EMPAT

2291 Words
Judul: Because Of You Penname: Niwi Time Link cerita: https://m.dreame.com/n****+/JzLiiJlVsZ0sZa0BSzh4Kg==.html ___________________________________ ... EMPAT Detak jam dinding menggema di ruang kamar bernuansa putih itu, sunyi tapi tidak dengan seorang wanita yang kini tengah menangis tersendu-sendu di atas kasur menyanyat hati seorang laki-laki di sampingnya yang tengah berusaha menenangkan wanita itu. Tubuh dua orang itu sama-sama polos di balik selimut tebal membalut tubuh mereka di atas kasur. "Hiks hiks. "suara isak tangis itu kian melemah seiring lamanya menangis karena lelah. " Zena? "panggil laki-laki itu pada wanita di sampingnya. Tangannya berusaha memegang bahu wanita itu tapi ditepis langsung oleh sang empunya. Ya dua orang itu ialah Pandu san Zena. " Aku hina, aku adalah wanita hina hiks hiks. "Zena masih menangkupkan wajahnya dengan kedua tangannya. " Zena, pliss, "lirih Pandu yang merasa frustasi ketika mendengar suara tangisan seorang wanita di sampingnya. Zena tetap menangis, kepalanya terasa pusing juga ditambah lagi kejadian ini membuat hatinya terluka kala harta yang ia jaga sedari dulu sudah rusak dan tak bisa kembali seperti semula. Zena merasa hidupnya kian hancur, baru ditinggal orang tuanya kini ia kehilangan kehormatannya sebagai wanita dengan cara yang hina pula. "Zena tolong hentikan tangisanmu! Itu membuat kepalaku makin pusing! Sudah cukup! "bentak Pandu membuat Zena langsung menghentikan tangisannya walau masih sesenggukkan. Pandu menatap mata Zena yang juga menatapnya, Zena langsung menarik selimut tebal itu sampai ke dadanya dan menatap takut pada Pandu. Pandu tau jika Zena merasa takut padanya atas kebrutalannya malam hari kemarin, astaga mengingat itu membuat hasratnya kembali datang dan ia segera mengeyahkan pikiran kotornya itu diotaknya. "Hey tenang Zena, aku tidak akan menyakitimu. Iya aku akan tanggung jawab jika kamu... Hamil, "ucap Pandu terasa berat tapi mau gimana lagi, ia sudah menjadi lelaki b******k bahkan dibilang sangat b******k sekali. " Tidak semudah itu Pandu! Jika kamu memang tak sanggup tidak usah berbicara soal tanggung jawab, tak mungkin aku hamil! "teriak Zena frustasi. " Tapi aku tak memakai pengaman dan juga aku mengeluarkannya di dalam! "Sahut Pandu yang berterus terang. "Kamu jahat Pandu! "Zena memukuli lengan kokoh Pandu dengan satu tangannya. " Sudah Zena, kita melakukan ini atas dasar sama-sama butuh. Kita telah dijebak, minuman kita dicampuri obat perangsang. "Pandu teringat kemarin malam dirinya diberi minuman oleh seorang wanita dress hitam dan minuman itulah membuat tubuhnya merasa berbeda. Mau menolak pun tak enak karena wanita itu adalah teman mantan pacarnya. " Apa? "Tanya Zena bingung. " Apa kamu diberi minuman oleh seseorang sebelumnnya?"tanya Pandu pada Zena. Zena berpikir dan terakhir kali dirinya beri minuman oleh seseorang.... Celine. Ya Zena teringat jika wanita itu kemarin yang memberikan minuman itu padanya. Zena menggelengkan kepalanya tak menyangka jika orang itu adalah Celine, ia pikir Celine baik ternyata ada udang dibalik bat dibalik keramahannya. "Iya, aku dikasih minuman sama Celine, "jawab Zena jujur. " Aku juga. " Maksudnya apa ini? Pandu juga? - pekik Zena dalam hati. Ini benar-benar disengaja! Sialan! - batin Pandu. Dua orang itu sama-sama menghela napasnya lelah dan saling menatap satu sama lain. " Aku mau mandi lalu pulang. "Zena segera beranjak berdiri dari duduknya di atas kasur tadi ketika Pandu sudah memakai celana pendeknya. Pandu menatap Zena dan mengangguk saja. Zena pun membungkus tubuhnya dengan selimut tebal itu dan saat dirinya berdiri ia tak sengaja melihat bercak noda berwarna merah yang tak lain itu selaput darahnya yang sudah pecah alias ia sudah tak