca itu dan digenggam kuat olehnya hingga membuat telapak tangannya mengeluarkan darah segar dan menetes keluar.
Zena menatap cermin itu lagi lalu menatap perutnya yang pasti suatu saat akan membesar seiring berjalannya waktu. Zena menatap tangan sebelahnya yang terdapat jarum infus lalu ia menatap pecahan bening yang dibawanya di tangan satunya. Perih, itu yang dirasakan oleh Zena sebanding dengan rasa sakit dihatinya ini.
"Mungkin dengan melakukan ini, aku tak mendapatkan masalah besar. Ya, tak mendapat masalah besar hehe."Zena terkekeh pelan disertai setetes demi setetes air matamya mengalir dikedua sisi pipinya.
"Jangan! Jangan lakukan itu anakkku! "suara lirihan dari pojok ruangan kamarnya mmebuat Zena langsung menghadap ke asal suara itu.
Di sana terlihat dua sosok berjubah putih disertai cahaya yang menyinari ditubuhnya, dua sosok itulah orang yang disayangi oleh Zena. Sosok itulah yang membuat Zena lahir ke dunia yang fana ini. Kedua mata Zena menatap sendu pada orang. tuanya yang kini menatap sendu pula padanya.
"Nak, jangan lakukan itu! Tolong nak! "teriak ibunya menatap memohon pada anak satu-satunya itu.
" ibu... Hiks hiks, "lirih Zena yang kini merasakan jika tubuhnya itu tak bisa bergerak padahal ia sendiri ingin berlari ke arah orang tuanya untuk memeluk dan melepaskan kerinduannya yang mendalam pada mereka. Tubuhjya benar-benar terasa kaku sekali.
" Nak jangan bunuh cucu kita! Zena, anakmu akan membuat hidupmu lebih berwarna lagi di masa yang akan datang, tolong mengertilah nak! "itu suara ayahnya yang juga menatap memohon pada Zena.
" Ibu tau kalau kamu tak bisa jadi sosok ibu tapi suatu saat anakmu lah yang mengajarkanmu dewasa, anakmu akan membawa kebahagiaan nantinya. "
" Demi ibu ayahmu, tolong jangan melakukan dosa besar lagi! "pinta mereka berdua membuat Zena terdiam.
" Zena, Zena tidak akan melakukannya hiks hiks. "Zena tetap menangis dan menyadari jika apa yang akan dilakukannya itu adalah salah bahkan bisa menjadi dosa besar nantinya.
" Terima kasih nak, semoga kamu bisa lebih dewasa lagi untuk memikirkan masalah yang dihadapi diusiamu ini. Kita tau kamu masih tidak bisa berpikir dewasa tapi kita yakin kamu bisa melewati kehidupan yang sangat keras ini. "
Sosok itu mulai menghilang disertai kabut asap putih sekitar tubuh mereka. Lenyap dalam sekejam mata hingga membuat Zena menangis lagi padahal hatinya masih sangat merindukan orangtuanya itu.
Brukkk
Saat Zena meluruh ke lantai sambil menangis saat itulah tubuh Zena langsung limbung dan berakhir tak sadarkan diri bersamaan itu pula seseorang memasuki ruangan itu.
"Zena! "teriak seseorang menatap Zena terkejut apalagi bercak darah segar di sekitaran Zena.
...
Folow
Ig & w*****d : Believe_nw