menjadi wanita perawan lagi. "Walau tubuhmu ditutupi seperti itu, aku sudah melihat semuanya kemarin, "ujar Pandu dengan wajah yang datar menatap Zena yang sedang membungkus tubuhnya. " Tolong diamlah! "Zena merasa kesal dan sepertinya kedua sisi pipinya memerah malu ketika sekelebatan tentang pergumulan panas kemarin malam bersama Pandu terlintas begitu saja dibenaknya. Setelah membungkus sebisanya walau Zena merasakan sakit disekujur tubuhnya lalu segera masuk ke dalam kamar mandi tak lupa mengunci kamar mandi itu dari dalam. Pandu memegang degub jantungnya kian berdetak tak karuan, ya Pandu juga kehilangan keperjakaannya. Ini baru pertama kalinya ia mengalami hubungan layaknya suami istri bersama Zena, mantan pacarnya semasa SMA. Ia hanya melihat video atau film dewasa bersama teman-temannya tapi ini di waktu malam hari kemarin adalah ia sendiri melakukan bersama Zena. Sungguh hal itu membuat hatinya bingung sekaligus cemas. Pandu memiliki kekasih yang sangat ia cintai tapi sekarang ia telah sadar mengkhianti kekasihnya. Terdengar suara notifikasi pesan dari ponselnya membuat ia langsung mendekat ke arah meja nakas. Ternyata itu pesan dari Cala. Wanita berusia 30 tahun yang baru tiga bulan ini menjadi kekasihnya. Ia tak pedulikan umurnya terpaut 11 tahun tapi ia tak memandang itu semua apalagi Cala juga memiliki satu anak yang berusia dua tahunan. Cala❤️ Sayang kemarin kamu kemana aja sih? Aku cari gak ada jadi aku pulang naik taksi:( *Maaf sayang, kemarin ada problem yang harus aku selesaikan Hmm baiklah, oh ya aku mau bilang kalau besok aku keluar kota *hoh kenapa? Ada kerja di sana? Iya, aku menggantikan temanku yang cuti karena mau melahirkan *Berapa lama kamu di sana? Mungkin sekitaran 3 bulanan *Kok lama banget sih yang Maaf ya, itu mendadak juga deh:( gara-gara atasanku suka ngomong ndadak gini *Hmm yaudah gapapa, jaga kesehatan ya sayang Iya sayang, kamu juga ya? *Iya Yaudah aku mau pergi ke kantor karena mau persiapan pindah kerja sementara *Oke, semangat! Sipp:* ... "Apakah pakaian itu muat? Itu milk mbak Irene, kamu masih ingat kan mbak Irene? "tanya Pandu pada Zena. Zena mengangguk saja dan tetap memakai pakaian itu, pakaian milik kakaknya Pandu. Kini mereka sedang berada di dalam mobil, Pandu menyopir mobilnya dengan kecepatan sedang di sampingnya ada Zena yang tampak melamun dengan matanya yang masih sembab. " Hmm. "Zena berdehem pelan. " Emm apakah masih sakit? "tanya Pandu lagi. " Tolong diamlah! "sekarang gantian Zena yang berbicara seperti itu pada Pandu. Zena merasa malu tadi saat dirinya berjalan tertatih-tatih kesakitan dan Pandu memaksa untuk ikut mengobati 'itu' nya, memang saat ini masih perih apalagi punggung terasa pegal juga. Pandu benar-benar buas menggarapnya malam hari kemarin. Pandu mengatup bibirnya rapat dan akhirnya ia pun diam saja, sesekali ia melirik Zena tengah melamun dengan wajahnya menghadap keluar jendela. Pandu pun mencari tempat yang aman untuk memakirkan mobilnya di pinggir jalan sontak hal itu membuat Zena terheran-heran. "Zen? "panggil Pandu. Zena hanya melirik saja lalu menatap ke arah luar jendela lagi. " Zena, tatap aku! "lirih Pandu membuat Zena mau tak mau menatap lelaki itu. " Maaf, mungkin seribu kata maaf ini tak bisa membuat semuanya seperti semula tapi aku mengatakan ini semua dari hati, aku tulus meminta maaf padamu. "Pandy pun memegang bahu Zena dengan lembut. " Aku bingung. "Zena membuang padangannya ke samping sebab tak kuat jika menatap kedua manik mata Pandu terlalu lekat. " Aku akan tanggung jawab, walau aku playboy Zen tapi kalau urusan ini. Ini urusan serius bukan main-main,"Ucap Pandu mencoba menyakini Zena. "Lalu bagaimana perasaan pacarmu? Kamu tidak memikirkannya juga? "twnya Zena membuat Pandu mati kudu di tempat itu. Hening, tak ada jawaban dari mulut Pandu membuat hati Zena semakin sakit dan terasa sesak. Zena melirik Pandu yang tampak berpikir begitu lama. " Hah! Tak usah kamu pikir, aku udah tau jawabanmu seperti apa. Aku bukan wanita yang tak mandiri, aku bisa mengatasi ini sendiri tanpa adanya kamu. Sekarang tolong buka kunci pintu mobil ini, aku mau pergi! "suara tegas Zena membuat Pandu kebingunana sendiri. " Enggak, aku akan antar kamu pulang. " " Aku ingin turun di sini saja Pandu! "suara Zena makin meninggi tapi tak membuat Pandu lengah begitu saja, aalah satu kakinya menginjakkan pedal gas di mobil itu dan mobil yang ditumpangi mereka kembali melaju dengan kecepatan sedang. " Pandu! "Zena menatap Pandu tak terima, laki-laki itu sungguh pemaksa sekali. Kini mereka berdua diam dengan perasaan yang berbeda hingga tak terasa sampai tiba ditujuan yaitu Rumah kos Zena. " Inikan rumahmu? "tanya Pandu melihat gang yang sempit itu. " Iya," balas Zena lalu ia membuka pintu mobil pelan setelah kunci dibuka oleh Pandu. "Aku pergi! "pamit Pandu yang hanya diangguki oleh Zena. Zena menatap mobil berwarna hitam itu melesat pergi meninggalkan dirinya yang masih mematung di tempat itu. " Hati-hati, "ucap Zena telat. Zena langsung berlari menuju rumah kosnya. " Zena? "sapa bu kos yang sepertinya baru berbelanja. " Dalem bu, "balas Zena sopan berbahasa jawa (krama inggil) Dalem: sama seperti Iya, kalau namanya dipanggil seseorang yang lebih tua darinya. " Habis kemana ndok? "tanya bu kos itu yang memiliki nama Siti. Ndok(jawa) : panggilan untuk seorang wanita yang masih muda dan biasannya juga diperuntukkan pada anak- anak. " Saking dolan griyane konco, buk, "balas Zena sambil mengulas senyum manisnya menutupi kegelisahan hatinya. ->(habis main ke rumah teman, bu) " Oalah yowes, ibu mau pulang dulu ya? " ->yowes: Ya sudah " Nggeh bu, "balas Zena sopan lalu wanita itu segera memasuki rumahnya. (iya) " Akhirnya... "Zena menghembuskan napasnya pelan lalu ia berjalan tertatih-tatih juga menahan rasa sakit yang masih terasa ditubuhnya. Tapi bukannya langsung rebahan atau apa, Zena berjalan menuju cermin yang berada di samping lemari kamarnya. Tangannya menyibak bajunya ke atas untuk memperlihatkan perutnya yang masih datar, ia menatap perutnya dipantulan cermin itu lalu tersenyum masam membayangkan jika perutnya membesar dan mengingat jika Pandu tidak serius mempertanggung jawabkan atas kejadian kemarin malam. Wanita itu takut jika ia bisa hamil tapi segera ia menggelengakan kepalanya tak mungkin dan dengan santai ia berjalan ke kalender untuk melihat apakah kemarin itu masa suburnya atau tidak. Deg! Napas Zena tercekat, jantungnya berdegub kencang tak karuan lalu tangannya meraba tanggal kemarin dan menatap kalender itu tak percaya. "Tidak tidak! Tidak mungkin aku akan hamil! "teriak Zena frustasi tatkala kemarin adalah masa suburnya. Zena memang selalu mencatat jadwal haidnya dan wanita itu selalu haid teratur. Zena sudah biasa memberi tanda kalender ketika masa haid dan sesudah masa haid karena dulunya ibunya pernah melakukannya karena di kasa itulah jangan disepelekan. " Gak! Aku pastikan, aku tidak akan hamil! "Zena menangis dalam kesendiriannya seraya menangkupkan wajahnya dengan kedua tangannya. Disisi lain... " Dari mana saja kamu? "tanya seorang wanita paruh baya berada di ruang tamu rumahnya menatap anak bungsunya yang baru pulang entah dari mana hingga semalam tak pulang ke rumah. " Dari reuni bu, "balas laki-laki sambil menundukkan kepalanya. " Memang acara reuni sampai jam berapa? Trus itu pakaian kamu kemarin juga beda? Kamu habis dari hotel kan? " " Bu..." "Kamu gak tau kalau ayah lagi sakit? Terus kamu ngeluyur seenaknya gitu, katanya sebentar tapi pulangnya hari ini bahkan menjelang siang. " " Maaf bu, kemarin Pandu sedikit ada masalah. "ya lelaki itu ialah Pandu dan wanita paruh baya di hadapannya itu ibunya, Anggun. " Masalah apa sampai-sampai kamu lupa sama pesanan ayah kamu, lalu mana buah jambu bijinya? "tanya Anggun lagi. " Nanti saja Pandu jelaskan, Pandu mau ke ayah." "Ayahmu masuk ke rumah sakit lagi! "Anggun melipat tangannya di depan perutnya dan berjalan menuju ke depan. Saat melewati anaknya, ia sengaja menabrak bahu anaknya. Pandu mematung di tempat itu. ... Hari-hari kian berlalu... " Pandu kamu kenapa mual terus sih? "tanya Anggun penasaran melihat Pandu yang bolak-balik ke kamar mandi. Mereka berdua sedang menemani Pangestu Wijaya yang kerap dipanggil Estu, ialah suami Anggun sekaligus ayah Pandu. Lelaki paruh baya itu tengah berbaring lemah karena sakit-sakit semenjak usianya kian tua. "Gak tau bu,"balas Pandu dengan nada suaranya yang lemah. "Kamu ini mungkin kecapekan, sana pulang ke rumah. Biar ibu saja yang nemani ayah di sini! "usir Anggun secara halus. Pandu memang memiliki pekerjaan yang cukup berat karena dua cabang pabrik milik keluarga Wijaya menjadi tanggungannya sebab ayahnya adalah anak tunggal sedangkan kakak perempuanya seorang dokter kandungan tak mungkin jika ikut mengurusi pabrik milik keluarga Wijaya itu tersebut apalagi dua pabrik itu letaknya jauh dari rumah dan dua pabrik itu memiliki jarak jauh juga. "Mboten pun, "balas Pandu menahan rasa peningnya dikepalanya. Mboten pun : tidak usah. Bahasa jawa yang gunakan untuk berbicara pada orang yang lebih tua. " Yaudah kalau kamu ikut ibu bentar ya, pak Samsul cuti hari ini jadi gak ada yang nganter ibu kerja. "Anggun beranjak berdiri dari duduknya lalu matanya menatap suaminya yang sedang tertidur pulas. Pak Samsul ialah seorang sopir pribadi Anggun. " Nggeh bu, " (ya bu) ... Seorang wanita sedang menyeka peluh keringatnya yang bercucuran dipelipisnya berulang kali. Sesekali ia menghembuskan napasnya pelan kala tubuhnya makin hari makin lemas saja tapi ia tak mau berpikir negatif dulu mungkin saja ia memang belum pernah istirahat sebab ia meminta kerja lembur. "Zen lebih baik kamu istirahat dulu deh, gak tega deh aku lihat kondisi kamu saat ini, "ujar seorang lelaki berambut kribo padanya. " Ah enggak Fer, aku baik-baik saja kok. " " Tapi wajah lo pucet, mending istirahat ya Zen. Kesehatan itu mahal lhoh. " " Hmm baiklah, "balas Zena yang akhirnya menurut. Zena pun berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman setelah membereskan piring-piring kotor tadi. " Hah leganya, "ucap Zena setelah meneguk air mineral dari gelas kaca bening. Zena menatap dapur yang nampak ramai oleh beberapa koki yang sedang sibuk memasak karena makin siang makin banyak pembeli di restoran ini. " Zena... "lirih seorang lelaki yang baru saja masuk ke dalam dapur membuat Zena yang sedang mengobrol dengan beberapa koki pun menoleh padanya. Para koki tampan tadi pamit pergi padanya. " Pandu? "Zena menatap terkejut sosok laki-laki tampan berwajah pucat di hadapannya sekarang. " Tolong lihat kalender hari ini! "Pandu memberikan ponselnya pada Zena membuat Zena keheranan. " Ini kan tanggal du--ah apa jadi.. Ja jadi, gak gak mungkin. "Zena mengembalikkan ponsel milik Pandu pada Pandu sambil menggelengkan kepalanya saat menyadari jika hari ini belum waktunya haid yang mana memang sejak diketahui kala malam kejadian itu dimasa subur membuatnya malas melihat tanggal dikalendernya lagi dan mengabaikan tanggalan itu tersebut. " Kamu.... Hamil? "tanya Pandu membuat Zena langsung jatuh pingsan di tempat itu dan untungnya Pandu dengan sigap menahan tubuh Zena agar tak jatuh ke lantai yang dingin itu. ... Follow akunku Ig & w*****d : Believe_nw
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD